Kalam
Beranda » Berita » Memahami Esensi Ajaran Islam yang Adil dan Setara

Memahami Esensi Ajaran Islam yang Adil dan Setara

Anak Yang Tidak Sopan
Seorang guru yang bijaksana dan tersenyum, sedang membacakan kitab 'Akhlaq lil Banin'

Memahami Esensi Ajaran Islam yang Adil dan Setara

SURAU.CO – Islam kerap kali diperkenalkan sebagai agama yang membawa rahmat bagi semesta alam atau rahmatan lil ‘alamin. Konsep ini bukanlah sekadar slogan. Sebaliknya, ia memiliki makna yang sangat mendalam. Salah satu pilar penting yang menopang gagasan tersebut adalah prinsip keadilan serta kesetaraan. Kedua nilai luhur ini menjadi fondasi yang sangat krusial. Keduanya berfungsi sebagai syarat mutlak bagi terwujudnya sebuah tatanan masyarakat yang damai. Lebih dari itu, masyarakat yang harmonis dan sejahtera juga lahir dari sana. Ketika kita menelusuri jejak sejarahnya, Islam sejatinya hadir sebagai sebuah revolusi. Tujuannya adalah untuk membongkar struktur ketidakadilan sosial. Agama ini juga secara tegas menentang praktik diskriminasi. Selain itu, Islam berjuang membebaskan kelompok-kelompok lemah dari segala bentuk penindasan.

Prinsip keadilan dan kesetaraan tidak hanya relevan pada masa lalu. Justru, nilai-nilai ini semakin penting di tengah kompleksitas zaman modern. Berbagai tantangan global seperti polarisasi sosial, ketimpangan ekonomi, dan krisis kemanusiaan menuntut respons yang berlandaskan etika universal. Di sinilah ajaran Islam menawarkan sebuah kerangka kerja yang solid. Kerangka tersebut tidak hanya bersifat teologis. Akan tetapi, ia juga sangat praktis untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, memahami kedua pilar ini secara komprehensif adalah langkah awal. Langkah tersebut penting untuk mengenali wajah Islam yang sesungguhnya. Yaitu, wajah agama yang memanusiakan manusia serta menjunjung tinggi martabat setiap individu tanpa terkecuali.

Fondasi Keadilan Universal dalam Ajaran Islam

Ketika berbicara tentang keadilan dalam Islam, cakupannya sangatlah luas. Keadilan, atau Al-‘Adl dalam terminologi Arab, bukan hanya terbatas pada ranah hukum di pengadilan. Sebaliknya, ia meresap ke dalam seluruh sendi kehidupan seorang Muslim. Ia mencakup aspek sosial, ekonomi, politik, hingga hubungan antarindividu. Keadilan berarti menempatkan segala sesuatu pada tempatnya yang semestinya. Allah SWT secara eksplisit memerintahkan penegakan keadilan. Perintah ini tertuang dengan jelas di dalam Al-Qur’an.

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan…” (QS. An-Nahl: 90)

Ayat suci ini menegaskan posisi keadilan sebagai sebuah perintah ilahi yang tidak bisa ditawar. Oleh karena itu, berlaku adil bukan lagi sekadar pilihan etis. Ia telah menjadi bagian integral dari ibadah dan ketaatan kepada Sang Pencipta. Dalam konteks kehidupan sosial, ajaran Islam menggariskan sebuah tuntutan. Setiap individu harus memperoleh hak-haknya secara penuh. Proses ini tidak boleh terpengaruh oleh status sosial, afiliasi suku, atau latar belakang apa pun. Merenungkan hal ini, kita sadar bahwa keadilan dalam Islam bukanlah konsep abstrak, melainkan sebuah tuntutan etis yang aktif dan menantang.

Kurikulum Cinta dan Dakwah Perempuan

Komitmen Islam terhadap keadilan tanpa pandang bulu tercermin dalam keteladanan Nabi Muhammad SAW. Beliau dengan tegas menyatakan bahwa hukum berlaku untuk semua orang. Tidak ada seorang pun yang kebal terhadap hukum, bahkan jika orang tersebut berasal dari keluarganya sendiri. Pernyataan ini menjadi sebuah standar moral yang sangat tinggi. Ia menunjukkan bahwa dalam Islam, keadilan prosedural harus diutamakan di atas ikatan kekerabatan atau kekuasaan. Prinsip inilah yang semestinya menjadi ruh dalam setiap sistem peradilan. Dengan demikian, kepercayaan publik terhadap institusi hukum dapat terbangun secara kokoh dan berkelanjutan.

