Pendidikan
Beranda » Berita » Resiko Meremehkan Dosa: Refleksi dari Kajian Muslimah Bersama Ustadz Dr. Zaenal Abidin

Resiko Meremehkan Dosa: Refleksi dari Kajian Muslimah Bersama Ustadz Dr. Zaenal Abidin

Refleksi dari Kajian Muslimah Bersama Ustadz Dr. Zaenal Abidin.

RISIKO MEREMEHKAN DOSA: Refleksi dari Kajian Muslimah Bersama Ustadz Dr. Zaenal Abidin.

 

 

“Janganlah kamu memandang ringan suatu dosa, karena gunung yang tinggi pun terbentuk dari butiran debu.”
— (Peribahasa Arab, makna yang senada juga dikutip dalam hadits riwayat Ibnu Majah)

Pada Senin pagi, 4 Agustus 2025 (bertepatan dengan 10 Shafar 1447 H), suasana di Masjid Islamic Center Imam Ibnu Hajar, Munjul, Jakarta Timur, begitu hidup oleh semangat para muslimah yang hadir dalam Kajian Rutin Muslimah bersama Ustadz Dr. Zaenal Abidin, Lc., M.M., hafizhahullah. Tema yang diangkat kali ini—Risiko Meremehkan Dosa—menggugah kesadaran kita akan bahaya laten dari sikap yang seringkali dianggap sepele oleh sebagian orang.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Meremehkan Dosa: Permulaan dari Kehancuran

Salah satu penyakit hati yang sangat berbahaya namun sering tidak disadari adalah sikap istisghārudz dzanb (menganggap remeh dosa). Ustadz Zaenal membuka kajian dengan mengingatkan sabda Nabi Muhammad ﷺ:

> “Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah dosa-dosa kecil, karena sesungguhnya perumpamaannya seperti suatu kaum yang turun di suatu lembah, lalu datanglah seseorang membawa satu ranting kayu, kemudian yang lain juga membawa satu ranting, hingga mereka berhasil menyalakan api dan memasak makanan mereka.” (HR. Ahmad dan Thabrani)

Hadits ini mengajarkan kita bahwa dosa kecil, jika terus dibiarkan dan dikumpulkan, akan menjadi sebab murka Allah, sebagaimana ranting-ranting kecil bisa menyalakan api besar yang membakar. Sikap meremehkan dosa kecil adalah awal dari terbukanya jalan menuju dosa-dosa besar. Tidak jarang, dosa besar terjadi karena terbiasa menyepelekan dosa kecil.

Dosa Tak Lagi Menyentak Jiwa

Di era media sosial dan budaya viral hari ini, kita menyaksikan betapa normalisasi dosa semakin mengkhawatirkan. Pergaulan bebas dianggap “biasa”, aurat terbuka disebut “hak berekspresi”, bahkan kebohongan dilabeli sebagai “strategi”. Seringkali seseorang tertawa lepas saat berghibah, merasa bangga saat menipu, dan ringan hati saat meninggalkan shalat.

Dalam kajian ini, Ustadz Zaenal mengajak hadirin untuk menyadari bahwa bahaya dosa bukan hanya pada perbuatannya, tetapi pada hilangnya rasa takut kepada Allah. Ketika seorang mukmin kehilangan kepekaan terhadap dosa, ia akan kehilangan benteng keimanannya.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Dampak Psikologis dan Spiritual Meremehkan Dosa

Sikap meremehkan dosa secara perlahan merusak hati (qalb), yang dalam Islam adalah pusat dari segala perilaku. Nabi ﷺ bersabda:

> “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad itu terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Orang yang hatinya telah terbiasa dengan dosa tidak lagi merasa terganggu saat melakukan maksiat. Ia menjadi seperti seseorang yang tinggal di dekat tempat sampah; mula-mula terganggu oleh baunya, namun lama-lama terbiasa.

Ustadz Zaenal menjelaskan, ketika hati telah keras, peringatan tidak lagi menyentuh, nasihat tidak lagi menyentuh, bahkan Al-Qur’an tidak lagi bergetar di dada. Ini adalah kondisi yang sangat berbahaya, sebagaimana firman Allah:

“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.” (QS. Al-Baqarah: 74)

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Risiko Sosial: Ketika Dosa Menjadi Budaya

Salah satu dampak meremehkan dosa adalah terbentuknya budaya yang permisif terhadap maksiat. Dalam masyarakat, kita melihat orang saling membiarkan bahkan membenarkan dosa atas nama “toleransi” atau “jangan menghakimi”.

Padahal dalam Islam, amar ma’ruf nahi munkar adalah kewajiban kolektif (fardhu kifayah). Ketika dosa dianggap biasa dan tak lagi dicegah, maka murka Allah bisa datang kepada seluruh komunitas. Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Sesungguhnya manusia, apabila melihat kemungkaran tetapi tidak mencegahnya, maka Allah akan menimpakan hukuman secara umum kepada mereka.” (HR. Abu Dawud)

Kajian ini pun mengingatkan bahwa tugas kita bukan hanya memperbaiki diri, tapi juga menjaga masyarakat dari keterpurukan moral.

Dosa Kecil Menurut Ulama

Dalam penjelasan para ulama, dosa terbagi menjadi dua: kabāir (dosa besar) dan shaghāir (dosa kecil). Namun, shaghāir pun bisa berubah menjadi dosa besar karena beberapa hal, seperti:

1. Terus-menerus dilakukan tanpa taubat

2. Merasa bangga melakukannya

3. Dilakukan terang-terangan

4. Meremehkannya

Syaikh Ibn Qayyim al-Jauziyyah menjelaskan, dosa kecil yang dilakukan terus-menerus dan tanpa rasa penyesalan akan menjadi lebih berat di sisi Allah daripada dosa besar yang dilakukan sekali tapi disertai taubat.

Kesadaran dan Taubat: Obat dari Kesombongan Spiritual

Dalam sesi tanya jawab, beberapa muslimah bertanya bagaimana menjaga kepekaan terhadap dosa di tengah lingkungan yang permisif. Ustadz Zaenal menjawab dengan menyampaikan langkah-langkah berikut:

1. Muroqabah – Merasa diawasi oleh Allah setiap waktu

2. Muhasabah – Introspeksi diri setiap hari sebelum tidur

3. Senantiasa beristighfar dan memperbanyak taubat

4. Berkumpul dengan orang-orang shalih

5. Menjauhi lingkungan dan tontonan yang menormalisasi dosa

Dengan taubat yang sungguh-sungguh, Allah akan mengganti dosa menjadi pahala. Sebagaimana firman-Nya:

“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman, dan mengerjakan amal shalih; maka kejahatan mereka akan diganti Allah dengan kebaikan.” (QS. Al-Furqan: 70)

Menjadikan Dosa sebagai Alarm Keimanan

Kajian ini ditutup dengan refleksi yang sangat dalam: Mukmin sejati bukanlah yang tidak pernah berdosa, tetapi yang tidak pernah meremehkan dosa. Bahkan para sahabat Nabi, meski jauh lebih mulia dari kita, menangis saat mengingat dosa yang tampak kecil bagi kita.

Dalam sebuah atsar, Ibnu Mas’ud berkata:

> “Sesungguhnya seorang mukmin memandang dosanya seperti ia sedang duduk di bawah gunung, khawatir gunung itu akan runtuh menimpanya. Sedangkan orang munafik memandang dosanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya, lalu diusir begitu saja.” (HR. Bukhari)

Maka, mulai hari ini, mari kita latih hati untuk peka terhadap dosa, sekecil apapun. Bukan untuk menjadi manusia sempurna, tapi agar kita tidak terlena dalam kubangan kesalahan yang perlahan tapi pasti menjauhkan kita dari rahmat Allah.

Penutup: Saatnya Bangkit Menjadi Muslimah yang Bertakwa

Mari jadikan ilmu dari kajian ini sebagai penguat langkah kita dalam menjalani hidup. Jangan sampai hati kita menjadi gelap karena kebiasaan meremehkan dosa. Jadikan setiap hari sebagai kesempatan untuk bertaubat, memperbaiki diri, dan menyesali kesalahan.

Sebagaimana disebutkan dalam hadits, Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Setiap anak Adam pasti berdosa, dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat.” (HR. Tirmidzi)

Semoga kita semua termasuk dalam golongan hamba-hamba Allah yang tidak tertipu oleh kecilnya suatu dosa, namun selalu besar rasa takutnya kepada-Nya. Aamiin.

Kajian ini diselenggarakan oleh YDICI, IHBS, dan ICIIH, dengan pembicara Ustadz Dr. Zaenal Abidin, Lc., M.M., di Masjid Islamic Center Imam Ibnu Hajar, Munjul, Jakarta Timur. Ikuti lebih lanjut melalui: Instagram: @zaenlabidinofficial Kontak. (Tengku Iskandar, M.Pd)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement