Guru Hakiki: Pribadi Pembelajar Sejati Nan Senantiasa Mengembangkan Diri Tiada Henti.
Siapa guru sejati? Yaitu guru yang menikmati proses pendidikan (pengasuhan dan pengajaran murid/santri), dan menyadari bahwa kenikmatan dalam menjalani proses pendidikan tersebut di atas segala kenikmatan lainnya, serta bahagia dengan profesinya sebagai pendidik .
المدرس الحقيقي الذي يتمتّع في التدريس ويعلم أنّ لذّة التدريس فيق كلّ لذّة وأنّه سعيد بحرفته التعليم.
Untuk mau dan mampu mencapai maqom (posisi) sebagai Guru Hakiki tersebut, maka seorang guru wajib terus menerus meningkatkan berbagai kualifikasi: pendagogik, profesional, kepribadian hingga sosial. Sungguh berat namun sangat mulia.
Antara lain, seorang Guru Hakiki semestinya dan seyogyanya terus berupaya memiliki sifat dan karakter berikut ini:
- Berahlaq mulia yang tercermin dari niat ikhlas dan kemauan keras dalam menjalankan amanahnya.
- Sehat jasmani dan ruhani. Tidak ada cacat fisik yang berpotensi mengganggu pelaksanaan profesinya.
- Memahami kaidah-kaidah pendidikan, termasuk metode mengajar yang efektif positif konstruktif.
- Memahami ilmu jiwa atau psikologi karena akan menemui dan menghadapi berbagai karakter peserta didik.
- Senantiasa antusias menambah pengetahuan karena guru yang berhenti belajar hendaknya (juga) berhenti mengajar.
- Pandai memilah dan memilih materi pelajaran, menyusunnya menjadi i’dad tadris (lesson plan) serta mampu mengajarkannya dengan baik kepada peserta didik.
- Fasih dan lancar dalam berbahasa sehingga komunikasinya jelas difahami.
- Bersungguh-sungguh dalam menjalankan amanah profesinya sebagai panggilan jiwa, bukan sekedar menggugurkan kewajiban semata (bara’atun minadz dzimmah).
- Berseri-seri wajahnya dan menarik penampilannya.
- Mampu membuat dan mengisi portofolio peserta didik, sehingga akan merespon mereka dengan tepat. Juga mengevaluasi secara tepat guna.
- Mampu memotivasi santri agar tertarik dengan pelajaran yang diampunya.
- Berani Amar Ma’ruf Nahyu Munkar: menegur dan memperbaiki kondisi yang tidak standar dan tidak ideal dalam pendidikan.
Nah, mengapa seorang Guru Hakiki harus sedemikian sempurna? Karena guru adalah Ka’batul Qushaad (Pusat Perhatian) dan Manbaul Uswah Hasanah (Sumber Keteladanan Yang Baik) bagi para santri atau murid.
Kiat Sukses Proses Belajar Mengajar Dengan 4 T
Sukses adalah hak setiap orang, hanya saja tidak semua orang mau dan mampu menggapainya. Terlebih sukses dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) memerlukan berbagai ihtiar lahir batin secara berkesinambungan dan mengharuskan adanya keterkaitan. Berikut ini ditawarkan kiat sukses PBM yang perlu kiranya disampaikan pada masa awal-awal pembelajaran sebagai pencerahan menapaki tahapan-tahapan berikutnya. Kiat ini terdiri dari 4 T.
Ta’âruf, Saling Mengenal
Setidaknya ada lima poin yang perlu dikenal oleh peserta didik (santri, siswa, murid): nama mata pelajaran, tujuan dan mafaat mempelajarinya, karakteristiknya, bagaimana cara mempelajarinya dan siapa pengajarnya. Setiap mata pelajaran tentu memiliki karakteristik sendiri-sendiri sehingga meniscayakan cara mempelajarinya yang tidak sama. Misalnya pelajaran Mahfudzat maka perlu dijelaskan beberapa karakteristiknya antara lain; berbahasa Arab dan mengajarkan falsafah hidup tentang kesungguhan, kesabaran, persahabatan, berbakti kepada orang tua, urgensi ilmu pengetahuan, tata cara perbaikan diri dan lainnya. Juga, bait-bait Mahfudzat ini bisa berasal dari hadits Rasulullah Muhammad SAW, Atsar Shahabat RA atau Qaul para Ulama dan Imam.
Termasuk penting juga diketahui buku sumber dan atau pedomannya, meski khusus untuk pelajaran Mahfudzat para santri diwajibkan menulis sendiri materinya baik menyalin dari papan tulis yang dituliskan oleh guru maupun dari buku cetak yang ada. Dengan menulis otomatis sembari membacanya, adapun yang sekedar membaca belum tentu menulis.
