SURAU.CO – Ibadah qurban bukan sekedar ritual penyembelihan hewan. Di balik tetesan darah dan daging yang terbagi, tersimpan makna mendalam tentang ketaatan, pengorbanan, dan cinta kepada Allah. Setiap kali Hari Raya Idul adha tiba, umat Islam di seluruh dunia memperingati kisah agung Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail. Sebuah kisah yang tidak hanya hidup dalam lembaran sejarah, tetapi terus mengajarkan nilai-nilai spiritual yang relevan sepanjang zaman.
Qurban berasal dari kata qaruba yang berarti “dekat.” Maka, secara harfiah, qurban bermakna usaha mendekatkan diri kepada Allah. Dalam konteks ibadah, qurban berarti menyembelih hewan ternak yang telah memenuhi syarat, sebagai bentuk ketaatan kepada perintah Allah, yang disyariatkan pada tanggal 10–13 Dzulhijjah. Tapi, benarkah qurban hanya sebatas itu?
Mari kita kembali pada kisah yang menjadi titik awal disyariatkannya qurban. Nabi Ibrahim bermimpi bahwa ia harus menyembelih anaknya, Ismail. Sebagai seorang ayah, tentu berat rasanya menjalankan perintah tersebut. Namun, keimanan Ibrahim tidak goyah. Ia tidak hanya mematuhi, tetapi juga melibatkan Ismail dalam keputusan besar itu. Dan yang luar biasa, Ismail justru membalas dengan keteguhan hati. Ia berkata:
“يا أبت افعل ما تؤمر ستجدني إن شاء الله من الصابرين”
“Wahai Ayah, lakukan apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah, kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Asy-Shaffat: 102).
Kisah ini adalah simbol puncak ketaatan dan keikhlasan. Ibrahim rela mengorbankan sesuatu yang paling ia cintai, sementara Ismail rela menyerahkan nyawanya demi menjalankan perintah Tuhan. Allah kemudian mengganti Ismail dengan seekor domba, sebagai bukti bahwa qurban bukan tentang darah dan daging, melainkan tentang ketulusan hati dan kesungguhan iman.
Simbol Keikhlasan dan Kepasrahan
Ibadah qurban mengajarkan kita untuk ikhlas. Saat seseorang menyisihkan hartanya untuk membeli hewan qurban, sebenarnya dia sedang belajar melepaskan diri dari dunia. Manusia pada dasarnya mencintai harta dan kemewahan. Namun, qurban menguji seberapa besar kita mampu mendahulukan perintah Allah dibandingkan kesenangan pribadi.
Kepasrahan juga menjadi pesan penting dari qurban. Ibrahim dan Ismail mengajarkan bahwa ketika perintah Allah datang, tidak ada ruang untuk menawar. Yang ada hanyalah keyakinan bahwa semua perintah-Nya pasti mengandung hikmah, meski terkadang tidak langsung terlihat oleh mata.
Membangun Kepedulian Sosial
Qurban juga memiliki sisi sosial yang sangat kuat. Hewan yang disembelih bukan untuk dikonsumsi sendiri. Justru sebagian besar dagingnya dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Inilah simbol dari kepedulian dan empati sosial. Dalam ibadah qurban, kaya dan miskin duduk sama rata dalam kenikmatan rezeki dari Allah.
Betapa banyak saudara kita yang jarang makan daging, tapi saat Iduladha, mereka bisa menikmatinya berkat qurban. Jadi, qurban bukan hanya ibadah pribadi, tapi juga ibadah sosial. Ia mengajarkan kita untuk peduli, berbagi, dan menumbuhkan rasa empati.
Menyembelih Hawa Nafsu
Hewan qurban melambangkan hawa nafsu manusia. Ketika kita menyembelih hewan, sejatinya kita sedang belajar menyembelih sifat-sifat buruk dalam diri: keserakahan, keangkuhan, ketidakpedulian, dan kemalasan. Ibadah ini menjadi sarana latihan rohani agar manusia tidak diperbudak oleh nafsunya sendiri.
Qurban mengajarkan bahwa menjadi manusia yang mulia bukan dengan menuruti semua keinginannya, tetapi dengan mampu mengendalikannya. Inilah proses tazkiyatun nafs — pensucian jiwa yang menjadi inti dari setiap ibadah dalam Islam.
Meresapi Makna Qurban
Tidak sedikit orang yang menabung selama setahun demi bisa berqurban. Mereka ingin menjadi bagian dari hamba-hamba Allah yang berusaha mendekat melalui jalan pengorbanan. Dan Allah, dalam firman-Nya, menjanjikan bahwa setiap tetes darah yang mengalir akan menjadi Saksi amal mereka.
“لن ينال الله لحوم الإبل ولا دماؤها ولكن ينالها بالتقوى”
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamu-lah yang dapat mencapainya.” (QS. Al-Hajj : 37)
Dari ayat ini, kita belajar bahwa inti dari qurban bukan pada simbol luarnya, tetapi pada ketakwaan yang menyertainya. Qurban bukan tentang besar atau kecilnya hewan, tapi tentang besar atau kecilnya keikhlasan.
Mari kita resapi setiap detik dari ibadah ini. Jangan biarkan ia berlalu begitu saja tanpa bekas di hati. Jadikan qurban sebagai momentum untuk membersihkan diri, memperkuat iman, dan memperluas kepedulian sosial
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
