SURAU.CO – Setiap manusia di muka bumi ini pasti mencari kebahagiaan. Ia adalah tujuan akhir dari setiap usaha dan kerja keras. Banyak orang mengira kebahagiaan terletak pada harta yang melimpah. Sebagian lain mencarinya dalam jabatan yang tinggi atau popularitas yang luas. Mereka menghabiskan seluruh hidupnya untuk mengejar fatamorgana tersebut.
Namun, Islam menawarkan sebuah resep yang sama sekali berbeda. Kebahagiaan sejati bukanlah sesuatu yang kita kejar di luar diri. Ia adalah sebuah kondisi hati yang lahir dari dalam. Ulama besar, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah, merumuskan bahwa kebahagiaan hakiki hanya ditopang oleh dua pilar utama. Memahami keduanya adalah kunci untuk meraih ketenangan abadi.
Dua Pilar Utama Kebahagiaan
Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa sumber kebahagiaan seorang hamba tidaklah banyak. Ia hanya berporos pada dua hal yang sangat mendasar. Jika seorang hamba mampu menggenggam keduanya, maka ia akan merasakan kebahagiaan yang tidak akan bisa dibeli dengan harta dunia.
Beliau berkata,
“Kebahagiaan seorang hamba itu berporos pada dua kaidah (pokok). Dan di atas dua kaidah inilah kebahagiaan seorang hamba dibangun. (Dua kaidah itu adalah) mengingat karunia Allah di masa lampau dan menanti-nanti karunia Allah di masa yang akan datang.”
Mari kita bedah kedua pilar agung ini satu per satu.
Pilar Pertama: Mengingat dan Mensyukuri Nikmat Masa Lalu
Pilar pertama adalah kemampuan untuk melihat ke belakang dengan penuh rasa syukur. Cobalah berhenti sejenak dan renungkan perjalanan hidup Anda. Betapa banyak nikmat yang telah Allah berikan sejak kita lahir hingga detik ini. Nikmat napas, kesehatan, iman, keluarga, dan jutaan nikmat lain yang tak mungkin kita hitung.
Seringkali, kita melupakan semua itu. Kita hanya fokus pada apa yang belum kita miliki. Hati menjadi sempit karena merasa kekurangan. Padahal, jika kita mau jujur, nikmat yang telah kita terima jauh lebih banyak daripada masalah yang kita hadapi.
Mengingat nikmat masa lalu akan melahirkan beberapa buah manis:
-
Meningkatkan rasa syukur: Hati akan dipenuhi rasa terima kasih kepada Allah.
-
Menumbuhkan optimisme: Kita sadar bahwa Allah tidak pernah meninggalkan kita.
-
Mengikis rasa putus asa: Keyakinan bahwa Dzat yang menolong kita dulu, pasti akan menolong kita lagi.
Inilah sebabnya mengapa syukur menjadi salah satu ibadah hati yang paling agung. Ia adalah pintu pertama menuju kebahagiaan.
Pilar Kedua: Menanti Rahmat Allah di Masa Depan
Pilar kedua adalah kemampuan untuk melihat ke depan dengan penuh harapan. Ini adalah wujud dari prasangka baik (husnuzhan) kepada Allah. Seorang mukmin tidak pernah cemas secara berlebihan tentang masa depan. Ia yakin bahwa apa yang ada di sisi Allah jauh lebih baik. Ia selalu menanti-nanti rahmat, pertolongan, dan ampunan dari Rabb-nya.
Harapan inilah yang membuat seorang hamba tetap tegar di tengah ujian. Ia tahu bahwa setiap kesulitan pasti akan berakhir. Ia percaya bahwa setelah kegelapan malam, pasti akan terbit fajar yang cerah. Keyakinan ini memberikan kekuatan yang luar biasa. Ia menjaga jiwa dari penyakit waswas, kegelisahan, dan ketakutan akan hal yang belum terjadi.
Ibnul Qayyim juga menjelaskan mengapa banyak orang gagal meraih bahagia.
“Adapun orang yang tersesat (dari jalan kebahagiaan), maka dia mencari kebahagiaan pada selain dua kaidah ini. Ada yang mencarinya dengan harta dan kekuasaan. Ada pula yang mencarinya dengan kefasikan dan permainan yang melalaikan. Bahkan, ada yang mencarinya dengan berbagai macam syahwat (yang haram).”
Mereka semua salah alamat. Harta bisa mendatangkan stres. Jabatan bisa melahirkan kecemasan. Kesenangan sesaat hanya akan meninggalkan kehampaan setelahnya.
Bagaimana Cara Membangun Dua Pilar Ini?
Membangun kebiasaan bersyukur dan berharap tentu butuh latihan. Kita bisa memulainya dengan langkah-langkah sederhana.
-
Buat daftar syukur harian. Sebelum tidur, coba tulis tiga sampai lima hal yang Anda syukuri hari ini.
-
Ucapkan “Alhamdulillah” dengan tulus. Rasakan maknanya setiap kali mendapatkan nikmat, sekecil apa pun itu.
-
Perbanyak doa. Berdoalah dengan penuh keyakinan. Mintalah kepada Allah kebaikan dunia dan akhirat.
-
Pelajari nama dan sifat Allah. Mengenal Allah sebagai Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan Al-Karim (Maha Pemurah) akan memperkuat harapan kita.
Kebahagiaan yang Terikat pada Allah
Pada akhirnya, kebahagiaan seorang muslim adalah kebahagiaan yang terikat langsung dengan Allah. Ia tidak bergantung pada kondisi eksternal yang mudah berubah. Ia kokoh karena ditopang oleh syukur atas masa lalu dan harapan akan masa depan. Inilah kebahagiaan yang sejati, yang akan terus bersama kita di dunia hingga ke surga kelak.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