Bagaimana cara mempelajari Mahfudzat?, dimulai dengan memahami semua kosa kata baru karena pemahaman kosa kata ini akan sangat membantu dalam memahami isi kandungannya. Memahami kosa kata bisa diajarkan langsung oleh guru pengajar dan atau mencari di kamus. Sangat dianjurkan memiliki kamus-kamus yang standar. Berikutnya guru pengajar menjelaskan dengan lugas dan luas disertai contoh-contoh nyata (fiqhul wâqi’), serta mengambil kesimpulan yang bernas. Untuk mengecek pemahaman para peserta didik terhadap ulasan guru pengajar maka bisa dilakukan antara lain dengan pemberian tugas menjawab latihan soal serta memeriksa jawabannya. Adapun tahap terakhir adalah hafalan, pelajaran Mahfudzat termasuk yang wajib dihafalkan sepertihalnya Tafsir Al Qur’an dan Hadits.
Mengapa peserta didik perlu mengenal guru pengajarnya?, agar jangan sampai mereka seperti memandang gunung dari kejauhan yang tampak biru padahal sejatinya hijau karena dedaunan ataupun coklat karena daratan. Agar tidak terjadi negative thinking ataupun su’udzan, misalnya ustadz yang berjenggot dianggap teroris padahal aktifis nan romantis, atau yang sedikit pembicaraan dan sapaan dianggap kurang perhatian padahal sedang terkena belasan sariawan. Dengan lebih mengenal guru atau shuhbatu ustâdzin maka akan lebih mudah dalam mencerna dan menerima pelajaran karena tidak ada gap pemisah dalam komunikasi antara mereka. Para guru pengajar juga disarankan lebih mengenal para peserta didik terkait nama, asal daerah, minat bakat dan background keluarganya, sehingga ketika memberikan sapaan, teguran dan pencerahan lebih tepat guna.
Tafâhum, Saling Memahami
Banyak hal yang mesti difahami antara para guru pengajar dengan para peserta didik. Masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang tidak selamanya sama karena adil memang bukan sama rata tetapi proporsional dan profesional, mengondisikan sesuatu sesuai porsi dan funsinya. Misalnya, guru pengajar harus memahami bahwa para peserta didik memiliki aneka ragam kepribadian yang istimewa (alfurûq al fardiyah); ada yang cerdas secara iq, eq, sq, linguistik, kinestis, intrapersonal, matematis dan seterusnya, sehingga idealnya guru tidak mudah-mudah memberikan penilaian kurang ataupun negatif ketika mendapati salah seorang atau sebagian muridnya tidak on the track. Demikian pula para peserta didik harus memahami bahwa guru pengajar tetaplah manusia biasa yang tidak (mungkin) sempurna sehingga mereka tidak mudah kecewa ketika menemukan gurunya dalam kondisi tidak seideal yang diinginkannya.
Ta’âwun, Saling tolong-menolong
Agar PBM berjalan baik maka perlu adanya sinergi kerjasama dan samakerja antara guru pengajar dan peserta didik yang efektif positif konstruktif. Tidak bisa hanya salah-satu pihak saja yang ambil peran, bahkan dalam kurikulum Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) sekalipun maka peran guru sebagai fasilitator, moderator dan motivator hingga evaluator tetaplah wajib adanya. Sebaliknya, sehebat apapun guru pengajarnya jika para peserta didik tidak merespon sebagaimana mestinya dan bermalas-malasan maka PBM dipastikan tidak akan berjalan dan berhasil seperti yang diharapkan.
Ingat baik-baik bahwa guru dan murid adalah dua sekutu (partner) dalam berbagai kebaikan.
إنّ المعلّم والمتعلّم شريكان في الخيرات.
Tawakkal, berserah diri kepada Allah SWT
Dengan optimalisasi Ta’âruf, Tafâhum dan Ta’âwun maka insyaAllah PBM akan berhasil, namun demikian perlu disempurnakan dengan Tawakkal (mestinya Tawakkul jika mengikuti wazan mashdarnya Tafa’ul), mengapa?, karena dengan Tawakkal kepada Allah SWT maka jika sukses tidak akan sombong dan jika gagal juga tidak akan stres dan atau berputus asa. Sejatinya Allah SWT telah memiliki grand scenario untuk masing-masing hambaNYA limapuluh ribu tahun sebelum penciptaan langit, bumi dan seisinya, tugas kita adalah mengoptimalkan ihtiar lahir maupun bathin. Nothing to lose. Jadi, mestinya niat seorang guru dalam mengajar dan seorang murid dalam belajar hanyalah untuk (mencapai ridha) Allah SWT semata. Cigudeg, Bogor Barat, Jum’at, 29 Muharram 1447 H/25 Juli 2025. (Muhlisin Ibnu Muhtarom)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
