Mode & Gaya
Beranda » Berita » Bahaya Gaya Hidup Hedonisme: Jebakan Kenikmatan di Era Modern

Bahaya Gaya Hidup Hedonisme: Jebakan Kenikmatan di Era Modern

Antara Tawa dan Tangis

Bahaya Gaya Hidup Hedonisme: Jebakan Kenikmatan di Era Modern

SURAU.CO – Di tengah gemerlap dunia modern yang serba cepat dan instan, sebuah fenomena mengintai dalam diam. Ia adalah hedonisme. Sebuah paham yang meracuni jiwa secara perlahan. Fenomena ini semakin marak, terutama di kalangan generasi muda yang terpapar arus informasi tanpa filter. Hedonisme pada dasarnya adalah sebuah pandangan hidup. Ia menjadikan kenikmatan duniawi dan kepuasan pribadi sebagai tujuan akhir. Segala sesuatu dalam hidup diukur dari seberapa besar kesenangan yang bisa didapatkan. Mereka tidak lagi mempertimbangkan nilai-nilai moral, etika, apalagi spiritual. Bagi mereka, hidup adalah tentang pesta yang tidak pernah usai.

Dalam perspektif ajaran Islam, gaya hidup semacam ini sangatlah berbahaya. Ia seperti fatamorgana di tengah gurun pasir. Tampak indah dan menjanjikan, namun sesungguhnya menipu dan menyesatkan. Gaya hidup ini dapat menjauhkan manusia dari tujuan penciptaannya yang hakiki. Yaitu, untuk beribadah kepada Allah SWT dan mencari kebahagiaan abadi di akhirat. Saya sering merenung, betapa mudahnya manusia terperdaya oleh kilau sesaat ini. Kita sering lupa bahwa dunia hanyalah tempat singgah, bukan tujuan akhir. Oleh karena itu, mengenali bahaya gaya hidup hedonisme adalah langkah pertama untuk melindungi diri dan iman kita.

Menggali Akar Hedonisme dan Jebakan Kenikmatan Duniawi

Untuk memahami bahayanya, kita harus terlebih dahulu mengenali akarnya. Secara etimologis, istilah hedonisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu hedone. Kata ini memiliki arti “kesenangan”. Dengan demikian, hedonisme adalah sebuah falsafah hidup yang menempatkan kesenangan duniawi sebagai prioritas tertinggi. Kesenangan ini bisa berwujud banyak hal. Mulai dari tumpukan harta, makanan lezat, hiburan tanpa henti, popularitas di media sosial, hingga gaya hidup mewah yang selalu dipamerkan. Semua itu menjadi berhala baru yang dipuja dan dikejar tanpa lelah.

Islam sesungguhnya tidak melarang umatnya untuk menikmati karunia Allah di dunia. Kita boleh memiliki harta, menikmati makanan yang baik, dan mencari hiburan yang halal. Akan tetapi, Islam memberikan batasan yang jelas. Menjadikan semua itu sebagai tujuan utama dan hidup dalam kemewahan tanpa batas adalah hal yang sangat ditentang. Dunia ini hanyalah sarana, bukan tujuan. Ia adalah ladang untuk menanam kebaikan demi panen di akhirat. Allah SWT dengan tegas mengingatkan kita tentang sifat dunia yang menipu ini. Allah SWT berfirman:

“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali Imran: 185)

10 Manfaat Rimpang Jahe Bagi Kesehatan

Ayat ini adalah sebuah peringatan keras. Kesenangan dunia laksana permen manis yang dibungkus racun. Terlihat menarik di luar, namun bisa mematikan iman di dalam. Orang yang terjerat dalam hedonisme akan melihat dunia sebagai surga. Padahal, ia hanyalah sebuah panggung ujian yang sementara. Mereka lupa bahwa setiap kenikmatan yang didapat akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah SWT.

