Islam Moderat: Jalan Tengah yang Menjaga Kewarasan di Tengah Keriuhan
SURAU.CO – Dunia kini riuh sekali. Narasi saling beradu keras. Di media sosial, semua orang berteriak. Pendapat yang berbeda dianggap musuh. Semua serba hitam-putih. Seolah tidak ada lagi ruang untuk jeda, untuk berpikir tenang. Di tengah gaduh itu, Islam menawarkan sebuah jalan hening. Sebuah jalan lapang yang menyejukkan. Jalan itu bernama Islam moderat, atau Wasathiyah.
Islam moderat bukan konsep yang rumit atau elite. Ia adalah napas lega bagi jiwa yang lelah dengan pertikaian. Kemudian, Ia adalah esensi dari ajaran Islam itu sendiri. Yaitu, menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta. Namun, dalam konteks modern yang bising, ia menjadi sangat relevan. Ia menjadi jawaban atas ekstremisme yang merusak dan radikalisme yang membabi buta. Ia adalah kompas yang mengarahkan kita kembali ke pusat.
Filosofi Islam Moderat yang Membumi
Pada dasarnya, Islam moderat adalah cara beragama yang seimbang. Ia tidak ekstrem kanan ataupun ekstrem kiri. Ia menjunjung tinggi keadilan, toleransi, dan kemanusiaan. Ia bukan hal baru. Fondasinya tertancap kokoh dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 143:
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia…” (QS. Al-Baqarah: 143)
Frasa ummatan wasathan atau “umat pertengahan” sangatlah dalam. Ini bukan sekadar posisi di tengah. Tetapi, ini adalah sebuah amanah. Amanah untuk menjadi yang terbaik, yang paling adil, dan yang menjadi teladan. Menjadi saksi atas perbuatan manusia berarti kita harus menampilkan standar moral tertinggi. Sama seperti sarung, Islam moderat adalah cerminan cara hidup. Ia adalah nilai dan sejarah panjang dari sebuah risalah agung.
Islam Moderat: Pembentuk Adab dan Keluhuran Budi
Di dalam praktik, Islam moderat membentuk adab kita sehari-hari. Ia bukanlah teori di atas langit. Lebih dari itu, Ia adalah sikap yang nyata dan bisa dirasakan.
Pertama, ia memeluk keberagaman dengan tulus. Islam moderat mengakui bahwa perbedaan adalah kehendak Tuhan. Ia tidak memaksakan keyakinan. Prinsip la ikraha fid din (tidak ada paksaan dalam agama) menjadi pegangan erat. Maka, dialog menjadi jalannya, bukan pedang.
Kedua, ia menolak jalan pintas kekerasan. Islam moderat sangat menentang radikalisme. Dakwah adalah ajakan penuh hikmah. Bukan ancaman atau caci maki. Ia memilih jalan damai dalam menyebarkan kebaikan dan menyelesaikan masalah.
Ketiga, ia menghormati kesepakatan bersama. Dalam sebuah negara, ia patuh pada hukum dan konstitusi. Selama tidak dipaksa melanggar prinsip utama agama, seorang muslim moderat adalah warga negara yang baik. Ia ikut membangun, bukan merusak.
Keempat, ia terbuka pada kemajuan zaman. Islam moderat tidak anti-modernitas. Ia justru mendorong umatnya untuk menguasai ilmu. Teknologi digunakan untuk menyebar manfaat, bukan mudarat. Ia terus bergerak maju dengan tetap menjaga nilai-nilai luhur.
Islam Moderat di Era Modern
Zaman terus berubah. Tantangan pun semakin kompleks. Namun, Islam moderat tidak lekang oleh waktu. Ia justru menemukan panggungnya yang baru di era digital.
Di tengah banjir hoaks dan ujaran kebencian, Islam moderat menjadi filternya. Ia mengajarkan kita untuk tabayyun atau klarifikasi. Ia mengajak kita berpikir jernih sebelum bereaksi. Bagi Indonesia, yang kaya akan suku dan agama, Islam moderat adalah DNA bangsa. Ia adalah perekat yang menjaga tenun kebangsaan kita tetap utuh. Semangatnya selaras dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Tantangan dan Pelestarian Makna Islam Moderat
Di tengah semua ini, muncul sebuah kegelisahan. Sama seperti sarung yang terkadang hanya menjadi aksesori politik, saya khawatir Islam moderat pun mengalami hal serupa. Jangan sampai ia hanya menjadi slogan kosong. Jangan sampai maknanya terkikis oleh kepentingan sesaat.
Beberapa pihak mungkin menggunakannya untuk menampilkan citra tertentu. Mereka ingin terlihat toleran, padahal hatinya sempit. Padahal, menjadi moderat membutuhkan kekuatan batin yang luar biasa. Ia butuh keluasan ilmu dan kerendahan hati. Menjadi moderat bukan berarti lemah atau tidak punya pendirian. Justru, ia adalah puncak dari kekuatan. Ia berani berada di tengah saat yang lain terseret ke tepi.
Di tengah kehidupan yang serba instan, Islam moderat adalah perlawanan. Ia tidak memamerkan. Ia memuliakan. Ia bukan tren musiman. Ia adalah tradisi panjang kenabian yang membentuk jati diri umat. Ia menjembatani antara keyakinan dan kemanusiaan. Ia juga menyatukan antara spiritualitas dan kehidupan sosial.
Menjaga Ruh Islam Moderat Tetap Hidup
Tugas kita bersama adalah menjaga ruh Islam moderat tetap menyala. Ia boleh masuk ke ruang-ruang baru, dari forum global hingga diskusi di kedai kopi. Namun, jangan biarkan esensinya hilang. Islam selalu merangkul perubahan. Namun, nilai dasarnya harus tetap kokoh.
Pada akhirnya, kita semua diajak untuk hidup dengan cara yang sama. Tidak berlebihan, namun punya isi. Tidak menonjolkan diri, namun punya prinsip. Inilah jalan Islam yang otentik atau genuine. Sebuah jalan yang berasal dari pemahaman yang jernih. Semua itu bermula dari niat kita untuk menjadi rahmat, bukan laknat.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
