Opinion Pendidikan
Beranda » Berita » Jurnalisme Profetik: Wartawan dan Jurnalis Penerus Nabi

Jurnalisme Profetik: Wartawan dan Jurnalis Penerus Nabi

Jurnalisme Profetik: Wartawan dan Jurnalis Sebagai Penerus Nabi
Jurnalisme Profetik: Wartawan dan Jurnalis Sebagai Penerus Nabi

SURAU.CO – Di tengah derasnya arus informasi yang membanjiri masyarakat setiap detik, wartawan memegang peran penting dalam menentukan arah pemahaman masyarakat. Di dalamnya terdapat gagasan jurnalisme profetik yang dikemukakan Parni Hadi, jurnalis senior Indonesia. Konsep ini tidak sekadar mengajarkan wartawan untuk menyampaikan fakta, tetapi juga menuntut mereka meneladani akhlak mulia Nabi Muhammad SAW dalam setiap karya jurnalistik.

Makna Jurnalisme Profetik

Parni Hadi memandang pers sebagai “penerus Nabi” dalam menyampaikan kebaikan. Pandangan ini bukan berarti wartawan menjadi nabi dalam arti kenabian, melainkan mengemban tugas mulia untuk menegakkan kebenaran, membela keadilan, dan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. Seperti halnya dakwah Nabi yang bertujuan membawa umat menuju kebaikan, karya jurnalistik juga dapat menjadi jalan untuk memberikan pencerahan sekaligus memberdayakan masyarakat.

Oleh karena itu, jurnalisme profetik hadir sebagai bentuk jurnalisme yang terinspirasi oleh nilai-nilai kenabian—kebenaran, keadilan, keberpihakan pada kaum tertindas, serta tanggung jawab moral terhadap masyarakat. Dalam pandangan ini, jurnalis tidak hanya menginformasikan, tetapi juga mentransformasikan. Mereka mengungkap realitas yang tersembunyi, menyuarakan pihak-pihak yang terpinggirkan, dan menegur pihak-pihak yang berkuasa ketika menyimpang dari amanat.

Dalam bukunya Jurnalisme Profetik, Parni Hadi menegaskan bahwa jurnalis harus menyajikan informasi yang akurat, sekaligus mendidik, membangkitkan empati, dan menginspirasi pembaca. Oleh karena itu, jurnalisme tidak sekadar “melaporkan apa yang terjadi”, tetapi juga “menghadirkan kebenaran yang membawa perubahan positif”.

Empat Sifat Utama Wartawan Profetik

Untuk menghidupkan semangat ini, Parni Hadi mengidentifikasi empat sifat utama yang wajib dimiliki jurnalis profetik, selaras dengan sifat-sifat Nabi Muhammad SAW.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

  1. Shiddiq (Jujur)
    Jurnalis profetik selalu memastikan informasi berasal dari sumber yang valid, terverifikasi, dan tidak direkayasa. Mereka menjadikan kejujuran sebagai fondasi setiap karya.
  2. Amanah (Dapat Dipercaya)
    Kepercayaan publik terhadap media tumbuh dari rekam jejak integritas. Jurnalis profetik tidak memihak kepentingan tertentu, tidak memanipulasi fakta, dan menjaga agar setiap berita akurat, dapat dipercaya, serta dapat dipertanggungjawabkan secara moral maupun profesional.
  3. Tabligh (Menyampaikan)
    Menyampaikan informasi bukan hanya tugas teknis, tetapi juga seni yang memerlukan kecermatan. Jurnalis profesional mengolah berita agar mudah dipahami, terstruktur, dan mampu menjangkau audiens luas. Mereka memanfaatkan beragam platform—tulisan, audio, video, dan gambar—serta teknologi digital untuk memperluas jangkauan dakwah kebenaran.
  4. Fathanah (Cerdas)
    Dunia terus berubah, sehingga jurnalis perlu berpikir adaptif. Wartawan profesional mengasah pengetahuan, memahami teknologi, dan mengembangkan keterampilan agar karya mereka bernilai tinggi secara inovatif sekaligus dalam penyajian.

Jurnalisme Sebagai Jalan Dakwah

Konsep jurnalisme profetik menempatkan kegiatan jurnalistik sebagai bentuk dakwah modern. Bedanya, media massa menjadi mimbar, dan berita menjadi khutbah yang menjangkau jutaan orang hanya dalam hitungan detik. Melalui tulisan, gambar, atau video, surat kabar menanamkan nilai kejujuran, empati, dan kepedulian sosial.

Seorang jurnalis profetik memahami bahwa setiap kata yang ia tulis mempengaruhi cara pandang publik terhadap dunia. Oleh karena itu, mereka berhati-hati memilih sudut pandang dan lebih memilih mengangkat kisah yang mendorong pembaca untuk berpikir kritis sekaligus berbuat baik.

Tantangan di Era Digital

Di era digital, jurnalis menghadapi tekanan kecepatan. Mereka harus menyampaikan informasi secepat mungkin, namun tetap meminimalkan risiko kesalahan. Prinsip jurnalisme profetik menjadi benteng yang menjaga wartawan agar tidak berbohong. Mereka tidak hanya berpacu dengan waktu, tetapi juga mempertimbangkan kebenaran, dampak, dan nilai moral dari setiap berita.

Selain itu, persaingan dengan media sosial yang penuh opini mentah dan kabar tak terverifikasi menuntut jurnalis untuk tampil berbeda—yakni dengan mengutamakan kualitas, integritas, dan kedalaman informasi. Nilai-nilai profetik memberi kerangka kerja yang memandu wartawan agar tetap konsisten di jalur yang benar.

Menghidupkan Nilai-Nilai Profetik

Untuk mewujudkan jurnalisme profetik, jurnalis dan media perlu membangun kesadaran kolektif. Pendidikan jurnalistik harus mengajarkan teknik menulis berita sekaligus membentuk landasan moral yang kuat. Redaksi media perlu menciptakan budaya kerja yang mendorong transparansi, verifikasi, dan tanggung jawab sosial.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Jurnalisme profesional bukan sekedar konsep, melainkan panggilan moral. Parni Hadi menyampaikan bahwa wartawan memikul misi mulia—menjadi penerus semangat kenabian dalam menyebarkan kebenaran dan kebaikan. Di tengah dunia yang sarat informasi namun miskin kebijaksanaan, wartawan profesional hadir untuk menyalakan pelita, memberi arahan, dan membangun harapan.

Ketika wartawan menghidupkan sifat Shiddiq, Amanah, Tabligh, dan Fathanah, setiap informasi yang mereka hasilkan akan menjadi inspirasi yang menggerakkan kebaikan.

Daftar Referensi

  1. Hadi, Parni. Jurnalisme Profetik. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2013.
  2. Hadi, Parni. “Jurnalisme Profetik: Meneladani Nabi dalam Menyampaikan Kebenaran.” Seminar Nasional Jurnalistik Islami, Jakarta, 2018.

 

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement