SURAU.CO – Kitab Durraatun Nasihin fi al-Wa‘zhi wa al-Irsyad adalah salah satu karya ulama terdahulu yang menggabungkan hikmah, akhlak, dan hadis-hadis pilihan dalam bentuk nasihat yang menyentuh hati. Kitab ini dikenal luas di dunia pesantren. Namun, validitas hadis-hadis di dalamnya sempat jadi perdebatan, hingga muncullah karya takhrij modern oleh Dr. KH. Ahmad Lutfi Fathullah, Lc., M.A seorang pakar hadis kontemporer dari Indonesia.
Dr. Lutfi Fathullah adalah alumnus Universitas Al-Azhar Kairo dan juga pendiri Ma’had Hadits Ar-Risalah di Jakarta. Melalui proyek takhrij ini, ia menelusuri sanad, kualitas hadis, serta memberi penilaian ilmiah dengan bahasa yang tetap bisa dipahami oleh santri dan masyarakat awam. Dengan begitu, kitab ini bukan hanya menjadi bahan kajian klasik, tapi juga menjadi jembatan antara literatur tradisional dan kritik ilmiah modern.
Ilmu sebagai Jalan Menuju Allah
“Fadlul ‘Ilm ‘ala al-Ibadah” Keutamaan Ilmu atas Ibadah
Dalam Durraatun Nasihin, Bab III membahas tentang keutamaan ilmu dibanding ibadah tanpa ilmu. Salah satu hadis yang dikutip dan ditakhrij berbunyi:
قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ: فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ
“Keutamaan seorang alim atas ahli ibadah adalah seperti keutamaanku atas orang yang paling rendah di antara kalian.”
(HR. Tirmidzi – dinilai hasan oleh sebagian ulama)
Dr. Lutfi menelusuri bahwa meski hadis ini ada dalam berbagai jalur, sebagian sanad-nya lemah. Namun, makna hadis ini tetap sahih secara substansi karena dikuatkan oleh ayat dan hadis lainnya.
Narasi ini menggambarkan bahwa ilmu bukan sekadar pengetahuan kognitif, melainkan cahaya yang membimbing ibadah agar tidak tersesat. Dalam realitas hari ini, kita sering menjumpai semangat beribadah yang tinggi, namun minim kepekaan sosial, bahkan kadang jauh dari adab. Inilah mengapa Rasulullah mengangkat ilmu sebagai poros pembeda. ilmu yang melahirkan kedalaman rasa, keadilan, dan ketajaman hati.
https://www.surau.co/2025/06/20376/warisan-pendidikan-santri/
Ilmu yang Menghidupkan Hati
“Man Yuridillahu Bihi Khairan…” Ilmu sebagai Tanda Kebaikan
Dikutip pula dalam bab ini:
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Dia akan memahamkannya dalam urusan agama.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa keberuntungan sejati bukan pada harta, jabatan, atau popularitas, melainkan ketika seseorang diberi pemahaman mendalam tentang agama. Dan pemahaman ini bukan sekadar hafalan dalil, melainkan kemampuan melihat makna batin di balik syariat.
Di era digital seperti sekarang, di mana informasi berseliweran tanpa saringan, pemahaman yang mendalam adalah kebutuhan mendesak. Tak sedikit orang terseret ke jurang fanatisme atau kebingungan spiritual karena tidak membekali diri dengan ilmu yang benar.
Ilmu sebagai Warisan Kenabian
“Al-‘Ulamaa Waratsatul Anbiyaa” Ulama adalah Pewaris Nabi
إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ
“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi.”
(HR. Abu Dawud dan lainnya)
Warisan Nabi bukan dinar atau dirham, tapi ilmu yang menuntun manusia kepada Allah. Para ulama yang mewarisinya bukan hanya karena banyaknya kitab yang dibaca, tetapi karena hati mereka bersinar dan menyinari.
Kitab ini, melalui kerja takhrij KH. Lutfi Fathullah, seolah mengingatkan kita: warisan kenabian itu harus terus dijaga, bukan hanya oleh kiai di podium, tapi juga oleh pembaca, penulis, guru, orang tua, hingga pelajar. Siapa pun yang meniatkan diri untuk memahami dan menyampaikan ilmu dengan kejujuran, ia telah terhubung dengan silsilah cahaya ini.
Di zaman yang serba tergesa dan penuh distraksi, membaca kembali kitab-kitab klasik seperti Durraatun Nasihin — apalagi dengan panduan takhrij modern bukan sekadar nostalgia, tapi upaya menyelamatkan jati diri. Kita diajak kembali kepada nilai paling mendasar dalam Islam. menuntut ilmu bukan hanya agar pintar, tapi agar lebih beradab, lebih lembut, dan lebih sadar arah hidup.
Maka marilah kita renungi:
Apakah ilmu yang kita kejar selama ini sudah membuat kita lebih dekat kepada Allah dan lebih peduli kepada sesama?
Semoga kita diberi kekuatan untuk menuntut ilmu dengan niat yang benar, memeliharanya dengan adab, dan mengamalkannya dengan cinta.
اللَّهُمَّ انْفَعْنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا، وَعَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا، وَزِدْنَا عِلْمًا وَهُدًى
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
