Khazanah
Beranda » Berita » Memahami Bahaya Menyia-nyiakan Waktu: Modal yang Terus Terkikis

Memahami Bahaya Menyia-nyiakan Waktu: Modal yang Terus Terkikis

Hukum Asuransi dalam Islam

Memahami Bahaya Menyia-nyiakan Waktu: Modal yang Terus Terkikis

SURAU.CO – Setiap detak jarum jam adalah pengingat. Setiap matahari terbit dan terbenam adalah penanda. Waktu adalah salah satu nikmat terbesar yang Allah SWT anugerahkan kepada manusia. Ia mengalir tanpa henti, tidak bisa terulang, dan tidak bisa dibeli. Ia adalah modal utama kita dalam mengarungi kehidupan. Namun, betapa seringnya nikmat agung ini kita lupakan. Banyak orang tidak menyadari betapa berharganya setiap detik yang berlalu. Mereka baru tersadar ketika waktu itu telah habis tak bersisa. Dalam pandangan Islam, waktu memiliki kedudukan yang sangat istimewa. Sebab, ia adalah bagian dari umur kita. Sebuah amanah yang kelak akan tercatat pertanggungjawaban di hadapan Sang Pencipta.

Saya sering kali merenung, betapa ironisnya kita sebagai manusia. Kita begitu sibuk menjaga harta benda yang fana. Namun, kita sering kali lalai dalam menjaga modal yang jauh lebih berharga, yaitu waktu. Padahal, harta yang hilang masih bisa dicari gantinya. Akan tetapi, waktu yang telah berlalu tidak akan pernah bisa kembali selamanya. Oleh karena itu, memahami bahaya dari menyia-nyiakan waktu adalah sebuah keharusan. Ini bukan sekadar teori manajemen diri. Melainkan, ini adalah inti dari kesadaran seorang hamba terhadap Tuhannya.

Waktu: Nikmat Agung yang Sering Terlupakan

Untuk menunjukkan betapa pentingnya waktu, Allah SWT bahkan bersumpah atas namanya dalam beberapa ayat Al-Qur’an. Sebuah sumpah dari Dzat Yang Maha Agung tentu menunjukkan betapa mulianya objek yang dijadikan sumpah tersebut. Salah satu surah yang paling terkenal mengenai hal ini adalah surah Al-‘Ashr. Allah SWT berfirman:

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3)

Ayat ini adalah sebuah deklarasi yang sangat kuat. Ia menegaskan bahwa pada dasarnya, semua manusia berada dalam kerugian. Kerugian karena modal umurnya terus berkurang setiap saat. Namun, ada pengecualian. Kerugian itu tidak akan menimpa mereka yang berhasil mengisi waktunya dengan empat hal. Yaitu, iman yang kokoh, amal saleh yang berkelanjutan, serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Ini adalah formula anti rugi yang ditawarkan langsung oleh Allah. Dengan demikian, waktu menjadi arena bagi kita untuk membuktikan kualitas iman dan amal kita.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Rasulullah SAW juga memberikan peringatan yang senada. Beliau mengingatkan kita tentang dua nikmat yang sering kali diremehkan oleh manusia. Beliau bersabda:

“Ada dua nikmat yang sering dilupakan oleh banyak manusia: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)

Hadis ini menampar kita dengan sebuah kenyataan. Kita sering kali baru menyadari nilai kesehatan ketika kita jatuh sakit. Begitu pula, kita baru menyadari betapa berharganya waktu luang ketika kita dilanda kesibukan yang luar biasa. Kedua nikmat ini sering dianggap sepele karena keberadaannya terasa biasa saja. Padahal, keduanya adalah kunci utama untuk meraih produktivitas, baik untuk urusan dunia maupun akhirat.

