Opinion
Beranda » Berita » Cerai Dalam Islam: Antara Kebolehan Dan Keharusan Berhati-hati

Cerai Dalam Islam: Antara Kebolehan Dan Keharusan Berhati-hati

Cerai Dalam Islam: Antara Kebolehan Dan Keharusan Berhati-hati

CERAI DALAM ISLAM: ANTARA KEBOLEHAN DAN KEHARUSAN BERHATI-HATI.

Perceraian atau thalāq adalah salah satu aspek dalam hukum Islam yang menunjukkan kelengkapan syariat Islam dalam mengatur seluruh dimensi kehidupan manusia, termasuk kehidupan rumah tangga. Meskipun dibolehkan, perceraian bukanlah perkara ringan dalam pandangan Islam. Ia adalah solusi terakhir ketika semua upaya islah (perbaikan) telah ditempuh dan kehidupan rumah tangga sudah tak lagi membawa ketenteraman, kasih sayang, dan kebaikan.

Makna dan Kedudukan Cerai dalam Islam

Secara bahasa, thalāq berarti melepaskan ikatan. Dalam istilah fikih, thalāq adalah pemutusan hubungan pernikahan antara suami dan istri dengan lafaz tertentu yang sah menurut syariat.

Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

> “Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah)

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Hadis ini menunjukkan bahwa walaupun cerai halal, Allah tidak menyukainya. Mengapa? Karena cerai mengguncang sendi keluarga, berdampak pada anak-anak, dan merusak bangunan rumah tangga yang idealnya menjadi tempat sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Prinsip Umum: Menjaga Pernikahan Lebih Utama

Islam menjadikan pernikahan sebagai ibadah dan amanah besar. Maka, prinsip dasarnya adalah mempertahankan dan memperbaiki hubungan, bukan membubarkannya. Allah Ta’ala berfirman:

> “Dan jika kamu khawatir akan ada persengketaan antara keduanya (suami-istri), maka kirimlah seorang hakam (penengah) dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak istri. Jika kedua orang itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada keduanya.” (QS. An-Nisa: 35)

Ayat ini mengajarkan bahwa dalam kondisi konflik, mediasi dan niat baik untuk islah sangat dianjurkan sebelum sampai pada keputusan cerai.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Jenis-Jenis Talak dalam Islam

Dalam fikih Islam, cerai memiliki beberapa bentuk dan status:

a. Talak Raj‘i (talak yang bisa dirujuk)
Terjadi pada talak pertama atau kedua.
Suami bisa merujuk istri dalam masa iddah tanpa akad baru.

b. Talak Ba’in (tidak bisa dirujuk)
Terjadi pada talak ketiga (talak tiga).
Suami tidak boleh merujuk istri kecuali istri telah menikah dengan orang lain dan dicerai secara sah.
Atau terjadi ketika talak dijatuhkan sebelum campur (belum terjadi hubungan intim) ataua dengan tebusan (khulu’).

c. Khulu‘ (cerai atas permintaan istri dengan ganti rugi)
Istri meminta cerai dan memberikan kompensasi kepada suami.
Rasulullah ﷺ menerima permintaan khulu‘ dari istri Tsabit bin Qais ketika ia merasa tidak bisa mencintai suaminya.

Prosedur Cerai dalam Islam

Islam mengatur tata cara cerai agar tidak merugikan kedua belah pihak:

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Tidak dilakukan saat istri dalam haid.
Tidak dilakukan dalam masa suci yang telah terjadi hubungan intim.
Diucapkan dengan lafaz yang jelas dan tidak main-main.
Disampaikan dengan itikad baik, bukan dalam kemarahan ekstrem.

Disertai dengan perlakuan baik, sebagaimana firman Allah:

> “Ceraikanlah mereka dengan cara yang baik…” (QS. Ath-Thalaq: 2)

Dampak dan Kewajiban Pasca Cerai

Cerai bukan akhir dari tanggung jawab. Ada sejumlah kewajiban yang harus dijalankan pasca cerai:

Masa ‘iddah: Waktu tunggu selama 3 kali haid (atau 3 bulan jika tidak haid).
Nafkah selama ‘iddah: Suami wajib memberi nafkah selama masa ‘iddah jika talak raj‘i.
Hak anak: Kedua orang tua tetap memiliki tanggung jawab atas anak-anak mereka.
Tidak menyebarkan aib: Menjaga kehormatan dan nama baik masing-masing.

Kapan Cerai Menjadi Solusi yang Dibenarkan?

Islam membuka pintu cerai, namun sebagai jalan keluar terakhir. Cerai bisa menjadi solusi dalam beberapa kondisi:

Jika terjadi kekerasan fisik/psikis dalam rumah tangga.
Jika salah satu pihak melakukan zina atau pengkhianatan berat.
Jika sudah tidak ada lagi kasih sayang dan komunikasi sehat.
Jika upaya mediasi dan islah berkali-kali gagal.

Hikmah Disyariatkannya Cerai

Cerai, meskipun pahit, memiliki hikmah besar dalam syariat Islam:

Memberi jalan keluar dari kehidupan rumah tangga yang menyakitkan.
Melindungi hak dan kehormatan istri atau suami yang terzalimi.
Membuka peluang untuk kehidupan baru yang lebih baik.

Etika Bercerai dalam Islam

Tidak menyakiti hati dengan kata-kata kasar.
Tidak menjelekkan mantan pasangan.
Menjaga hak dan kehormatan masing-masing.
Tetap menjalin hubungan baik jika memiliki anak.

Peran Ulama dan Lembaga Agama

Dalam konteks sosial, peran ulama dan lembaga penasehat keluarga sangat penting untuk mencegah perceraian. Mereka bisa menjadi mediator dan penasehat spiritual, agar pasangan suami-istri tidak terburu-buru menjatuhkan talak. Idealnya, perceraian bukan hasil emosi sesaat, tetapi keputusan yang matang dan penuhi tanggung jawab.

Penutup: Cerai adalah pintu terakhir, bukan jalan pintas.
Islam tidak mengekang manusia dalam pernikahan yang menyiksa, tapi juga tidak menganjurkan perceraian sebagai solusi pertama dari setiap konflik. Setiap pasangan hendaknya menjaga cinta, komunikasi, dan ketakwaan. Dan jika akhirnya bercerai, hendaklah itu dilakukan dengan adab dan sikap yang mencerminkan kemuliaan akhlak Islam. (Iskandar)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement