Era Digital dan Relevansi Pesantren: Belajar di Mana Saja, Tapi Talaqqi Tak Tergantikan.
Kita hidup di era revolusi informasi. Teknologi telah melompat jauh, membawa dunia ke dalam genggaman tangan. Internet, aplikasi edukatif, video interaktif, hingga kecerdasan buatan (AI), semuanya membuka jalan baru dalam dunia pendidikan. Pelajaran sains dan bahasa kini bisa diakses bebas dari rumah, kafe, perpustakaan, bahkan dari tempat tidur. Tidak perlu lagi duduk di kelas dari pagi hingga siang, mendengarkan guru berbicara di depan papan tulis. Kelas konvensional, dalam banyak kasus, mulai kehilangan relevansinya.
Namun, dalam kebebasan dan fleksibilitas itu, ada satu hal yang tetap tak tergantikan: belajar Al-Qur’an melalui talaqqi bersama guru yang bersanad.
Belajar Bisa di Mana Saja, Tapi Tidak untuk Segala Ilmu
Benar, dalam bidang umum seperti matematika, sains, atau bahasa asing, siswa dapat belajar mandiri. Mereka bisa mengulang video, berdiskusi di forum daring, atau bahkan berdialog dengan AI. Model pendidikan ini memberi keleluasaan waktu, ritme, dan metode sesuai preferensi individu.
Tapi ketika bicara tentang Al-Qur’an, perkara berubah. Al-Qur’an bukan sekadar teks. Ia adalah kalamullah, yang turun bukan hanya dengan makna, tapi juga dengan adab dan metode. Membaca Al-Qur’an butuh ketepatan, keindahan, dan kekhusyukan.
Dan itu tak bisa diajarkan hanya lewat layar atau teknologi. Harus ada guru, ada murid, ada lisan yang mengajarkan, dan telinga yang menyimak.
Talaqqi: Rantai Emas dari Rasulullah ﷺ
Talaqqi bukan tradisi baru. Ia adalah metode pewarisan ilmu yang bersanad, bersambung dari guru ke guru hingga Rasulullah ﷺ. Ketika seorang santri duduk di hadapan gurunya dan membaca Al-Qur’an, ia sedang menyambung mata rantai keberkahan yang telah bertahan lebih dari 14 abad.
Teknologi memang membantu. Tapi untuk memperbaiki makharij, menyempurnakan tajwid, dan memahami nuansa tilawah, diperlukan bimbingan langsung.
Guru bisa mengoreksi bacaan, mengarahkan tajwid, menanamkan adab. Itulah yang tak dapat diberikan oleh AI atau aplikasi secanggih apapun.
Pesantren Tanpa Dinding Kelas
Dalam konteks ini, konsep pondok pesantren tetap sangat relevan, meskipun bentuknya bisa beradaptasi. Pesantren bukan hanya bangunan fisik. Ia adalah ruhul ta’allum—jiwa pembelajaran yang hidup, disiplin, dan penuh semangat. Santri boleh tidak duduk di kelas dari pagi sampai siang, tapi mereka tetap dituntut untuk istiqamah, sabar, telaten, dan disiplin. Itulah pondasi sejati dari pendidikan pesantren.
Kholilul Qur’an, sebagai contoh, telah memaksimalkan kemajuan teknologi—memanfaatkan internet untuk menjangkau santri dari berbagai penjuru. Namun, semangat talaqqi tetap dipegang teguh. Ini menunjukkan bahwa pesantren bisa modern secara bentuk, tapi tetap tradisional secara nilai.
Simpul Penutup: Era digital tidak menghapus kebutuhan akan guru. Justru semakin maju teknologi, semakin besar urgensi untuk menghadirkan figur guru yang membimbing hati dan akhlak. Dalam kebebasan belajar yang ditawarkan oleh internet, pesantren tetap menjadi jangkar yang menanamkan kedalaman ruhani dan disiplin diri.
Teknologi boleh menggantikan papan tulis, tapi tidak akan pernah menggantikan cahaya wajah seorang guru ketika membimbing muridnya mengeja firman Allah.
Batu Terbelah: Isyarat dari Alam tentang Jalan Tengah Kehidupan.
Di tengah rerumputan yang menjulang dan pepohonan yang tumbuh dengan gagah, tampak dua batu besar yang berdiri saling berhadapan—terbelah oleh ruang kosong di antaranya. Tampak sederhana, tapi sesungguhnya menyimpan pesan kehidupan yang dalam.
Inilah jalan tengah.
Sebuah celah kecil di antara kekokohan dua sisi kehidupan: kekuatan dan kelembutan, kesulitan dan kemudahan, ujian dan ketabahan. Dalam sunyi bebatuan ini, terselip isyarat dari Allah tentang keseimbangan yang mesti dicari oleh setiap insan.
Ketika Hidup Terasa Berat
Kadang hidup terasa sekeras batu—kokoh tapi membisu. Kita dihantam ujian, dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit, bahkan kadang merasa seperti terhimpit di antara dua karang besar. Tapi seperti celah di antara dua batu ini, selalu ada jalan keluar—jalan Allah bagi hamba-Nya yang bersabar dan berserah.
> “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS. Ath-Thalaq: 2)
Tumbuh di Tengah Batu
Lihatlah tumbuhan yang menjalar dari celah batu itu. Di tempat yang seolah mustahil untuk tumbuh—kering, sempit, keras—justru di situlah kehidupan memekar.
Begitu pula dengan hati manusia. Kadang kita tidak menyangka, di tengah ujian paling berat, justru tumbuh iman paling kuat. Di saat air mata jatuh karena kesedihan, justru rahmat Allah datang menyirami jiwa.
Hati yang pasrah, adalah ladang bagi rahmat. Seperti tumbuhan itu, bila akar kita berpegang pada nilai-nilai Ilahi, maka sekecil apapun celahnya, Allah akan berikan ruang untuk tumbuh.
Pesan dari Batu
Diam tapi tegar. Kita tak selalu harus keras bersuara. Kadang keteguhan sikap dan ketulusan hati lebih menggema dari kata-kata.
Berbagi ruang. Bahkan dua batu besar pun memberi jalan bagi kehidupan untuk tumbuh di antaranya. Maka kita pun harus belajar memberi ruang—bagi perbedaan, bagi maaf, dan bagi harapan baru.
Ada hikmah di balik keterbelahan. Apa yang tampak seperti retak atau luka, kadang adalah pembuka jalan menuju cahaya.
Doa Sang Musafir Jiwa
“Ya Allah, jika hidupku terasa sempit, lapangkanlah dengan cahaya-Mu.
Jika hatiku terasa keras, lembutkanlah dengan dzikir kepada-Mu.
Jika aku tersesat di antara dua batu besar, tuntunlah aku di jalan tengah yang Engkau ridhai.”
Catatan Alam untuk Hamba Beriman
Barangkali gambar ini hanyalah dua batu besar dan pepohonan biasa bagi sebagian orang. Tapi bagi hati yang hidup, ia adalah pengingat akan keteguhan, keseimbangan, dan kasih sayang Allah yang menembus bahkan celah sempit di antara dua dinding batu. Allah Maha Menyediakan Jalan.
Tak ada malam tanpa pagi. Tak ada batu tanpa celah. Tak ada hati yang mengetuk tanpa didengar oleh-Nya. Jika tulisan ini menyentuh hatimu, bagikanlah. Bisa jadi seseorang di sekitarmu sedang mencari jalan terang di tengah batu-batu ujian hidupnya. وَاللهُ الْهَادِي إِلَى سَوَاءِ السَّبِيلِ (Tengku)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.