Khazanah
Beranda » Berita » Menjaga Lisan dan Tangan: Dua Anugerah yang Menentukan Nasib Kita

Menjaga Lisan dan Tangan: Dua Anugerah yang Menentukan Nasib Kita

Bullying adalah tindakan negatif
Ilustrasi tindakan bullying terhadap anak yang berdampak negatif. Sumber : Internet

SURAU.CO – Dalam kesempurnaan ciptaan-Nya, Allah SWT menganugerahkan manusia dua nikmat agung yang sering kita anggap remeh. Keduanya adalah lisan dan tangan. Melalui lisan, kita dapat berkomunikasi. Kita bisa menyampaikan ilmu yang bermanfaat. Kita mampu menenangkan hati yang sedang gelisah. Bahkan, kita sanggup menebar kebaikan tak terbatas tanpa perlu beranjak dari tempat duduk kita. Selanjutnya, melalui tangan, kita dapat menolong sesama yang kesulitan. Kita bisa membangun peradaban. Kita mampu menuliskan untaian kebaikan. Tangan kita juga dapat menjadi alat untuk menyebarkan manfaat bagi seluruh alam.

Namun, kita harus senantiasa waspada. Kedua anugerah ini ibarat pedang bermata dua. Jika tidak dijaga dengan iman dan takwa, lisan dan tangan yang sama dapat menjadi sumber dosa. Keduanya bisa menjelma menjadi penyebab kerusakan besar di muka bumi. Oleh karena itu, menjaganya sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya adalah sebuah keharusan.

Menjaga Lisan dan Tangan: Dua Anugerah yang Menentukan Nasib Kita

Mari kita berhenti sejenak dari kesibukan kita dan bertanya pada diri sendiri. Dalam sehari, lebih sering mana lisan ini digunakan? Apakah untuk menenangkan dan memberi semangat, atau justru untuk mengeluh, mencela, dan menyulut emosi? Kemudian, mari kita lihat jejak digital kita. Apakah tulisan dan komentar kita di media sosial lebih banyak menyebarkan manfaat? Ataukah justru tanpa sadar kita sering ikut memancing perdebatan dan kebencian? Pertanyaan reflektif ini terasa semakin menusuk di zaman sekarang. Kecepatan jari kita mengetik sering kali melampaui kecepatan berpikir kita. Kita lupa bahwa setiap huruf yang kita ketik akan dicatat dan dipertanggungjawabkan.

Lisan: Organ Kecil dengan Dampak yang Sangat Besar

Jangan pernah meremehkan kekuatan sebuah ucapan. Lisan memang tidak bertulang, tetapi ia lebih tajam dari sebilah pedang. Sebuah kata yang salah dapat melukai hati seumur hidup. Sebaliknya, satu kata yang baik bisa menjadi penyejuk jiwa. Rasulullah ﷺ pernah memberikan peringatan keras mengenai hal ini. Beliau bersabda:

“Sesungguhnya ada seorang hamba mengucapkan satu kata yang diridhai Allah, yang dia sendiri menganggapnya remeh, namun dengan itu Allah mengangkatnya beberapa derajat. Dan sesungguhnya ada seorang hamba mengucapkan satu kata yang dimurkai Allah, yang dia sendiri tidak menganggapnya berat, namun dengan itu dia terjerumus ke dalam neraka.”
(HR. Bukhari)

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Hadis ini menjadi bukti nyata. Betapa dahsyatnya dampak dari setiap kata yang keluar dari mulut kita. Renungkanlah sejenak. Betapa banyak individu yang binasa akibat lisannya sendiri. Ada yang hancur karena fitnah keji, terpuruk karena menyebarkan gosip (ghibah), dan ada pula yang memutus tali silaturahmi akibat makian dan adu domba. Semua malapetaka itu dapat dihindari hanya dengan berpikir sebelum berbicara dan memilih kata-kata yang baik. Di sisi lain, satu kalimat dzikir yang kita ucapkan, satu nasihat tulus yang kita berikan, atau satu kata motivasi yang kita sampaikan, bisa menjadi amal jariyah. Pahalanya akan terus mengalir deras tanpa henti.

Tangan: Alat untuk Membangun atau Menghancurkan

Sama halnya dengan lisan, tangan manusia adalah alat yang netral. Manusialah yang memilih untuk menggunakannya demi kebaikan atau keburukan. Tangan kita dapat menjadi sarana untuk meraih pahala yang melimpah. Misalnya, dengan bersedekah kepada yang membutuhkan. Atau dengan menyingkirkan duri di jalan. Tangan kita juga bisa dipakai untuk menuliskan ilmu yang bermanfaat. Bahkan, di era digital ini, jari-jemari kita bisa membangun sarana kebaikan melalui tulisan dan konten positif di media sosial.

Akan tetapi, tangan yang sama juga memiliki potensi untuk menorehkan keburukan yang mengerikan. Tangan bisa digunakan untuk menyebarkan berita bohong (hoaks). Jari-jemari bisa dipakai untuk menulis komentar kasar yang menyakiti hati. Tangan bisa pula dipakai untuk melakukan kezaliman dan merusak tatanan sosial. Karena itulah, barometer kesempurnaan iman seseorang sangat terkait dengan kemampuannya mengendalikan dua anggota tubuh ini. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Seorang Muslim adalah orang yang kaum Muslimin lainnya selamat dari lisan dan tangannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini memberikan definisi yang sangat dalam. Menjadi seorang Muslim sejati bukan hanya tentang ibadah ritual. Ia juga tentang menjadi sumber keamanan dan kedamaian bagi orang-orang di sekitarnya.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Kewajiban Menjaga Sebelum Dihisab

Pada akhirnya, kita harus sadar sepenuhnya bahwa lisan dan tangan ini hanyalah titipan. Kelak, di hadapan Allah, keduanya akan menjadi saksi atas perbuatan kita. Tidak ada satu pun yang akan terlewat dari catatan malaikat. Allah SWT menegaskan hal ini dalam firman-Nya:

“Tidak ada satu kata pun yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap mencatat.”
(QS. Qaf: 18)

Maka dari itu, sebelum semuanya terlambat dan penyesalan tiada lagi berguna, mari kita bertekad. Jadikanlah lisan kita sebagai penebar kedamaian. Jadikanlah tangan kita sebagai sarana untuk membangun kebaikan. Berusahalah sekuat tenaga untuk menjadi pribadi yang kehadirannya selalu membawa manfaat, bukan kerusakan. Pilihlah untuk menjadi sumber kebahagiaan bagi sesama, bukan sumber luka dan derita.

“Jika tak bisa berkata yang baik, lebih baik diam. Jika tak bisa menolong dengan tangan, cukup hindari menyakitkan orang lain dengan tangan kita.”

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement