SURAU.CO. Di tengah hiruk-pikuk geopolitik modern yang kerap diwarnai intrik dan perebutan kekuasaan, nama Imam Al-Ghazali kembali relevan. Pemikiran briliannya dalam buku terjemah berjudul “Adab Berpolitik” menawarkan prinsip etika yang tetap relevan. Karya ini mengingatkan kita bahwa politik bukan hanya soal kekuasaan akan tetapi politik juga berkaitan dengan amanah, keadilan, dan adab.
Imam Al-Ghazali (1058–1111 M) adalah seorang Hujjatul Islam yang mempunyai karya monumental Kitab Ihya’ Ulumuddin, merupakan seorang cendekiawan multidisipliner. Ia menulis dari sudut pandang seorang ulama yang merasa prihatin terhadap kerusakan moral para penguasa. Dalam pandangannya, politik adalah alat untuk menegakkan keadilan dan juga harus menjaga kemaslahatan umum dan memelihara agama.
Buku Adab Berpolitik: Kisah dan Nasihat Berharga
Buku “Adab Berpolitik,” atau dalam versi aslinya berjudul “at-Tibr al-Masbuk fi Nasihat al-Muluk,” yang kemudian dalam bahasa Indonesia berjudul “Emas yang Didesain untuk Nasihat bagi Para Penguasa,” adalah warisan berharga karena kaya akan kisah dan hikayah yang inspiratif seperti kisah raja yang menangis karena tidak bisa mendengar keluhan rakyatnya adalah salah satunya.
Dalam satu hikayat sebagaimana cerita Imam Al-Ghazali dalam buku ini, bahwa ada seorang lelaki zuhud pernah menghadap seorang khalifah (raja). “Berilah aku nasihat,” pinta sang raja. Lantas sang zuhud bercerita: “Wahai Amirul Mukminin, aku pernah pergi ke China, ada seorang raja terserang penyakit telinga sehingga ia tuli. Pada suatu hari aku mendengar ia berkata sambil menangis”. “Demi Allah, Aku menangis bukan karena pendengaranku hilang, tetapi aku menangis karena seseorang telah aku zalimi. Tempo hari ia berdiri di depan pintu dan meminta bantuan tetapi aku tidak mendengar bicaranya, aku tidak mampu lagi mendengarkan keluhan rakyatku yang meminta pertolongan di depan singgasanaku.” Mendengar hal itu, sang raja memerintahkan rakyatnya agar memakai baju merah, sehingga raja kemudian memanggilnya dan mau mendengar pengaduannya dan akan berlaku adil terhadapnya.(hal.42)
Begitulah kisah demi kisah mengalir dalam buku ini yang penuh dengan petuah yang menggugah akal dan menggedor hati. Meski bukan rujukan ilmu politik bagi para penguasa, namun kandungan kitab klasik ini sarat dengan etika berpolitik yang berharga
Ulama dan Penguasa dalam Pandangan Imam Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa kerusakan masyarakat berasal dari kerusakan penguasa. Kerusakan penguasa terjadi karena kerusakan ulama padahal sejatinya ulama bisa jadi agen perubahan dalam perbaikan pemerintaha. Hal ini menunjukkan pentingnya integritas dalam kepemimpinan dan politik yang baik harus berlandaskan akhlak dan ilmu.
Lewat buku ini, Imam al-Ghazali mengambil peran itu: tampil untuk reformasi moral kekuasaan pada masanya. Baginya, penguasa dan ulama merupakan dua pilar penting untuk memakmurkan masyarakat. “Seorang pemimpin adil,” kutipnya, “lebih utama daripada ahli ibadah seratus tahun.” Sebab, keadilan pemimpin merupakan prasyarat untuk kesejahteraan masyarakat, di dunia dan akhirat.
Beberapa poin penting dalam buku ini meliputi:
-
Adab seorang pemimpin terhadap rakyat dan Allah SWT.
-
Bahaya mencintai kekuasaan dan dunia.
-
Peran ulama sebagai penasihat, bukan penjilat.
-
Ciri-ciri pemimpin yang saleh dan adil.
-
Kritik terhadap politisasi agama dan ulama su’.
Adab Berpolitik Sebagai Panduan Etis
Kitab klasik ini sarat dengan etika berpolitik yang mendalam. Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya kekuatan akidah tauhid bagi seorang pemimpin. Ia juga menyoroti keindahan moral, keadilan, serta peran ilmu dan ulama dalam pemerintahan.
Buku ini tentunya sangat bermanfaat bagi seorang politikus, pejabat publik, aktivis dakwah, dan guru dan penting juga bagi masyarakat umum. Tujuannya agar kita bisa memahami bagaimana seharusnya politik dijalankan secara Islami. Di saat politik sering menjadi ajang saling caci, Imam Al-Ghazali mengingatkan bahwa politik sejati adalah ibadah dan amanah. Buku ini menanamkan adab dan menumbuhkan semangat perbaikan umat.
Adab Berpolitik adalah panduan etis dan ruhani yang mengajarkan bagaimana kekuasaan harus tunduk pada nilai-nilai ketakwaan. Buku ini juga mengingatkan tentang keadilan dan tanggung jawab, menawarkan nasihat kepada pemimpin agar tidak silau oleh dunia serta mengingatkan pemimpin untuk takut pada amanah yang diemban. Bagi mereka yang peduli pada masa depan bangsa, buku ini sangat penting untuk direnungkan.(kareemustofa)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