Rantai Kerusakan: Dampak Hedonisme terhadap Iman dan Sosial

Bahaya gaya hidup hedonisme tidak berhenti pada satu titik. Ia menciptakan sebuah rantai kerusakan yang menyebar ke berbagai aspek kehidupan. Dampak pertama dan yang paling fatal adalah melalaikan akhirat. Seseorang yang tenggelam dalam lautan hedonisme akan terlalu sibuk mengejar fatamorgana dunia. Waktu, tenaga, dan pikirannya habis untuk memuaskan hawa nafsu. Akibatnya, ia tidak lagi punya waktu untuk memikirkan kehidupan setelah mati. Bekal untuk akhirat menjadi kosong melompong.

Selanjutnya, gaya hidup ini akan mengikis habis rasa syukur dan qana’ah (merasa cukup). Paham hedonisme mendorong manusia untuk terus merasa kurang. Selalu ada gadget yang lebih baru, mobil yang lebih mewah, dan liburan yang lebih eksotis. Perasaan tidak pernah puas ini menghilangkan sifat syukur atas nikmat yang sudah ada. Kemudian, perasaan kurang ini memicu sifat boros dan gemar pamer (riya’). Harta dibelanjakan untuk hal-hal yang tidak penting. Tujuannya hanya untuk mendapatkan pengakuan dan pujian dari manusia. Padahal, Allah SWT sangat membenci perbuatan ini. Allah berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudara-saudara setan.” (QS. Al-Isra’: 27)

Lebih jauh lagi, kesibukan mengejar hiburan dan kemewahan akan menjauhkan seseorang dari ibadah. Hati menjadi keras dan berat untuk diajak berzikir. Shalat sering kali ditunda atau bahkan ditinggalkan. Al-Qur’an hanya menjadi hiasan di rak buku. Pada akhirnya, dampak ini meluas ke tatanan sosial. Hedonisme sering kali mendorong perilaku negatif. Seperti gaya hidup konsumtif yang berlebihan, pesta pora, pergaulan bebas, hingga tindak kriminalitas. Semua itu dilakukan demi mempertahankan gaya hidup yang penuh kepalsuan.

Manfaat Konsumsi Kopi Tanpa Gula: Melangkah Menuju Gaya Hidup yang Lebih Sehat

Menemukan Penawar: Solusi Islam untuk Keseimbangan Hidup

Islam tidak hanya menunjukkan penyakitnya. Ia juga menawarkan penawar yang sangat manjur untuk melawan virus hedonisme. Solusi pertama dan paling fundamental adalah menanamkan tauhid yang kokoh. Seorang Muslim harus benar-benar sadar bahwa tujuan hidupnya adalah untuk mengabdi kepada Allah. Bukan untuk bersenang-senang tanpa batas. Ketika tujuan ini jelas, maka seluruh aktivitas hidupnya akan diarahkan untuk meraih rida-Nya.

Selanjutnya, kita harus senantiasa meningkatkan kesadaran akan akhirat. Mengingat kematian adalah obat yang sangat mujarab untuk melawan cinta dunia yang berlebihan. Dengan menyadari bahwa kita akan kembali kepada-Nya, seseorang akan lebih berhati-hati dalam menggunakan waktu dan hartanya. Islam juga mengajarkan kita untuk mengamalkan gaya hidup sederhana atau zuhud. Zuhud bukan berarti hidup miskin atau meninggalkan dunia sama sekali. Zuhud berarti dunia ada di tangan, tetapi tidak masuk ke dalam hati. Rasulullah SAW adalah teladan sempurna dalam hal ini. Beliau mampu hidup mewah, namun memilih jalan kesederhanaan.

Terakhir, lingkungan pergaulan memiliki pengaruh yang sangat besar. Seseorang akan cenderung mengikuti gaya hidup teman-temannya. Oleh karena itu, sangat penting untuk memilih bergaul dengan orang-orang saleh. Mereka adalah orang-orang yang akan senantiasa mengingatkan kita pada kebaikan dan akhirat. Lingkungan yang positif akan menjadi benteng yang melindungi kita dari serbuan gaya hidup hedonis.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement