SURAU.CO- Kitab Akhlaq lil Banin merupakan karya klasik dari Syaikh Umar bin Ahmad Baraja, seorang ulama dari Hadhramaut yang sangat peduli terhadap pendidikan karakter anak-anak dan remaja muslim. Ia hidup pada pertengahan abad ke-20, masa ketika dunia Islam sedang menghadapi tantangan modernitas dan pergeseran nilai.
Kitab ini ditulis secara khusus sebagai pedoman etika dan budi pekerti Islam untuk santri, siswa madrasah, dan anak-anak muslim secara umum. Dengan kisah-kisah pendek yang mudah dipahami dan sarat hikmah, Akhlaq lil Banin menjadi rujukan utama dalam pendidikan akhlak di banyak madrasah dan pesantren di Indonesia hingga hari ini.
1. Anak Bandel, Ayah Tak Berhenti Menyayangi
Dalam salah satu babnya, Akhlaq lil Banin memuat kisah tentang seorang anak yang keras kepala dan tidak patuh kepada ayahnya. Setiap kali dilarang memanjat pohon atau mengganggu binatang, ia tidak mengindahkan nasihat ayahnya.
“Pada suatu hari, ia memukul seekor kucing. Maka kucing itu menggigit kakinya hingga terluka parah. Rasa sakitnya luar biasa. Ia tidak bisa makan atau tidur.”
Ini bukan sekadar cerita anak kecil. Ini adalah cerminan dari banyak anak zaman sekarang yang sering meremehkan nasihat orang tua. Padahal, pengalaman hidup orang tua jauh lebih dalam daripada layar-layar media sosial yang hari ini kita percayai mentah-mentah.
Kisah ini juga menyiratkan bahwa akibat dari kebandelan bukan hanya menimpa diri sendiri, tapi juga menyusahkan orang tua. Namun, apakah sang ayah marah?
2. Cinta Ayah, Diam Tapi Dalam dan Berkorban
Ayah dalam kisah ini tidak menyalahkan anaknya. Ia justru segera memanggilkan dokter dan mengeluarkan banyak biaya demi kesembuhan anaknya. Tak ada celaan, tak ada ancaman. Hanya ketulusan.
“Ayahnya menderita kerugian besar untuk biaya dokter dan obat, namun ia tidak memperdulikan hal itu karena ingin anaknya segera sembuh.”
Betapa dalam cinta seorang ayah. Meskipun disakiti oleh ketidaktaatan anaknya, ia tetap berkorban. Di sinilah letak pelajaran yang paling menyentuh. Kasih sayang ayah sering kali tidak terucap, namun dibuktikan dengan tindakan yang sunyi tapi nyata.
Berapa banyak dari kita yang lupa bahwa ayah adalah orang yang diam-diam menjual sepeda motornya agar kita bisa daftar kuliah? Yang pura-pura tidak lapar saat hanya ada satu potong ayam di meja makan?
3. Tobat dan Kesadaran Saat Anak Menemukan Jalan Pulang
Setelah sembuh dari lukanya, anak dalam kisah ini akhirnya menyesal dan menyadari kekeliruannya. Ia berjanji akan mendengarkan nasihat ayahnya dan tidak akan membantah lagi.
“Ia insaf dari kebiasaannya yang buruk dan berjanji kepada ayahnya untuk selalu mengikuti nasihatnya. Sejak saat itu, ia hidup senang dan selamat dari gangguan.”
Maka dari itu kisah ini mengajarkan bahwa tidak ada kata terlambat untuk bertobat. Bahkan anak yang paling keras kepala pun bisa berubah ketika diberi cinta dan kesempatan.
Sebaliknya, sebagai orang tua atau pendidik, kita juga diajarkan untuk tidak cepat marah atau menyerah dalam mendidik anak. Terkadang, luka adalah jalan menuju kesadaran. Tugas kita adalah tetap hadir, tetap mencintai, dan tetap memberi arah.
Hikmah Cinta yang Tak Syarat
Kisah ini hanyalah satu dari sekian banyak mutiara dalam Akhlaq lil Banin. Ia menunjukkan kepada kita bahwa ayah adalah cinta yang bekerja dalam diam, tak banyak kata, tapi penuh makna.
Dengan demekian sejenak kita merenung:
Sudahkah kita mendengarkan nasihat ayah dengan sungguh-sungguh? Sudahkah kita berterima kasih atas pengorbanannya yang tak selalu tampak?
اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا فَهْمًا وَحِلْمًا، وَاجْعَلْنَا مِنَ الْبَارِّينَ بِآبَائِنَا وَأُمَّهَاتِنَا، وَاجْعَلْنَا مِنَ الْمُهْتَدِينَ. آمِين.
Ya Allah, anugerahkan kepada kami pemahaman dan kesabaran, jadikanlah kami anak-anak yang berbakti kepada ayah dan ibu kami, dan golongkan kami ke dalam orang-orang yang mendapat petunjuk. Āmīn.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
