Opinion
Beranda » Berita » Lapangan Terbuka, Hati yang Terbuka: Hikmah Silaturahmi di Tengah Terik Mentari

Lapangan Terbuka, Hati yang Terbuka: Hikmah Silaturahmi di Tengah Terik Mentari

Lapangan Terbuka, Hati yang Terbuka: Hikmah Silaturahmi di Tengah Terik Mentari.

Lapangan Terbuka, Hati yang Terbuka: Hikmah Silaturahmi di Tengah Terik Mentari.

 

 

Pada suatu pagi yang cerah, di tengah lapangan tenis yang terbuka, empat insan lintas generasi berdiri berdampingan. Tak hanya raket dan bola yang mereka bawa, tetapi juga semangat, harapan, dan makna mendalam tentang kebersamaan, sportivitas, serta pentingnya menjaga tubuh dan jiwa.

Foto ini bukan sekadar dokumentasi kegiatan olahraga biasa. Ia merekam momen silaturahmi antar generasi—antara yang muda yang penuh semangat, dan yang tua yang sarat pengalaman. Di tengah panas mentari, peluh yang menetes menjadi saksi bahwa kebugaran fisik bisa menyatukan hati, melatih kedisiplinan, dan menyegarkan ukhuwah.

Riyadus Shalihin: Antidot Ampuh Mengobati Fenomena Sick Society di Era Modern

Olahraga: Jalan Menuju Kesehatan dan Kedekatan

Dalam Islam, menjaga kesehatan adalah bagian dari ibadah. Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah…” (HR. Muslim)

Olahraga bukan hanya aktivitas jasmani. Ia adalah bagian dari syukur atas nikmat tubuh. Saat kita menggerakkan tubuh, mengatur napas, dan meresapi keringat, kita sedang mensyukuri nikmat sehat sebelum sakit datang. Di lapangan inilah, kesadaran akan pentingnya merawat tubuh bertemu dengan nilai-nilai kekeluargaan.

Anak muda dalam foto ini mungkin sedang dilatih ayah atau pamannya. Ia terlihat serius, menyimpan semangat dan rasa ingin tahu. Sementara orang dewasa tersenyum, memberi semangat, dan menunjukkan bahwa hidup bukan hanya soal menang-kalah, tetapi tentang bagaimana kita bertumbuh bersama dalam suasana yang positif.

Antara Raketan dan Doa: Menjaga Akhlak di Setiap Arena

Olahraga seringkali membawa tantangan emosi. Ada kalah, ada menang. Tapi sesungguhnya, lapangan adalah tempat terbaik untuk melatih akhlak: kesabaran, ketangguhan, kejujuran, dan kerendahan hati.

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

Di sinilah pentingnya menanamkan nilai-nilai Islam dalam aktivitas harian, termasuk olahraga. Nabi Muhammad ﷺ adalah sosok yang kuat secara fisik, mahir berkuda, memanah, dan bahkan berlomba lari. Namun, beliau juga mengajarkan adab dalam setiap kompetisi—tidak sombong saat menang, tidak mencaci saat kalah, dan selalu menjaga lisan serta hati.

Foto ini memperlihatkan senyum yang tulus dan semangat yang jernih. Tidak ada kesan saling menjatuhkan. Justru aura kebersamaan yang tercermin. Inilah esensi dari “bermain untuk belajar”, bukan “bermain untuk menjatuhkan”.

Membangun Generasi Tangguh

Salah satu kekhawatiran umat hari ini adalah lemahnya fisik dan mental generasi muda. Terlalu lama terjebak di depan gawai, kurang gerak, mudah lelah, dan emosional. Di sinilah peran penting orang tua dan para pendidik: membangun tradisi olahraga sebagai bagian dari pendidikan karakter.

Mengajak anak ke lapangan, melatihnya untuk sabar, menghargai lawan, bekerja sama, dan menerima kekalahan, adalah bagian dari pendidikan adab yang sangat penting.

Generasi Sandwich dan Birrul Walidain: Mengurai Dilema dengan Solusi Langit

Gambar ini bisa menjadi simbol perubahan kecil namun berdampak besar. Jika satu anak tumbuh dengan nilai sportivitas dan kekuatan mental, maka masyarakat akan memiliki satu calon pemimpin yang berkarakter.

Alam Terbuka: Ladang Tadabbur

Tak bisa dilewatkan pula bahwa foto ini mengambil latar pegunungan dan alam yang hijau. Sebuah tempat yang luas, lapang, dan indah. Rasulullah ﷺ sering menjadikan alam sebagai ladang kontemplasi. Gunung, awan, angin, dan tanah adalah ayat-ayat Allah yang bisa dibaca oleh siapa pun yang beriman.

> “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.” (QS. Ali ‘Imran: 190)

Berolahraga di alam terbuka tak hanya menyehatkan fisik, tetapi juga memperluas jiwa. Ia membuat kita merasa kecil di hadapan keagungan ciptaan Allah. Ia mengajarkan kita untuk merendah, bersyukur, dan tidak sombong atas kekuatan yang kita miliki.

Di sela-sela istirahat usai bermain tenis, semestinya kita juga menyelipkan doa, dzikir, dan tafakkur. Bahwa hidup ini bukan hanya soal kecepatan atau kekuatan, tetapi juga soal kebeningan hati dan kejernihan niat.

Silaturahmi yang Menyegarkan

Dalam foto ini, terlihat wajah-wajah dari berbagai latar usia. Mungkin ada yang seorang guru, seorang ayah, seorang anak, atau seorang sahabat lama. Dalam Islam, silaturahmi adalah kunci keberkahan. Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Lapangan tenis, meski bukan masjid, bisa menjadi tempat menyambung hati. Di sanalah pembicaraan ringan berujung pada kehangatan, saling sapa membawa bahagia, dan kehadiran menjadi lebih berarti dari sekadar pertandingan.

Menjadikan Setiap Aktivitas Bernilai Ibadah

Apa pun aktivitas kita, jika diniatkan untuk kebaikan dan dilakukan dengan adab serta syukur, akan bernilai ibadah. Bahkan olahraga sekalipun. Maka, ketika memegang raket, mulailah dengan basmalah. Ketika memberi semangat pada teman, niatkan sebagai sedekah senyum. Ketika kalah, katakan, “Alhamdulillah, ini pelajaran untuk hari esok.”

Betapa indah jika semua aktivitas dunia bisa diarahkan untuk akhirat. Lapangan bukan hanya tempat berolahraga, tapi juga menjadi madrasah ruhani bagi diri sendiri dan anak-anak kita.

Penutup: Membangun Peradaban Dimulai dari Lapangan

Dunia Islam pernah melahirkan tokoh-tokoh yang tangguh secara fisik dan mental. Umar bin Khattab dikenal kuat dan pemberani. Khalid bin Walid mahir dalam strategi perang. Namun semua itu tidak hadir dari ruang duduk yang nyaman. Mereka dibesarkan dalam tempaan fisik dan tantangan nyata.

Hari ini, mungkin kita tidak lagi berada di medan perang. Tapi kita masih bisa melahirkan generasi tangguh dari tempat-tempat sederhana—seperti lapangan tenis di bawah sinar matahari, dengan raket di tangan, dan peluh di wajah.

Semoga setiap momen kebersamaan ini menjadi saksi di akhirat, bahwa kita pernah memanfaatkan waktu luang dengan penuh makna. Kita pernah menanamkan semangat, menyiramnya dengan adab, dan memetik buahnya dalam bentuk persahabatan, kekuatan, dan cinta yang lillah. (Tengku Iskandar, M. Pd)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement