SURAU.CO. Imam Asy-Syafi’i memberikan petunjuk penting tentang cara menasihati orang lain. Beliau berkata, “Berilah nasihat kepadaku ketika aku sendiri. Jauhilah memberikan nasihat di tengah-tengah keramaian. Sesungguhnya nasihat di tengah-tengah manusia itu termasuk sesuatu Pelecehan yang aku tidak suka mendengarkannya. Jika engkau menyelisihi dan menolak saranku. Maka janganlah engkau marah jika kata-katamu tidak aku turuti” (Diwaan Imam Syafi’i halaman 56).
Saling menasehati sudah menjadi fitrah umat manusia. Adakalanya kita memberikan nasihat kepada orang lain, dan ada masanya kita yang menerima nasihat dari orang lain. Namun perlu diingat bahwa tujuan utama menasihati adalah menginginkan kebaikan bagi orang lain. Dalam hadits, disebutkan bahwa “Agama adalah nasihat.” (HR.Muslim).
Ini berarti bahwa menasihati adalah bagian penting dari agama kita. Ibnul Atsir menjelaskan bahwa “nasihat bagi kaum muslimin adalah memberikan petunjuk untuk kemaslahatan mereka” [An-Nihayah 5/142]
Menasihati dalam Sepi
Menasihati secara empat mata lebih efektif daripada di depan umum. Dengan cara ini, orang yang dinasihati lebih mungkin menerima nasihat dengan hati yang terbuka. Utamakan menasihati menggunakan kata-kata yang lembut dan mengena bukan dengan kata-kata kasar dan menyindir. Jangan sampai manusia lari dari nasehat dan dakwah kita serta enggan menerima.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mudahkan dan jangan mencapainya, berikan kabar gembira dan jangan membuat manusia lari.” (HR. Bukhari, Kitabul ‘Ilmu no.69)
Imam Asy-Syafi’i menjelaskan bahwa nasehat di depan publik (tanpa ada udzur yang membolehkan) adalah penghinaan, itu bukan nasehat. Meskipun niatnya baik, tetapi menasihati didepan umum hakikatnya adalah penghinaan kepada yang dinasihati.
DI zaman modern ini, kita juga dapat menasihati dalam sepi dengan memanfaatkan teknologi. Misalnya melalui whatsApp atau jika menggunakan media sosial, maka nasihati dengan inbok atau DM, jangan di kolom komentar yang dapat dibaca banyak orang.
Perlu berhati-hati dalam memberikan nasihat, jangan sampai kita sebenarnya bukan ingin menasihati. Akan tetapi ingin melalui nasihat di depan umum kita hanya ingin memperlihatkan kesombongan dan hasad kita dengan mempermalukan orang lain.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sejujurnya tidaklah berada pada sesuatu melainkan akan membuatnya lebih bagus, dan tidak akan tercabut sesuatu darinya kecuali akan membuatnya jelek.” [HR. Muslim]
Nasehat Terang-Terangan
Kita bisa memberikan nasehat secara terang-terangan dalam situasi tertentu. Jika kesalahan seseorang sudah tersebar luas, kita perlu menjelaskan secara publik bahwa itu adalah salah. Dalam memberikan nasehat seperti ini, kita harus tetap menjaga adab dan kesantunan. Kita hanya membantah dan menjelaskan kesalahan saja, tanpa harus menghina dan mengolok-olok.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan “Kemungkaran apabila dilakukan secara terang-terangan maka wajib mengingkarinya secara terang terangan juga.” [Liqa Bab Al-Maftuh 12/54]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan pengingkaran secara terang-terangan dan bahkan menyebut nama, yaitu ketika Khalid bin Walid melakukan suatu kesalahan. Nabi shallalahu alaihi wa sallam berdoa di hadapan para sahabat-sahabatnya mengingkari perbuatan Khalid bin Walid.
Ibnu Umar berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya lantas berdo’a, ”Wahai, Allah. Aku berlepas diri kepada-Mu dari apa yang diperbuat Khalid (bin Walid).”
Kita perlu mempertimbangkan dengan matang kapan harus memberikan nasehat di depan publik atau secara terang-terangan, dengan menimbang mashlahat dan mafsadahnya. Karena tujuan utama nasehat adalah memberikan kebaikan kepada yang dinasihati.
Adab dalam Menasihati
Kita harus melakukan nasehat dengan hati yang ikhlas, bukan untuk membanggakan diri. Jika ada yang meminta nasihat, maka berikanlah dengan sungguh-sungguh karena itu adalah hak saudara muslim. Pengertian nasehat adalah menginginkan kebaikan. Maka kita perlu memastikan tujuan kita menasihati adalah menginginkan kebaikan jangan malah membuatnya lari menjauh.
Dalam memberikan nasehat juga perlu memperhatikan kedudukan atau posisi kita dan orang yang akan dinasihati. Misalkan ketika memberikan nasehat kepada orang yang lebih tua, seperti orang tua atau atasan. Kita bisa menyampaikan nasehat dengan mengajukan pertanyaan dan mengajak diskusi tentang hal yang ingin kita sampaikan.
Perhatikan juga cara kita menasihati, hukum asalnya adalah lemah lembut. Bisa jadi sebenarnya yang dinasihati menerima nasehat tersebut, tetap ia “gengsi” menerima kebenaran dari kita karena cara kita yang tidak benar ketika menyampaikannya. Kita sebaiknya merahasiakan nasehat yang telah kita sampaikan agar hubungan dengan orang yang dinasihati tetap terjaga. Merahasiakan nasehat yang kita sampaikan adalah bagian dari adab menasihati.
Dengan memahami adab dan cara menasihati yang benar, kita bisa memberikan dampak positif bagi orang lain dan meningkatkan kualitas hubungan kita dengan mereka.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