Jebakan Kelalaian: Rantai Kerugian Akibat Waktu yang Terbuang

Menyia-nyiakan waktu akan melahirkan sebuah rantai kerugian yang panjang. Kerugian pertama dan yang paling nyata adalah hilangnya kesempatan untuk berbuat baik. Setiap detik yang kita miliki adalah peluang emas. Peluang untuk beribadah, menuntut ilmu, menolong sesama, atau sekadar memperbaiki diri menjadi lebih baik. Ketika kita membiarkan waktu itu berlalu begitu saja dengan kelalaian, sejatinya kita sedang membuang kesempatan yang tidak akan pernah datang untuk kedua kalinya. Ini adalah sebuah kebangkrutan yang sesungguhnya.

Selanjutnya, kelalaian ini akan menumpuk menjadi sebuah gunung penyesalan di kemudian hari. Terutama, ketika malaikat maut telah berada di depan mata. Orang yang semasa hidupnya hanya membuang-buang waktu akan merasakan penyesalan yang tiada tara. Al-Qur’an dengan indah menggambarkan jeritan penyesalan orang yang lalai ini. Allah SWT berfirman:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

“Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat berbuat amal saleh yang telah aku tinggalkan.” (QS. Al-Mu’minun: 99-100)

Namun, permintaan ini hanyalah sebuah angan-angan kosong. Pintu kesempatan telah tertutup rapat. Waktu telah habis. Penyesalan tersebut tidak lagi memiliki guna apa pun. Ini adalah sebuah pengingat yang begitu menusuk bagi kita yang saat ini masih diberi kesempatan untuk bernapas. Selain itu, waktu luang yang tidak diisi dengan hal positif sering kali menjadi pintu masuk bagi kemaksiatan. Ia menjadi celah bagi setan untuk membisikkan godaannya. Akhirnya, waktu luang itu diisi dengan hiburan yang berlebihan, bergunjing, atau aktivitas lain yang menjauhkan diri dari Allah.

Menjadi Penguasa Waktu: Strategi Islami untuk Hidup Produktif

Islam tidak hanya menunjukkan bahayanya. Ia juga memberikan solusi yang sangat praktis untuk mengelola waktu. Langkah pertama adalah dengan memiliki perencanaan yang jelas. Seorang Muslim bisa membuat jadwal harian yang teratur. Bahkan, jadwal utama kita sejatinya telah diatur oleh Allah melalui lima waktu shalat. Jadikanlah waktu-waktu shalat sebagai pilar utama dalam aktivitas harian kita. Bangunlah kegiatan lain di sekitar pilar-pilar tersebut. Dengan begitu, hidup kita akan lebih terarah dan diberkahi.

Kemudian, kita harus pandai dalam menentukan prioritas. Tidak semua kegiatan memiliki nilai yang sama. Dahulukanlah hal-hal yang wajib, kemudian yang sunah, baru setelah itu hal-hal yang mubah. Hindarilah hal-hal yang sia-sia (laghwu), apalagi yang haram. Di era digital ini, hal yang sia-sia sangat mudah kita temukan. Seperti terlalu lama berselancar di media sosial tanpa tujuan yang jelas atau menonton hiburan yang berlebihan. Kita harus memiliki keberanian untuk mengatakan “tidak” pada hal-hal yang hanya akan mencuri waktu berharga kita.

Lingkungan pergaulan juga memegang peranan yang sangat penting. Bergaullah dengan orang-orang yang senantiasa menghargai waktu. Mereka yang produktif dan selalu mengingatkan kita pada kebaikan. Energi positif dari mereka akan menular kepada kita. Sebaliknya, jika kita bergaul dengan para pemalas, kita pun akan ikut terbawa arus kemalasan. Terakhir, isilah setiap waktu luang yang ada dengan kegiatan bermanfaat. Tidak harus selalu dengan ibadah ritual. Membaca buku yang mencerahkan, mempelajari keterampilan baru, atau bahkan beristirahat dengan niat untuk mengumpulkan energi agar bisa beribadah lebih baik juga dinilai sebagai sebuah kebaikan.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement