SURAU.CO – Harta adalah salah satu ujian terbesar dalam kehidupan manusia. Ia bisa menjadi jalan menuju surga jika digunakan dengan benar. Namun, ia juga bisa menjadi jurang kebinasaan jika hati terjangkit penyakit. Salah satu penyakit hati yang paling berbahaya terkait harta adalah sifat pelit. Perilaku ini sangat dibenci oleh Allah karena ia menutup pintu-pintu kebaikan.
Banyak orang mengira bahwa sifat pelit itu hanya satu jenis. Padahal, Islam secara rinci menjelaskan bahwa ada tingkatan dalam sifat ini. Setidaknya, ada dua sifat pelit yang sangat tercela dan memiliki dampak yang berbeda. Memahami keduanya akan membantu kita untuk waspada dan membersihkan diri darinya. Mari kita bedah perbedaan antara bakhil dan syuhh.
Tingkat Pertama: Sifat Bakhil (Kikir)
Sifat pelit yang paling umum dikenal adalah bakhil atau kikir. Bakhil adalah keengganan seseorang untuk mengeluarkan harta yang seharusnya ia keluarkan. Ini mencakup kewajiban seperti zakat, atau anjuran seperti sedekah dan infak. Orang yang bakhil menahan hartanya untuk dirinya sendiri. Ia merasa berat untuk berbagi dengan orang lain.
Sifat ini tidak hanya merugikan diri sendiri. Orang yang bakhil seringkali juga mengajak orang lain untuk berbuat serupa. Ia tidak suka melihat orang lain berbuat baik dengan hartanya. Selain itu, ia juga cenderung menyembunyikan nikmat yang Allah berikan. Allah Ta’ala berfirman tentang ciri-ciri mereka.
“(Yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka.” (QS. An-Nisa: 37)
Dari ayat ini, kita dapat melihat tiga karakter buruk sekaligus. Pertama, ia kikir pada dirinya sendiri. Kedua, ia menyebarkan virus kikir kepada orang lain. Ketiga, ia kufur nikmat dengan tidak menampakkan karunia Allah.
Tingkat Kedua yang Lebih Parah: Sifat Syuhh (Keserakahan Jiwa)
Jika bakhil adalah penyakit, maka syuhh adalah akarnya. Syuhh adalah tingkatan sifat pelit yang jauh lebih berbahaya. Ia bukan sekadar menahan harta yang dimiliki. Syuhh adalah sebuah keserakahan yang tertanam di dalam jiwa. Orang yang terjangkit syuhh tidak hanya pelit dengan hartanya. Ia juga sangat menginginkan harta yang ada di tangan orang lain.
Hatinya selalu merasa tidak puas. Ia ingin merebut apa yang bukan miliknya. Sifat inilah yang menjadi pemicu kezaliman, pertumpahan darah, dan pelanggaran terhadap kehormatan. Karena bahayanya yang luar biasa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan peringatan yang sangat tegas.
Beliau bersabda,
“Jauhilah kezaliman, karena kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat. Dan jauhilah asy-syuhh (sifat pelit dan tamak), karena sifat ini telah membinasakan umat-umat sebelum kalian. Sifat ini mendorong mereka untuk menumpahkan darah dan menghalalkan perkara-perkara yang diharamkan bagi mereka.” (HR. Muslim)
Lihatlah betapa mengerikan dampaknya. Sifat syuhh bisa mengubah manusia menjadi serigala bagi sesamanya. Ia adalah sumber dari banyak kejahatan besar di muka bumi.
Perbedaan Mendasar Antara Keduanya
Untuk lebih memahami, para ulama telah menjelaskan perbedaan mendasar antara bakhil dan syuhh. Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
“Syuhh adalah seperti kikir yang disertai dengan ketamakan. Syuhh adalah sifat pelit terhadap kebaikan yang ada pada dirinya dan tamak terhadap apa yang ada pada orang lain.”
Dengan kata lain, syuhh adalah gabungan dari dua sifat buruk. Ia pelit sekaligus tamak. Sementara itu, bakhil hanya terbatas pada sifat pelit terhadap apa yang ia miliki. Seseorang bisa saja bersifat bakhil (tidak mau memberi) tanpa memiliki sifat syuhh (tidak menginginkan milik orang lain). Namun, orang yang memiliki sifat syuhh sudah pasti bersifat bakhil.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menambahkan,
“Bakhil itu berkaitan dengan perkara tertentu. Adapun syuhh itu sifat umum yang ada pada jiwa.”
Ini menegaskan bahwa syuhh adalah penyakit jiwa yang kronis, sedangkan bakhil adalah manifestasi atau gejalanya.
Jalan Menuju Keberuntungan Hakiki
Setelah mengetahui bahayanya, tentu kita ingin terhindar dari penyakit ini. Al-Qur’an telah memberikan resepnya. Jalan satu-satunya untuk selamat dari sifat syuhh adalah dengan melawannya. Kita harus melatih diri untuk menjadi pribadi yang dermawan. Allah menjanjikan keberuntungan besar bagi siapa saja yang berhasil melakukannya.
“Dan barang siapa yang dipelihara dirinya dari keserakahan (syuhh), maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. At-Taghabun: 16)
Keberuntungan di sini mencakup dunia dan akhirat. Di dunia, hatinya akan tenang dan lapang. Di akhirat, ia akan mendapatkan pahala yang berlimpah dari apa yang telah ia infakkan.
Semoga Allah Ta’ala membersihkan jiwa kita dari sifat bakhil dan syuhh. Semoga kita semua digolongkan ke dalam orang-orang yang beruntung. Amin.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
