SURAU.CO – Abu Bakar ash-Shiddiq aslinya bernama Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasy at-Taimi. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah ﷺ pada kakeknya, Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai.
Ibunya adalah Ummul Khair Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim. Dengan demikian, baik ayah maupun ibunya berasal dari kabilah Bani Taim. Ayah Abu Bakar dikenal dengan panggilan Abu Quhafah, sedangkan Abu Bakar sendiri pada masa jahiliah mendapat julukan Atiq.
Menurut Ibnu Katsir, masa kekhalifahan Abu Bakar yang berlangsung selama dua tahun tiga bulan, ia berpulang pada usia 63 tahun, sama seperti Rasulullah. Menurut sebagian riwayat beliau wafat setelah Maghrib pada malam Selasa dan dimakamkan pada malam itu juga, yaitu delapan hari sebelum akhir bulan Jumadil Akhir tahun ke-13 H. Sebelumnya, beliau mengalami sakit selama 15 hari. Sebelum wafat beliau memberikan wasiat kepada sahabat dan putrinya.
Penyebab Sakit Abu Bakar
Ibnu Katsir menyebutkan bahwa penyebab sakit Abu Bakar adalah karena memakan hadiah berupa khazirah (sejenis daging yang dimasak). Ia memakannya bersama Al-Harits, seorang dokter terkenal. Setelah makan, Al-Harits berkata:
Angkatlah tangan Anda wahai Khalifah Rasulullah! Demi Allah, daging ini beracun.
Sejak saat itu, keduanya menderita sakit hingga akhirnya wafat satu tahun kemudian.
Riwayat lain menyebutkan bahwa Abu Bakar jatuh sakit setelah mandi pada musim dingin yang sangat ekstrem, hingga akhirnya beliau demam dan wafat.
Selama sakit, Abu Bakar masih sempat menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantinya dalam memimpin shalat. Ia pun membuat wasiat yang menunjuk Umar sebagai khalifah. Utsman bin Affan bertindak sebagai juru tulis surat tersebut. Setelah selesai, surat itu dibacakan kepada seluruh kaum Muslimin, yang menerimanya dengan penuh ketaatan dan ketundukan.
Syair Abu Bakar Saat Sakit
Dalam kondisi sakit, Abu Bakar sempat melantunkan sebuah syair:
“Engkau selalu membawa kabar duka atas kematian kekasihmu,
Kini engkaulah yang akan merasakan kematian itu.
Banyak orang memiliki cita-cita,
Namun kematianlah yang menghadang segalanya.”
Saat jelang wafat, putrinya, Aisyah r.a., membacakan sebuah bait syair:
“Sesungguhnya tak berguna kekayaan bagi seseorang,
Saat dada terasa sesak dan sulit bernapas.”
Namun Abu Bakar memandang Aisyah dan menegurnya, lalu berkata:
Jangan berkata demikian wahai Ummul Mukminin, tetapi katakanlah:
‘Dan datanglah sakaratul maut yang sebenarnya. Itulah yang selalu kamu hindari.’ (QS. Qaf: 19)
Wasiat untuk Salman al-Farisi
Ketika Salman al-Farisi datang menjenguk, ia berkata:
“Wahai Khalifah Rasulullah, berilah aku wasiat, karena aku melihat engkau tak akan mampu melakukannya lagi setelah hari ini.”
Abu Bakar menjawab:
“Wahai Salman, nanti akan terjadi penaklukan berbagai negeri. Tapi aku tidak mengetahui bagian yang engkau peroleh selain apa yang engkau kenakan di tubuhmu. Ketahuilah, siapa yang menunaikan shalat lima waktu, ia berada dalam lindungan Allah pada pagi dan sore harinya. Jangan sekali-kali engkau membunuh seorang ahli dzimmah. Jika engkau melakukannya, Allah akan menuntutmu pada Hari Kiamat dan mencampakkanmu ke dalam neraka dalam keadaan tertelungkup.”
Wasiat kepada Umar
Abu Bakar berwasiat kepada Aisyah:
“Aku tidak meninggalkan harta bagi kalian kecuali seekor unta betina yang sedang hamil dan seorang budak yang membantuku membuat pedang bagi kaum Muslimin. Bila aku wafat, berikanlah semuanya kepada Umar.”
Ketika Aisyah menunaikan wasiat tersebut kepada Umar, Umar berkata:
Semoga Allah merahmati Abu Bakar. Sungguh, ia telah menyulitkan orang-orang setelahnya untuk menandinginya.
Kain Kafan Abu Bakar
Ibn Sa’ad menyebutkan dengan sanadnya dari al-Qashim bin Muhammad dia berkata,”Abu Bakar dikafankan dalam dua kain, kain yang berwarna putih, dan satu lagi berwarna lain.”
Abu Bakar berpesan,
sesungguhnya orang yang masih hidup lebih membutuhkan kain daripada orang yang telah mati,sebab kain kafan hanyalah menutup apa-apa yang akan keluar dari hidung maupun mulutnya.
Berpulangnya khalifah pertama Abu Bakar ash-Shiddiq, sosok sahabat yang pertama menerima keislaman, bukan hanya mengajarkan tentang akhir kehidupan seorang pemimpin umat, tetapi juga menampilkan keteladanan dalam kesederhanaan, tanggung jawab, dan keimanan yang mendalam.
Wasiat-wasiat Abu Bakar as-Shiddiq menjadi warisan moral bagi umat Islam—tentang pentingnya menjaga amanah, berlaku adil, dan mempersiapkan diri menghadapi kematian dengan hati yang tenang dan jiwa yang lapang. (St.Diyar)
Referensi:
Ibnu Katsir, Al Bidayah Wan Nihayah Masa Khulafa’ur Rasyidin, Darul Haq: Jakarta,2004.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
