Berita
Beranda » Berita » Haram Sound Horeg: Saat Hiburan Kehilangan Adab dan Merusak Tatanan Sosial

Haram Sound Horeg: Saat Hiburan Kehilangan Adab dan Merusak Tatanan Sosial

SURAU.CO – Fenomena sound horeg telah menjadi pemandangan yang semakin lazim dalam beberapa tahun terakhir. Ia hadir sebagai dentuman bass yang menggetarkan dada di berbagai acara komunal. Mulai dari hajatan pernikahan, arak-arakan khitanan, hingga pawai budaya, sound system berdaya raksasa ini seakan menjadi simbol kemeriahan. Namun demikian, di balik gegap gempita yang terlihat, tersimpan keresahan mendalam di tengah masyarakat. Kebisingan yang melampaui batas toleransi, sering kali hingga larut malam, telah mengubah hiburan menjadi gangguan. Menanggapi situasi ini secara serius, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengambil sikap tegas. Melalui beberapa fatwa di tingkat daerah, MUI menyatakan bahwa penggunaan sound horeg yang meresahkan dan melanggar batas syariat hukumnya adalah haram.

Haram Sound Horeg: Saat Hiburan Kehilangan Adab dan Merusak Tatanan Sosial

Melihat fenomena sound horeg dan fatwa yang menyertainya, kita diajak untuk merefleksikan kembali makna sejati dari “hiburan” dan “budaya” dalam bingkai keislaman. Sering kali, atas nama tradisi atau kemeriahan, kita tanpa sadar melanggar esensi paling dasar dari ajaran agama, yaitu adab. Adab kepada tetangga, adab kepada orang yang lebih tua, dan adab dalam menjaga ruang publik.

Teknologi, dalam hal ini sound system, adalah alat yang netral. Ia bisa berguna untuk mengumandangkan adzan yang merdu atau lantunan ayat suci yang menenangkan. Namun, ia juga bisa menjadi senjata perusak ketenangan jika digunakan tanpa ilmu dan kebijaksanaan. Di sinilah letak ujian kita sebagai masyarakat. Apakah kita akan membiarkan teknologi mendikte perilaku kita, atau kita yang akan mengendalikan teknologi dengan landasan akhlak dan empati? Fatwa ini sejatinya bukan sekadar larangan, melainkan sebuah pengingat keras bahwa kebahagiaan seseorang atau satu kelompok tidak boleh berada di atas penderitaan dan keresahan orang lain.

Apa Sebenarnya Sound Horeg Itu?

Istilah “sound horeg” sejatinya lebih dari sekadar sound system biasa. Ia merujuk pada instalasi audio berskala masif. Biasanya, puluhan speaker aktif berdaya ribuan watt terpasang pada truk atau panggung darurat. Kekuatan suaranya sungguh luar biasa, mampu memekakkan telinga dan menggetarkan kaca jendela dari jarak ratusan meter. Musik yang diputar pun umumnya adalah genre remix, house music, atau dangdut koplo dengan irama cepat. Akibatnya, alih-alih menjadi latar musik yang syahdu, ia menjelma menjadi polusi suara yang menginvasi ruang-ruang privat warga.

Landasan Fatwa MUI: Menjaga Kemaslahatan Umat

Fatwa yang dikeluarkan oleh beberapa MUI di tingkat kabupaten, seperti MUI Kabupaten Banyuwangi dan MUI Jember, tidak lahir dari ruang hampa. Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan syar’i yang sangat mendalam, dengan tujuan utama untuk melindungi kemaslahatan umum (maslahah ‘ammah). Terdapat beberapa alasan utama yang menjadi pilar dari fatwa haram ini.

Peduli Sumatera: Saat Saudara Kita Menjerit, Hati Kita Harus Bangkit

Pertama, dan yang paling utama, adalah unsur gangguan nyata terhadap ketenangan masyarakat. Islam sangat melindungi hak setiap individu untuk hidup tenang. Sound horeg secara langsung merampas hak tersebut. Bayangkan kondisi warga lanjut usia yang jantungnya berdebar kencang karena kaget. Pikirkan orang sakit yang tidak bisa beristirahat dengan tenang. Renungkan juga nasib bayi dan anak kecil yang tidurnya terganggu. Bahkan, para jamaah di masjid dan mushalla pun kehilangan kekhusyukan ibadah mereka akibat dentuman musik yang tak kenal waktu.

