SURAU.CO. Kementerian Agama Republik Indonesia secara resmi menyelenggarakan gelar akademik baru bagi lulusan Ma’had Aly.Penetapan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA). KMA Nomor 429 Tahun 2025 menjadi landasan hukumnya. Aturan ini mulai berlaku efektif sejak 16 April 2025. Kebijakan ini merupakan amanat langsung dari undang-undang. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pengaturan Pesantren. Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 32 Tahun 2020 juga memperkuatnya. PMA tersebut menjamin hak lulusan Ma’had Aly. Mereka berhak atas gelar akademik dan pengakuan formal. Posisinya kini setara dengan sarjana perguruan tinggi lainnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Suyitno, menegaskan signifikansi kebijakan ini. Dalam surat pemberitahuan resmi bernomor B-285/DJ.I/PP.00.7/07/2025, ia menyampaikan detailnya. Surat tersebut ditujukan kepada berbagai kementerian, lembaga, hingga pemerintah daerah. Kebijakan ini secara nyata memperkuat posisi Ma’had Aly dalam sistem pendidikan nasional. “Santri Ma’had Aly yang telah menyelesaikan proses pembelajaran dan dinyatakan lulus, berhak menggunakan gelar dan mendapatkan ijazah, serta berhak melanjutkan pendidikan pada program yang lebih tinggi dan mendapatkan kesempatan kerja,” ujar Suyitno.
Memahami Keunikan Ma’had Aly
Ma’had Aly merupakan lembaga pendidikan tinggi yang unik. Pendidikannya berbasis di lingkungan pesantren. Fokus utamanya adalah pengembangan kajian keislaman klasik. Kurikulumnya berpusat pada pendalaman Kitab Kuning. Kebijakan penting ini akan membuka banyak peluang baru bagi para santri. Adapun tujuan sangat spesifik sebagaimana tercabntum dalam PMA nomor 71 tahun 2015. Pertama, Ma’had Aly bertujuan menciptakan lulusan yang ahli ilmu agama Islam. Lulusan ini dikenal sebagaimutafaqqih fiddin. Kedua, lembaga ini bertujuan mengembangkan ilmu agama Islam berbasis kitab kuning.
Fokus ini membedakannya dari perguruan tinggi keagamaan Islam lainnya. Meskipun sama-sama menawarkan program studi keislaman, Ma’had Aly memiliki fokus yang berbeda. Dasar pengajarannya adalah penguasaan mendalam terhadap sastra klasik pesantren. Tenaga pengajarnya pun memiliki kualifikasi unik. Dosen tidak harus berasal dari perguruan tinggi formal. Lulusan pesantren yang kompeten juga dapat mengajar. Pemerintah mengakui keahlian dan prestasi luar biasa mereka. Ini adalah bentuk pengakuan negara tanpa intervensi berlebihan terhadap tradisi pesantren.
Nomenklatur Gelar yang Khas dan Setara
Pemerintah memberikan gelar akademik untuk tiga jenjang pendidikan. Jenjang tersebut meliputi Marhalah Ula/M1 (Sarjana), Marhalah Tsaniyah/M2 (Magister), dan Marhalah Tsalitsah/M3 (Doktor). Gelar ini disesuaikan dengan bidangtakhasusatau kekhasan keilmuan masing-masing. “Gelar akademik resmi ditetapkan untuk setiap lulusan berdasarkan bidang takhasus masing-masing. Ini adalah penegasan bahwa pesantren memiliki kapasitas akademik yang setara dengan perguruan tinggi umum,” jelas Suyitno.
Penetapan nomenklatur gelar ini tidak memutuskan sepihak. Prosesnya melibatkan musyawarah bersama banyak pemangku kepentingan. Majelis Masyayikh, Asosiasi Ma’had Aly Indonesia (AMALI), dan para mudir Ma’had Aly terlibat aktif. Forum ini meresmikan regulasi pemerintah dengan kebutuhan komunitas pesantren.
Berikut adalah 27 nomenklatur gelar yang ditetapkan untuk sembilan bidangtakhasus:
Al-Qur’an dan Ilmu Al-Qur’an:Sarjana (SQU), Magister (MQU), Doktor (Dr.)
Tafsir dan Ilmu Tafsir:Sarjana (STU), Magister (MTU), Doktor (Dr.)
Hadis dan Ilmu Hadis:Sarjana (SHU), Magister (MHU), Doktor (Dr.)
Fikih dan Ushul Fikih:Sarjana (SFU), Magister (MFU), Doktor (Dr.)
Akidah dan Filsafat Islam:Sarjana (SAF), Magister (MAF), Doktor (Dr.)
Tasawuf dan Tarekat:Sarjana (STT), Magister (MTT), Doktor (Dr.)
Ilmu Falak:Sarjana (SIF), Magister (MIF), Doktor (Dr.)
Sejarah dan Peradaban Islam:Sarjana (SPI), Magister (MPI), Doktor (Dr.)
Bahasa dan Sastra Arab:Sarjana (SSA), Magister (MSA), Doktor (Dr.)
Dorongan Integrasi ke Sistem Nasional
Kementerian Agama mengimbau semua pihak untuk mendukung kebijakan ini. Seluruh instansi pemerintah dan lembaga pendidikan harus memfasilitasi penggunaannya. Pengakuan ini bersifat administratif dan profesional. “Kami meminta seluruh instansi pemerintah, perguruan tinggi, dan pemerintah daerah agar memberikan fasilitasi administratif terhadap penggunaan gelar dan ijazah lulusan Ma’had Aly,” tambah Suyitno.
Lebih lanjut, ia mendorong integrasi gelar ini ke dalam sistem data nasional. Hal ini sangat penting untuk masa depan para lulusan.
“Kami mendorong pengintegrasian gelar Ma’had Aly dalam sistem informasi akademik nasional, sistem rekrutmen aparatur sipil negara, jabatan fungsional, dan pengembangan SDM,” tegasnya. Dengan ketetapan ini, lulusan Ma’had Aly kini mendapat pengakuan hukum dan akademik. Mereka menjadi bagian integral dari komunitas pendidikan tinggi Indonesia. Ini adalah langkah besar dalam memperkuat peran pesantren. Pesantren tidak hanya mencetak ulama, tetapi juga akademisi dan profesional Muslim. Mereka siap berkontribusi bagi kemajuan bangsa di berbagai bidang.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
