SURAU.CO– Kitab Akhlaq lil Banin karya Syaikh Umar bin Ahmad Baraja, ulama asal Hadhramaut abad ke-20, memadukan pengajaran agama dengan pembentukan karakter. Beliau menulis kitab ini untuk santri, siswa madrasah, dan anak-anak muslim agar memiliki panduan akhlak yang bisa langsung diamalkan.
Melalui kisah-kisah singkat yang sarat makna, kitab ini telah menginspirasi banyak sekolah Islam dan pesantren di Nusantara. Salah satu kisahnya adalah tentang dua saudara, Ali dan Ahmad, yang mengajarkan arti kebersamaan, saling memberi, dan menghargai.
1. Kebersamaan dalam Belajar dan Bermain
Ali dan Ahmad hidup rukun serta saling mencintai. Mereka berangkat ke sekolah bersama, saling membantu mengerjakan tugas, lalu belajar bersama di rumah maupun di sekolah. Saat waktu luang tiba, mereka bermain bersama dengan gembira.
عَلِيٌّ وَأَحْمَدُ أَخَوَانِ يَتَحَابَّانِ، يَذْهَبَانِ إِلَى المَدْرَسَةِ مَعًا، وَيَتَعَاوَنَانِ عَلَى أَدَاءِ وَاجِبَاتِهِمَا، وَيَلْعَبَانِ مَعًا عِنْدَ فَرَاغِهِمَا
“Ali dan Ahmad adalah dua saudara yang saling mencintai, pergi ke sekolah bersama, saling membantu menunaikan kewajiban, dan bermain bersama di waktu luang.”
Kebersamaan ini tidak hanya memperkuat hubungan mereka, tetapi juga menumbuhkan sikap saling mendukung. Nilai ini sangat dibutuhkan di era modern yang sering mendorong persaingan berlebihan.
2. Saling Memberi sebagai Tanda Cinta
Suatu hari, Ali membeli dua buah buku Bimbingan Akhlak. Ia mencari Ahmad karena ingin memberikan salah satunya sebagai hadiah. Ayah mereka tersenyum gembira ketika mendengar niat itu, lalu memberitahu bahwa Ahmad sedang belajar di ruang belajar.
Ali segera menghampiri Ahmad, memberi salam, dan menyerahkan buku tersebut. Ahmad menerima buku itu sambil tersenyum lebar dan mengucapkan terima kasih. Tidak ingin kalah, Ahmad memberikan kotak pensil mungil kepada Ali sambil berkata:
هٰذِهِ هَدِيَّتِي لَكَ يَا أَخِي الكَرِيمُ
“Ini hadiahku untukmu, wahai saudaraku yang mulia.”
Kisah ini menunjukkan bahwa saling memberi adalah bahasa cinta yang tak lekang waktu. Hadiah yang tulus, sekecil apa pun, mampu mempererat kasih sayang.
3. Teladan yang Layak Ditiru
Guru mereka mendengar cerita ini dan segera memuji keduanya di depan murid-murid lain:
يَا أَبْنَائِي، انْظُرُوا إِلَى عَلِيٍّ وَأَحْمَدَ، كَمْ هُمَا سَعِيدَانِ، فَكُونُوا مِثْلَهُمَا لِتَسْعَدُوا
“Wahai anak-anak, lihatlah Ali dan Ahmad, betapa bahagianya mereka. Jadilah seperti keduanya agar kalian hidup bahagia.”
Melalui pujian itu, sang guru menanamkan pesan bahwa kebahagiaan tumbuh dari kerja sama, perhatian, dan ketulusan hati bukan dari persaingan yang memecah belah.
Cinta Saudara, Cermin Kehidupan
Kisah Ali dan Ahmad menggambarkan persaudaraan yang sehat: belajar bersama, saling memberi, dan saling menghargai. Di zaman yang sering memisahkan keluarga karena kesibukan dan gawai, kisah ini mengingatkan kita untuk membangun cinta sejak dini.
Mari kita renungkan:
Kapan terakhir kali kita memberikan sesuatu kepada saudara kita hanya untuk membuatnya tersenyum?
اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا وَاجْعَلْنَا مِنَ الْمُتَحَابِّينَ فِيكَ، وَبَارِكْ فِي أُسَرِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا. آمِينَ.
Ya Allah, satukan hati kami, jadikan kami saling mencintai karena-Mu, dan berkahilah keluarga serta keturunan kami. Āmīn.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