Menegaskan Martabat Manusia Melalui Prinsip Kesetaraan

Selanjutnya, prinsip kesetaraan atau Al-Musawah menjadi pilar kedua yang tak terpisahkan dari keadilan. Ajaran Islam secara fundamental menegaskan bahwa seluruh umat manusia memiliki kedudukan yang setara di hadapan Allah SWT. Tidak ada satu ras yang lebih unggul dari ras lainnya. Tidak ada pula satu suku bangsa yang lebih mulia dari yang lain. Satu-satunya parameter yang menjadi pembeda di antara manusia adalah tingkat ketakwaannya. Ketakwaan ini merujuk pada kesadaran spiritual dan kualitas akhlak seseorang. Pesan agung ini disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam salah satu momen paling bersejarah, yaitu khutbah perpisahan (khutbatul wada’).

“Wahai manusia! Sesungguhnya Tuhan kalian satu dan bapak kalian satu. Tidak ada kelebihan orang Arab atas non-Arab, atau non-Arab atas orang Arab, tidak juga orang berkulit putih atas berkulit hitam, atau sebaliknya, kecuali karena takwa.” (HR. Ahmad)

Kutipan ini merupakan sebuah deklarasi kemanusiaan yang revolusioner pada zamannya. Ia secara langsung meruntuhkan pilar-pilar kesombongan berbasis keturunan dan warna kulit yang begitu mengakar kuat. Sungguh, sebuah pesan yang melampaui zamannya, menawarkan obat penawar bagi penyakit rasisme dan diskriminasi yang masih mengakar hingga kini. Ajaran ini menempatkan martabat manusia pada level yang paling tinggi. Status sosial, kekayaan, maupun jabatan duniawi menjadi tidak relevan di hadapan Tuhan.

Lebih jauh lagi, prinsip kesetaraan ini juga berlaku dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya memiliki kedudukan yang sama dalam menjalankan ibadah. Mereka juga sama-sama memikul tanggung jawab sebagai khalifah di muka bumi. Meskipun memiliki peran biologis dan sosial yang mungkin berbeda, hak serta kewajiban fundamental mereka tetap setara. Islam menolak pandangan yang merendahkan salah satu jenis kelamin. Sebaliknya, Al-Qur’an menggambarkan hubungan keduanya sebagai mitra yang saling melindungi dan melengkapi.

Istigfar: Kunci Rahasia yang Membuka Pintu Ampunan dan Rezeki

Praktik Keadilan dan Kesetaraan di Era Modern

Prinsip-prinsip luhur tentang keadilan dan kesetaraan tentu bukanlah sekadar warisan sejarah. Nilai-nilai ini harus terus dihidupkan dan diimplementasikan dalam konteks kehidupan modern. Menerapkan keadilan berarti kita harus aktif memperjuangkan hak-hak kaum yang terpinggirkan. Hal ini bisa diwujudkan dengan memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang dalam mengakses pendidikan berkualitas. Selain itu, setiap individu berhak mendapatkan peluang kerja yang layak tanpa diskriminasi. Dalam dunia usaha, keadilan berarti memberikan upah yang pantas kepada para pekerja.

Menegakkan hukum tanpa pilih kasih juga menjadi manifestasi konkret dari ajaran ini. Proses hukum tidak boleh tumpul ke atas namun tajam ke bawah. Sebaliknya, ia harus menjadi pedang keadilan yang adil bagi siapa saja. Demikian pula, menghormati hak-hak perempuan, melindungi anak-anak dari eksploitasi, serta menjamin kebebasan beragama bagi kaum minoritas adalah bagian tak terpisahkan dari implementasi nilai Islam. Islam mendorong setiap umatnya untuk menjadi agen perubahan. Kita didorong untuk tidak diam melihat kezaliman. Sebaliknya, kita harus menjadi pembela bagi mereka yang tertindas.

Pada akhirnya, menjadi seorang Muslim sejati berarti menjadi duta keadilan dan kesetaraan di mana pun kita berada. Ajaran Islam tentang keadilan dan kesetaraan merupakan bukti otentik. Bukti bahwa agama ini secara inheren menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang paling fundamental. Di tengah berbagai tantangan zaman dan jurang perbedaan yang semakin melebar, kedua prinsip ini harus menjadi kompas moral. Dengan berpegang teguh padanya, umat Islam diharapkan mampu hidup berdampingan secara damai. Kita bisa menjunjung tinggi hak setiap insan. Lebih dari itu, kita dapat menjadi pelopor dalam mewujudkan masyarakat global yang lebih adil, setara, dan berperadaban.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement