SURAU.CO – Setiap anak membawa anugerah sekaligus amanah besar bagi orangtuanya. Dalam proses tumbuh kembangnya, orangtua memainkan peran sentral sebagai pembentuk karakter dan masa depan anak. Oleh karena itu, gaya asuh orangtua menjadi fondasi utama dalam membentuk kepribadian anak. Para ahli psikologi mengenali empat gaya utama pola asuh: otoriter, permisif, campuran, dan demokratis. Masing-masing gaya memberikan dampak yang berbeda terhadap perkembangan anak.
1. Gaya Asuh Otoriter: Disiplin Tanpa Ruang Suara
Pertama, gaya asuh otoriter yang menekankan kedisiplinan tinggi, aturan ketat, dan minimnya ruang dialog. Orangtua dengan gaya ini biasanya menuntut kepatuhan mutlak dari anak tanpa menjelaskan alasan aturan yang mereka tetapkan.
Diana Baumrind, seorang psikolog ternama, menjelaskan, “Orangtua otoriter menerapkan kekakuan dan mengontrol secara ketat perilaku anak, dengan sedikit respons terhadap kebutuhan emosional anak.” (Baumrind, 1966).
Akibatnya, banyak anak dalam pengasuhan otoriter tumbuh dengan rasa takut gagal, kurang inisiatif, dan kepercayaan diri yang rendah. Meski orang tua berhasil menanamkan kedisiplinan, sering kali hubungan emosional antara anak dan orang tua menjadi renggang.
2. Permisif Gaya Asuh: Kasih Sayang Tanpa Batasan
Sebaliknya, gaya asuh permisif justru memberikan kebebasan yang berlebihan. Orang tua yang permisif cenderung menghindari konflik, jarang membuat aturan yang jelas, dan membiarkan anak mengambil keputusan tanpa pengarahan.
Baumrind mencatat bahwa orang tua permisif “bersikap hangat dan menerima, namun tidak menuntut dan kurang dalam mengarahkan anak.” Selain itu, Jean Piaget memperingatkan bahwa “tanpa struktur yang jelas, anak akan kesulitan memahami batasan antara kebebasan dan tanggung jawab.”
Akibatnya, banyak anak dari keluarga permisif memang merasa bebas berekspresi, namun mereka juga sering bertindak impulsif, kurang menghargai aturan, dan lemah dalam mengendalikan diri.
3. Gaya Asuh Campuran: Ketidakkonsistenan yang Membingungkan
Selanjutnya, sebagian orang tua mengadopsi gaya campuran, yaitu pola pengasuhan yang tidak konsisten. Kadang-kadang mereka menyatakan sangat tegas, tetapi pada waktu lain mereka terlalu longgar. Biasanya, ketidakkonsistenan ini muncul karena kelelahan, tekanan emosional, atau perbedaan prinsip antara ayah dan ibu.
Hurlock (1980) menyebutkan, “Ketidakkonsistenan dalam pola pengasuhan membuat anak mengalami konflik batin dan tidak memiliki pedoman perilaku yang stabil.”
Anak-anak yang menerima gaya asuh seperti ini sering kali merasa bingung dan tidak aman. Mereka juga kesulitan membedakan mana perilaku yang benar dan mana yang salah. Pada akhirnya, keadaan tersebut menghambat perkembangan emosi dan kestabilan psikologis anak.
4. Gaya Asuh Demokratis: Mendidik dengan Cinta dan Aturan
Sebagai gaya penutup, gaya asuh demokratis muncul sebagai pendekatan yang paling seimbang. Dalam pola ini, orangtua menetapkan aturan dengan jelas, tetapi juga menjelaskan alasan di baliknya. Mereka memberikan ruang bagi anak untuk berdialog, berpendapat, dan belajar dari proses.
Baumrind menegaskan, “Orangtua demokratis, responsif dan menuntut secara seimbang. Mereka mendorong anak untuk mandiri, namun tetap memberikan batasan yang jelas.”
Anak-anak yang dibesarkan dengan gaya demokratis umumnya memiliki rasa percaya diri yang tinggi, tanggung jawab yang kuat, serta keterampilan sosial yang baik. Mereka belajar memahami aturan, menyuarakan pendapat, dan bertanggung jawab atas pilihan mereka.
Bijak Memilih, Tegas Menjalani
Pada akhirnya, setiap orang tua pasti menginginkan masa depan terbaik bagi anak-anak mereka. Namun, keinginan baik itu perlu diiringi dengan pengetahuan tentang cara mendidik yang tepat. Orangtua bisa mempelajari gaya pengasuhan, menganalisis dampaknya, dan menyesuaikannya dengan kondisi keluarga dan karakter anak.
serupa dengan Imam Al-Ghazali yang pernah berpesan:
الأطفال أمانة. قلوبهم طاهرة نقية، وهم مستعدون لقبول كل أنواع اللطف. لذا، إذا تعلموا الخير، فسوف يكبرون فيه أيضًا
“Anak adalah amanah. Hatinya suci dan bersih, dan siap menerima segala bentuk inti. Maka jika diajarkan kebaikan, akan tumbuh dalam kebaikan pula.”
Dengan memilih gaya asuh yang bijak, orangtua dapat membentuk generasi yang kuat, berakhlak, dan siap menghadapi tantangan zaman. Maka, marilah kita mengasuh dengan cinta yang terarah, bukan hanya kasih yang memerdekakan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
