“Suami jarang shalat, istri jarang shalat, anak tidak shalat—bagaimana rumah tangga seperti ini bisa bahagia?”
Kalimat di atas terdengar tajam dan menyentak, namun begitulah realita yang terjadi di sebagian besar rumah tangga Muslim saat ini. Kita hidup dalam masyarakat yang mungkin mengaku beragama Islam, namun abai terhadap tiang agama itu sendiri: shalat.
Seringkali kita mendambakan rumah tangga yang damai, harmonis, sejahtera, dan bahagia. Namun lupa bahwa pondasi kebahagiaan hakiki dalam rumah tangga bukanlah harta, bukan pula komunikasi belaka, melainkan ketaatan kepada Allah, dimulai dari mendirikan shalat lima waktu secara berjamaah dan penuh kesadaran.
Shalat: Tiang Agama dan Penentu Kebahagiaan
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat. Barang siapa meninggalkannya maka ia telah kafir.” (HR. At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah)
Shalat bukan sekadar ritual ibadah. Ia adalah fondasi spiritual, benteng dari maksiat, dan penghubung antara hamba dengan Rabb-nya. Jika dalam sebuah rumah tangga, suami tak shalat, istri tak shalat, dan anak-anak tumbuh tanpa mengenal shalat—maka rumah itu ibarat bangunan megah yang rapuh, siap runtuh kapan saja.
Bagaimana mungkin kebahagiaan bisa bertahan jika Allah tidak dihadirkan dalam rumah itu?
Pentingnya Peran Suami dan Istri dalam Menegakkan Shalat
Rumah tangga yang sakinah bukan dicapai dengan jalan pintas, melainkan dibangun melalui komitmen bersama untuk bertakwa. Peran utama ada pada suami sebagai imam, dan istri sebagai pendamping yang mendukung dalam taat.
Allah berfirman:
> “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (QS. At-Tahrim: 6)
Menjaga keluarga dari neraka bukan dengan memberi makan enak, rumah mewah, atau sekolah unggulan semata—tapi dengan mengajarkan shalat, mengawasi pelaksanaannya, dan menjadi teladan dalam ketaatan.
Istri juga memiliki peran penting. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anak. Bila ia menjaga shalat, mengingatkan suami dan anak-anaknya, maka rumah itu akan penuh cahaya iman.
Tanda-Tanda Rumah yang Dirahmati Allah
Dalam kutipan dari Asy-Syaikh Abdurrahman bin Aliy bin Ahmad As-Sihmiy, dijelaskan bahwa rumah yang bahagia adalah rumah:
Bersih dari maksiat dan dosa. Bebas dari musik dan nyanyian. Tidak dihiasi gambar-gambar maksiat. Tidak ada ucapan kotor, cacian, dan makian. Tidak meninggalkan shalat. Tidak menyekutukan Allah dengan doa kepada jin atau makhluk halus.
Rumah seperti ini bukan rumah yang suram atau “ketinggalan zaman”, tapi rumah yang diberkahi, penuh ketenangan jiwa. Di sinilah nilai sakinah itu hadir, yakni ketenangan spiritual yang diturunkan Allah karena penghuninya menjaga hubungan dengan-Nya.
Bahaya Rumah Tanpa Shalat: Gelap, Guncang, dan Ganas
Bayangkan sebuah rumah yang penghuninya lalai shalat:
Tidak ada waktu yang ditata untuk menghadap Allah. Hari-hari berlalu dalam kebisingan duniawi, tapi hampa dari dzikir. Anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang kosong dari adab kepada Tuhan. Suami-istri sibuk bekerja, namun lupa sujud bersama. Mereka saling bicara tentang masalah, namun tidak pernah memohon solusi dari Allah.
Rumah seperti ini adalah tempat berkumpulnya kegelapan ruhani. Syaithan mudah masuk, hati keras, dan pertengkaran mudah terjadi karena tidak ada nur dari shalat yang menerangi jiwa.
Allah telah berfirman:
> “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku (al-Qur’an), maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit…” (QS. Thaha: 124)
Rumah tanpa shalat bukan hanya sempit secara spiritual, tapi juga seringkali sempit dalam urusan rezeki, ketenangan, dan solusi hidup.
Menyalakan Cahaya Shalat dalam Rumah
Berikut beberapa langkah untuk menghidupkan kembali shalat dalam rumah tangga:
1. Mulai dari Kepala Keluarga:
Suami harus menjadi teladan, bukan hanya menyuruh, tapi mendirikan shalat dengan istiqamah, dan mengajak keluarga untuk berjamaah.
2. Istri yang Sadar Shalat:
Istri bukan hanya mengingatkan, tapi juga menjadi penyejuk dengan keteladanan. Jika ibu shalat tepat waktu, anak-anak akan mengikuti.
3. Shalat Jamaah di Rumah:
Jadikan waktu shalat sebagai waktu berkumpul ruhani. Di sela-sela sibuknya dunia, sujud bersama sebagai keluarga akan menjadi momen yang paling bermakna.
4. Didik Anak Sejak Dini:
Nabi ﷺ bersabda: “Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat saat usia 7 tahun…” (HR. Abu Dawud). Jangan menunggu mereka dewasa, karena cinta kepada shalat harus ditanamkan sejak kecil.
5. Hilangkan Penghalang Shalat:
Musik, tayangan maksiat, gambar yang tidak layak—semuanya harus disingkirkan. Rumah yang banyak maksiatnya akan membuat hati berat untuk berdzikir dan bersujud.
Shalat Bukan Beban, Tapi Rahmat
Sebagian orang menganggap shalat itu berat. Padahal justru shalatlah yang meringankan hidup. Dalam shalat ada ketenangan, ada solusi, dan ada limpahan rahmat dari Allah.
Rasulullah ﷺ, ketika menghadapi masalah berat, beliau bersabda:
> “Wahai Bilal, istirahatkan kami dengan shalat!” (HR. Abu Dawud)
Shalat adalah waktu rehat terbaik dari penatnya dunia. Jika rumah kita menjadikan shalat sebagai penyejuk jiwa, maka Allah akan menurunkan keberkahan dari langit dan bumi.
Penutup: Bahagia Itu Berawal dari Sajadah
Bahagia yang hakiki bukan karena uang banyak, rumah megah, atau liburan ke luar negeri. Bahagia dimulai dari ketaatan kepada Allah. Dan titik awalnya adalah shalat.
Jika suami dan istri menjaga shalat, anak-anak mengikuti, rumah itu akan dipenuhi rahmat, malaikat akan turun, dan syaithan menjauh. Pertengkaran akan diredam, rezeki akan dilapangkan, dan hati akan tenang.
Maka mari kita renungkan:
Jika shalat belum menjadi kebiasaan di rumah kita, sekaranglah saatnya untuk memulai. Sebelum kita menuntut kebahagiaan, mari kita hadirkan Allah dalam kehidupan rumah tangga kita—melalui shalat.
> “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, dan sungguh mengingat Allah (shalat) itu lebih besar (keutamaannya).” (QS. Al-‘Ankabut: 45)
Jadikan rumah kita sebagai rumah shalat, dan insya Allah, kebahagiaan akan datang bukan hanya di dunia—tapi juga di akhirat. Konten dakwah keluarga Muslim. Silakan disebarluaskan untuk menghidupkan rumah dengan cahaya shalat. Sumber kutipan: Al-Bait As-Sa’iid, hal. 16 | masjidjannatulfirdausofficial. (Tengku)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
