Khazanah
Beranda » Berita » Menjaga Ukhuwah Islamiyah

Menjaga Ukhuwah Islamiyah

Ilustrasi sedekah air
Ilustrasi sedekah air

Menjaga Ukhuwah Islamiyah Tanpa Membedakan Agama, Suku, Ras, dan Golongan di Era Modern

SURAU.CO – Islam sejatinya hadir sebagai rahmat bagi semesta alam. Ajarannya tidak hanya mengatur hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhannya. Namun, Islam juga meletakkan fondasi kokoh bagi hubungan horizontal antar sesama manusia. Salah satu pilar utamanya adalah konsep ukhuwah atau persaudaraan. Nilai luhur ini sering kali disalahpahami secara sempit. Padahal, ukhuwah Islamiyah mendorong umatnya untuk menebar kasih sayang sejati. Kita diajarkan untuk berlaku adil dan saling menghormati kepada semua manusia. Sikap ini berlaku tanpa memandang latar belakang agama, suku, ras, maupun golongan sosial.

Pada hakikatnya, setiap manusia adalah ciptaan Allah yang mulia. Oleh karena itu, membangun harmoni dalam kehidupan sosial adalah sebuah keniscayaan. Kita diperintahkan untuk menjalin hubungan baik dengan siapa pun di sekitar kita. Batasannya sangat jelas, yaitu selama tidak ada permusuhan atau kezaliman yang mereka tunjukkan. Sungguh, ini adalah sebuah panggilan jiwa yang melampaui sekat-sekat formalitas. Panggilan untuk melihat manusia dari esensi kemanusiaannya, bukan dari label yang melekat padanya. Dalam dunia yang semakin terpolarisasi, mengamalkan prinsip ini menjadi ujian keimanan yang sesungguhnya bagi setiap Muslim. Kita ditantang untuk membuktikan bahwa Islam benar-benar membawa kedamaian untuk semua.

Merangkul Kemanusiaan: Teladan Agung dari Piagam Madinah

Makna ukhuwah Islamiyah sesungguhnya jauh lebih luas dari sekadar persaudaraan antar sesama Muslim. Nilai ini mencakup persaudaraan dalam kemanusiaan (ukhuwah insaniyah) dan persaudaraan sebagai sesama warga bangsa (ukhuwah wathaniyah). Rasulullah SAW sendiri telah memberikan teladan terbaik dalam mempraktikkan konsep ini. Beliau hidup dan memimpin sebuah masyarakat yang sangat majemuk di Madinah. Kota tersebut dihuni oleh berbagai suku dan penganut agama yang berbeda-beda. Namun, keberagaman itu tidak menjadi sumber perpecahan. Justru sebaliknya, Rasulullah SAW merangkul semua elemen masyarakat dengan adil.

Bukti nyata dari kepemimpinan inklusif beliau adalah lahirnya Piagam Madinah. Dokumen ini pada dasarnya merupakan sebuah konstitusi modern pada zamannya. Piagam Madinah secara tegas menjamin hak serta kewajiban seluruh warga negara. Tidak ada diskriminasi sama sekali di dalamnya. Semua kelompok, baik Muslim maupun non-Muslim, memiliki posisi yang setara di hadapan hukum. Inilah contoh konkret bagaimana ukhuwah Islamiyah diwujudkan dalam tatanan masyarakat multikultural. Keteladanan beliau bahkan ditegaskan dalam sebuah peringatan keras yang menunjukkan betapa pentingnya melindungi hak non-Muslim. Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa yang menyakiti dzimmi (non-Muslim yang hidup dalam perlindungan Islam), maka aku menjadi lawannya di hari kiamat.” (HR. Abu Dawud)

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Pesan ini begitu kuat dan jernih. Rasulullah SAW seolah ingin mengajarkan kita bahwa melindungi hak tetangga non-Muslim adalah bagian tak terpisahkan dari keimanan itu sendiri. Ini bukan sekadar basa-basi politik, melainkan sebuah prinsip spiritual yang mendalam.

Menembus Batas Identitas di Panggung Global

Kita kini hidup di era modern yang penuh dengan tantangan. Perbedaan identitas, sayangnya, sering kali menjadi pemicu utama perpecahan sosial. Fanatisme buta terhadap kelompok, suku, ras, atau bahkan mazhab dapat menciptakan jurang pemisah. Jurang ini pada akhirnya menghambat terwujudnya persatuan dan kedamaian. Padahal, salah satu misi utama kedatangan Islam adalah untuk menghapus kesombongan jahiliah. Islam meruntuhkan kebanggaan yang berdasarkan pada keturunan dan asal-usul. Allah SWT menegaskan hal ini dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Ayat ini merupakan sebuah revolusi mental yang luar biasa. Ia menetapkan bahwa satu-satunya standar kemuliaan di hadapan Allah bukanlah warna kulit. Kemuliaan juga tidak diukur dari suku, bangsa, atau status sosial. Melainkan, ia diukur dari tingkat ketakwaan seseorang. Kemajuan teknologi informasi di era globalisasi membuat dunia terasa tanpa batas. Akan tetapi, di balik kemudahan itu, muncul pula tantangan baru yang mengkhawatirkan. Ujaran kebencian, intoleransi, dan polarisasi politik menyebar dengan sangat cepat melalui media sosial. Di sinilah ukhuwah Islamiyah harus mengambil peran vitalnya. Ia harus berfungsi sebagai jembatan yang menyatukan, bukan sebagai pedang yang memisahkan.

Mewujudkan Persaudaraan dalam Tindakan Nyata Sehari-hari

Membangun ukhuwah bukanlah sekadar wacana teoretis yang indah untuk didiskusikan. Ia menuntut tindakan nyata dalam kehidupan kita sehari-hari. Upaya ini harus dimulai dari dalam diri kita sendiri. Pertama-tama, kita harus senantiasa melatih diri untuk berprasangka baik (husnuzan) terhadap sesama. Jangan pernah terburu-buru menghakimi seseorang hanya dari penampilan luarnya. Kita tidak boleh menilai mereka berdasarkan asal-usul, agama, atau kelompoknya. Selanjutnya, kita wajib menjaga lisan serta tulisan kita dengan sangat hati-hati. Hindarilah setiap komentar yang mengandung kebencian atau merendahkan orang lain. Hal ini berlaku baik dalam interaksi di dunia nyata maupun di ruang digital.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Selain itu, keterlibatan aktif dalam berbagai kegiatan sosial lintas agama dan budaya akan sangat membantu. Jadilah agen persatuan di lingkungan Anda. Tunjukkan bahwa seorang Muslim adalah pembawa damai dan solusi. Pada saat yang sama, kita perlu terus menanamkan nilai-nilai universal Islam dalam diri dan keluarga. Nilai-nilai tersebut antara lain adalah keadilan, kasih sayang, empati, dan saling menghormati. Terakhir, kita harus selalu mengutamakan dialog yang sehat daripada konfrontasi yang merusak. Bangunlah komunikasi yang konstruktif, bahkan ketika kita berhadapan dengan perbedaan pandangan yang tajam sekalipun. Dengan begitu, kita secara aktif membangun jembatan pemahaman.

Menjaga ukhuwah Islamiyah di tengah dunia yang kompleks ini bukanlah tugas yang ringan. Ini adalah sebuah jihad melawan ego, prasangka, dan ketidakpedulian. Ia adalah cerminan dari kedalaman akhlak seorang Muslim. Pada akhirnya, persaudaraan sejati tidak akan pernah bisa terbatasi oleh sekat-sekat buatan manusia. Ia berdiri di atas fondasi kokoh berupa cinta, empati, serta keadilan untuk semua. Mari kita bersama-sama menjadi umat yang tidak hanya dikenal karena ritual ibadahnya. Namun, kita juga harus dikenal karena keluhuran budi pekertinya dalam memperlakukan seluruh umat manusia. Sebab pada akhirnya, warisan terbaik seorang Muslim bukanlah seberapa eksklusif ibadahnya, melainkan seberapa luas manfaat dan kasih sayangnya bagi seluruh ciptaan.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement