Surau.co – Memakan makanan memang paling enak dalam kondisi baru dimasak. Selain masih fresh, makanan yang baru matang biasanya lebih sedap untuk disantap. Untuk jenis goreng, makanan juga lebih kriuk dan menarik. Hanya saja, ada kekurangannya, yakni suhu makanan tersebut yang masih panas. Lidah dan bibir kita, berpotensi melepuh.
Sebagian dari kita, biasa mensiasati kondisi panas pada makanan dengan cara meniupnya. Dengan ditiup, suhu panas makanan akan menurun lebih cepat. Saat masih sedikit hangat itulah, merupakan momentum terbaik untuk mengkonsumsinya. Tapi pertanyaannya, apakah cara itu sesuai anjuran islam?
Nabi Larang Meniup Makanan
Islam tidak menganjurkan untuk meniup makanan panas. Sebab, hal itu berkaitan dengan adab yang Nabi Muhammad SAW ajarkan dalam haditsnya :
وعن ابن عباس رضي اللّه عنهما أن النبي نهى أن يتنفس في الإناء أو ينفخ فيه
Artinya : “Dari Ibnu Abbas RA, bahwa Nabi Muhammad SAW melarang pengembusan nafas dan peniupan (makanan atau minuman) pada bejana,” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Dalam hadits itu, Nabi melarang meniup juga menghembuskan nafas dalam bejana. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menjelaskan bahwa bisa saja mulut itu tidak sedap baunya. Sehingga menimbulkan rasa jijik bagi orang lain ketika meminumnya.
Ulama Beda Pendapat
Jumhur atau kebanyakan ulama berpendapat bahwa hukum meniup makanan atau minuman adalah makruh tanzih. Sebab hal itu berkaitan dengan adab dan kebersihan.
Namun ada sebagian ulama, khususnya pada kelompok Maliki dan Hambali yang berpendapat larangan makruh hanya berlaku dalam jamuan makan bersama-sama. Dalam situasi itu, ada potensi penggunaan wadah secara bersama-sama. Bisa jadi, ada orang lain yang merasa jijik atau khawatir masuknya kotoran atau penyakit yang menular.
Sementara ketika seseorang makan sendiri, kelompok ini berpendapat larangan meniup makanan dan minuman tidak berlaku. Sebab yang bersangkutan secara sadar melakukannya dan tidak merasa jijik dengan tindakan dirinya sendiri. Sehingga tidak melanggar secara adab.
Tunggu Makanan Dingin
Terlepas dari hukum dasarnya, mayoritas ulama menyarankan kita yang memiliki waktu luang untuk menunggu makanan atau minuman dingin dengan sendirinya. Adapaun bagi yang ingin mempercepat pendinginan, ulama menyarankan penggunaan alat untuk membantu mempercepat, misalnya dengan kipas atau alat bantu lain.
Anjuran ini sejalan dengan contoh Nabi dalam haditsnya :
Dari Asma binti Abu Bakr, sesunguhnya beliau jika beliau membuat roti tsarid wadahnya beliau ditutupi sampai panasnya hilang kemudian beliau mengatakan, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya makanan yang sudah tidak panas itu lebih besar berkahnya”. [HR Hakim]
Meniup Makanan Tidak Sehat Secara Medis
Larangan Nabi meniup makanan ternyata sejalan dengan kesehatan. Mengutip dr. Adeline Jaclyn di alodokter, meniup makanan panas dapat mentransfer mikroorganisme berbahaya.
“Terdapat studi yang meneliti jumlah mikroorganisme pada makanan panas yang ditiup dan tidak ditiup. Didapatkan hasil perbedaan yang signifikan antara keduanya, yaitu lebih banyak mikroorganisme pada (makanan) yang ditiup,” ungkap dr. Adeline.
Saat meniup makanan, tubuh melalui mulut akan melepaskan karbon dioksida (CO2) dan karbon monoksida (CO). Karbon dioksida yang itu, bereaksi dengan partikel air (H2O) di dalam makanan dan menghasilkan pembentukan asam karbonat (H2CO3).
Secara keilmuan, karbon monoksida itu mengandung beracun. Jadi, jika mengonsumsi makanan setelah meniupnya, tubuh akan kemasukan lebih banyak asam karbonat dan karbon monoksida. Sehingga beresiko mengganggu keseimbangan asam dan alkali tubu yang mengakibatkan ketidakseimbangan metbolisme.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