Kedua, fatwa ini mempertimbangkan kaidah bahwa kemudharatan yang timbul jauh lebih besar daripada manfaatnya. Manfaat dari sound horeg mungkin hanya dirasakan oleh segelintir orang, yakni penyelenggara dan peserta acara yang menikmati euforia sesaat. Namun, kemudharatannya menyebar ke seluruh lingkungan. Pawai sound horeg sering kali menyebabkan kemacetan lalu lintas yang parah. Tidak jarang, acara ini memicu keributan antar kelompok. Lebih jauh lagi, suasana yang terlalu bebas kadang membuka pintu menuju pelecehan akhlak dan perilaku yang jauh dari nilai kesopanan.

Ketiga, sound horeg berpotensi besar melalaikan manusia dari mengingat Allah dan menjalankan ibadah. Ketika suara adzan berkumandang tetapi tertelan oleh hingar bingar musik, ini adalah sebuah ironi yang menyakitkan. Apalagi jika praktik ini dilakukan pada bulan suci Ramadan atau di sekitar waktu-waktu shalat fardhu. Aktivitas yang seharusnya menjadi hiburan justru berubah menjadi penghalang antara seorang hamba dengan Tuhannya.

Dasar Hukum Islam yang Kokoh

Keputusan MUI ini berlandaskan pada prinsip-prinsip fundamental dalam syariat Islam. Dalil-dalil yang digunakan sangat relevan dengan konteks permasalahan sosial ini.

Salah satu dasar utamanya adalah larangan untuk menyakiti atau mengganggu sesama Muslim, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

Asosiasi Ma’had Aly Dorong PenguatanDirektorat Jenderal Pesantren

“Seorang Muslim adalah orang yang tidak mengganggu orang Muslim lainnya dengan lisan dan tangannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Gangguan melalui suara yang berlebihan termasuk dalam kategori ini. Tangan yang menyalakan dan mengatur volume sound system hingga melampaui batas adalah “tangan” yang menyebabkan mudharat bagi orang lain.

Selanjutnya, fatwa ini mengaplikasikan sebuah kaidah fikih yang sangat penting: Dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih (Menolak kerusakan harus lebih diutamakan daripada mengambil kemaslahatan). Dalam kasus ini, kerusakan (mafsadat) berupa keresahan masyarakat, potensi konflik, dan kelalaian dari ibadah harus kita cegah. Mencegahnya jauh lebih prioritas daripada mengejar maslahat yang bersifat semu dan terbatas, yakni kesenangan sesaat.

Selain itu, praktik sound horeg yang berlebihan juga dapat masuk dalam kategori tabdzir, atau menghambur-hamburkan sesuatu secara sia-sia. Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya pemboros itu adalah saudara-saudara setan.”
(QS. Al-Isra’: 27)

Fenomena Nikah Siri: Boleh Secara Agama, Tapi Berbahaya

Menghabiskan banyak biaya, energi listrik yang besar, dan waktu hanya untuk menciptakan kebisingan yang mengganggu jelas merupakan bentuk pemborosan yang tidak Allah sukai.

MUI tidak hanya mengeluarkan fatwa, tetapi juga memberikan solusi dan imbauan konstruktif. MUI mendorong masyarakat, khususnya para penyelenggara acara, untuk kembali kepada kearifan. Gunakanlah sound system secara proporsional. Utamakan etika sosial dan tenggang rasa. Pilihlah jenis hiburan yang sejalan dengan nilai-nilai syariat dan norma kesopanan yang berlaku di masyarakat.

Lebih lanjut, MUI juga meminta peran aktif dari aparat pemerintah dan tokoh masyarakat. Perlu ada regulasi yang jelas dan tegas untuk membatasi penggunaan sound horeg. Penegakan aturan ini menjadi kunci agar fatwa tidak hanya menjadi macan kertas, tetapi benar-benar membawa perubahan positif di lapangan.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement