SURAU.CO. Doa adalah cerminan tulus dari hubungan seorang hamba dengan Allah Swt. Dalam doa, terdapat pengakuan akan kelemahan dan ketergantungan manusia kepada-Nya. Segala nikmat yang kita rasakan, dari rezeki hingga iman, berasal dari kasih sayang Allah Swt. Tanpa kehendak-Nya, kita tidak akan mampu meraih apa pun.
Dalam Islam, doa adalah fondasi penting dalam beribadah. Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Doa itu adalah otak ibadah.” (HR. Bukhari). Dengan berdoa, seorang Muslim memiliki senjata spiritual yang begitu ampuh. Rasulullah Saw. mengajarkan berbagai doa kepada umatnya, sebagai cara mendekatkan diri kepada Allah Swt. Mereka yang enggan berdoa sebenarnya telah menunjukkan kesombongan, karena merasa tidak membutuhkan pertolongan Tuhan. Padahal, manusia sangat membutuhkan-Nya.
Allah Swt. berfirman dalam QS. Ghafir (40): 60: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan doamu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku, kelak akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” Oleh karena itu, berdoa adalah kebutuhan, bukan hanya rutinitas. Hal ini penting bagi mereka yang ingin hidup dalam naungan takwa.
Doa dalam Tradisi Jawa: Donga dan Maknanya
Dalam Islam, berdoa dengan lafaz dari al-Qur’an dan hadis memang sangat dianjurkan. Namun, menggunakan bahasa lain, termasuk bahasa daerah seperti Jawa, juga tidak masalah. Nabi Muhammad Saw. mengajarkan agar umatnya berdoa sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing. Selama isinya tidak bertentangan dengan syariat, doa dalam bahasa apa pun tetap sah dan bernilai ibadah.
Dalam tradisi Jawa, bentuk permohonan ini masyhur dengan istilah “donga” atau “dungo.” Ragamnya cukup banyak, mulai dari doa pembuka acara, tassyakuran, hingga tolak balak. Biasanya, orang Jawa menyampaikan doa-doa ini dalam bahasa krama (halus) atau ngoko (akrab), menyesuaikan dengan suasana dan siapa yang diajak bicara.
Kiai Ahmad Chalwani Nawawi, Pengasuh Pondok Pesantren An-Nawawi Purworejo, menegaskan bahwa berdoa dengan bahasa Jawa boleh-boleh saja selama di luar shalat. Sedangkan dalam shalat, doa memang harus menggunakan bahasa Arab. Bagi yang merasa kesulitan berdoa dalam bahasa Arab maupun bahasa daerah, memperbanyak zikir bisa menjadi pilihan, karena zikir juga termasuk bentuk doa.
Tiga Doa Berbahasa Jawa Penuh Makna
Berikut ini adalah tiga doa berbahasa Jawa yang sarat akan makna dan nilai-nilai kearifan dari para ulama sepuh. Doa-doa ini bukan sekadar rangkaian kata permohonan kepada Allah Swt, melainkan cerminan kedalaman spiritual dan keluhuran budi para pendahulu kita. Doa berbahasa Jawa tersebut, baik dalam bentuk krama alus maupun ngoko halus, mengandung kelembutan, ketawadhuan, dan rasa pasrah seorang hamba di hadapan Sang Khalik.
Doa untuk Rezeki dan Ketekunan Bekerja:
Doa ini diajarkan oleh KH Ahmad Abdul Haq, dari ayahnya bernama KH Dalhar Watucongol, Magelang:
“Allahumma ubat-ubet, biso nyandang biso ngliwet. Allahumma ubat-ubet, mugo-mugo pinaringan slamet. Allahumma kitra-kitri, sugih bebek sugih meri. Allahumma kitra-kitri, sugih sapi sugih pari.”
(Ya Allah, semoga aku punya baju dan bisa makan nasi. Ya Allah, semoga Engkau memberi keselamatan. Ya Allah, semoga aku kaya seperti bebek dan anak-anaknya. Ya Allah, semoga aku kaya seperti sapi dan padi.)
Doa untuk Keamanan Diri:
Kalimat ini merupakan ijazah dari KH Ahmad Chalwani Nawawi:
“Bismillahirrahmānirrahīm. Kun Fayakun, rinekso dhening Allah, jinogo dhening moloekat papat, pinayungan dhening poro nabi, Laa ilaha illallah Muhammadur Rasulullah.”
(Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kun fayakun, dijaga oleh Allah, dilindungi oleh empat malaikat, dinaungi oleh para Nabi. Laa ilaha illallah Muhammadur Rasulullah.)
Doa untuk Kelancaran Ceramah:
Kalimat pengharapan ini berasal dari KH Bisri Musthofa dari KH Ma’ruf Kedunglo:
“Bismillahirrahmānirrahīm, sang manik cemar uripmu wus kacekel. Diluk dingkul katungkul dingkul” (dibaca 3 kali tanpa ambegan). “Laa ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah.”
(Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, sang manik cemar, hidupmu sudah dalam genggamanku. Diluk dingkul katungkul dingkul, dibaca tiga kali tanpa bernafas. Laa ilaha illallah Muhammadur Rasulullah.)
Melestarikan Warisan Islam Nusantara
Doa-doa berbahasa Jawa ini bukan hanya spiritual semata, tapi juga bagian dari upaya melestarikan warisan Islam Nusantara. Dalam setiap baitnya, kita merasakan kelembutan bahasa, dan juga kedalaman makna, serta kepasrahan total kepada Allah.(kareemustofa)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
