Kalam
Beranda » Berita » Saat Manusia Menjadi Perpanjangan Tangan Syaithan

Saat Manusia Menjadi Perpanjangan Tangan Syaithan

qunutsubuh
ilustrasi qunut subuh

Mengusik Kekhusyukan Shalat: Saat Manusia Menjadi Perpanjangan Tangan Syaithan

SURAU.COShalat adalah tiang agama bagi seorang Muslim. Lebih dari itu, ia merupakan momen dialog yang paling intim antara seorang hamba dengan Sang Pencipta, Allah ﷻ. Dalam setiap gerakan dan bacaannya, seorang hamba menumpahkan segala harap, cinta, serta kepasrahan total. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika syaithan, musuh abadi manusia, menjadikan shalat sebagai target utamanya. Ibadah ini adalah benteng, dan syaithan berusaha sekuat tenaga untuk merobohkannya dari dalam.

Namun, yang sering luput dari perhatian kita adalah bagaimana gangguan itu tidak hanya datang dari bisikan gaib. Terkadang, tanpa kita sadari, manusia justru menjadi agen nyata dari gangguan tersebut. Perbuatan mengganggu orang yang sedang shalat, baik disengaja maupun tidak, sejatinya adalah manifestasi dari keberhasilan syaithan dalam merusak ibadah.  Sungguh, ini adalah sebuah pertempuran batin yang sangat halus. Syaithan tidak datang dengan wujud menyeramkan, melainkan melalui pikiran kita sendiri. Ia memanfaatkan celah kelalaian sekecil apa pun untuk merusak hubungan kita dengan Allah. Oleh sebab itu, menyadari keberadaannya adalah langkah pertama untuk melawannya.

Syaithan, Sutradara Utama di Balik Pikiran yang Kacau

Setiap Muslim pasti pernah merasakan betapa sulitnya menjaga fokus dalam shalat. Pikiran yang tadinya tenang tiba-tiba melayang ke urusan duniawi. Kunci yang hilang mendadak teringat. Pekerjaan kantor yang belum selesai tiba-tiba muncul di benak. Inilah medan pertempuran sesungguhnya, sebuah perang melawan gangguan yang dilancarkan oleh syaithan.

Rasulullah ﷺ telah memberikan peringatan yang sangat jelas mengenai hal ini. Beliau melukiskan dengan detail bagaimana syaithan beroperasi. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, beliau bersabda:

“Sesungguhnya syaithan datang kepada salah seorang dari kalian dalam shalatnya, lalu ia mengacaukan bacaan dan pikirannya, sehingga ia tidak tahu lagi berapa rakaat yang telah ia kerjakan.” (HR. Muslim)

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Hadits ini bukan sekadar informasi, melainkan sebuah realitas yang terjadi setiap hari. Syaithan bernama Khanzab secara spesifik ditugaskan untuk mengganggu shalat. Ia meniupkan was-was ke dalam hati. Akibatnya, kita menjadi ragu tentang jumlah rakaat. Selain itu, ia membuat kita tergesa-gesa ingin segera menyelesaikan shalat, seolah-olah ibadah ini adalah beban yang harus cepat dilepaskan.

Ketika Manusia Mengambil Alih Tugas Syaithan

Gangguan syaithan tidak berhenti pada bisikan internal. Justru, ia menemukan cara yang lebih efektif melalui tindakan manusia lain. Banyak orang mungkin tidak menyadari bahwa perbuatan mereka telah merusak kekhusyukan ibadah saudaranya. Perilaku ini sering dianggap sepele, padahal dampaknya sangat besar.

Contohnya sangat banyak di sekitar kita. Misalnya, berbicara dengan suara keras atau tertawa terbahak-bahak di dekat orang yang sedang shalat. Ada pula yang dengan santai memutar musik atau video dengan volume kencang di area sekitar masjid atau mushala. Bahkan, membiarkan anak-anak berlarian dan berteriak tanpa pengawasan saat shalat berjamaah sedang berlangsung adalah bentuk gangguan nyata.

Tindakan-tindakan ini, meskipun sering kali tanpa niat jahat, secara efektif menjalankan misi syaithan. Fokus orang yang shalat menjadi terpecah. Bacaan menjadi kacau, dan kenikmatan berdialog dengan Allah pun sirna.

Rasulullah ﷺ sangat menekankan pentingnya menjaga adab demi kekhusyukan bersama. Beliau bahkan memberikan batasan pada amalan yang mulia seperti membaca Al-Qur’an jika itu berpotensi mengganggu orang lain. Disebutkan dalam sebuah hadits:

Riyadus Shalihin: Buku Panduan Kecerdasan Emosional (EQ) Tertua Dunia

“Janganlah sebagian kalian mengangkat suaranya ketika membaca Al-Qur’an sehingga mengganggu yang lain.” (HR. Abu Dawud, Hasan)

Mengapa Mengganggu Shalat Itu Berbahaya?

Mengapa mengganggu orang shalat memiliki anggapan sebagai perbuatan dosa? Jawabannya sederhana: karena perbuatan itu secara langsung merusak ibadah kepada Allah ﷻ. Ketika seseorang sedang shalat, ia sedang “bertamu” dan menghadap Rabb-nya. Mengganggunya sama saja dengan tidak menghormati “tuan rumah” dan “tamu” tersebut.

Bayangkan kita sedang berbincang serius dengan seorang pemimpin yang sangat kita hormati. Tentu kita akan memastikan tidak ada suara atau aktivitas lain yang mengganggu. Kita akan menuntut suasana yang hening dan penuh hormat. Lantas, mengapa standar ini tidak kita terapkan saat seorang hamba sedang menghadap Allah, Raja dari segala raja?

Mengganggu orang shalat adalah bentuk kezaliman kecil yang sering kita abaikan. Kita merampas hak saudara kita untuk beribadah dengan tenang. Kita menjadi sebab hilangnya kekhusyukan yang mungkin sedang ia perjuangkan dengan susah payah. Dengan demikian, kita tidak hanya merusak hubungannya dengan Allah, tetapi juga menanam benih dosa dalam hubungan kita dengan sesama manusia.

Ini adalah sebuah tamparan keras bagi kita. Jika membaca kalam Allah dengan suara keras saja dilarang karena bisa mengganggu shalat orang lain, lantas bagaimana dengan obrolan duniawi, canda tawa, atau suara bising dari gawai kita? Hadits ini menetapkan standar adab yang sangat tinggi. Ia mengajarkan kita untuk mendahulukan kenyamanan ibadah orang lain di atas ekspresi ibadah pribadi yang berpotensi mengusik. Ironisnya, kita sering lebih permisif terhadap kebisingan duniawi ketimbang suara zikir.

Fenomena Flexing Sedekah di Medsos: Antara Riya dan Syiar Dakwah

Lalu, Bagaimana Cara Kita Menghindari Gangguan Tersebut?

Menjaga kekhusyukan adalah perjuangan dua arah: dari dalam diri sendiri dan dari lingkungan sekitar. Oleh karena itu, solusinya pun harus melibatkan kedua belah pihak.

Bagi yang Sedang Shalat:

  1. Berlindung kepada Allah. Ini adalah senjata utama. Jika merasakan was-was atau gangguan, Rasulullah ﷺ mengajarkan untuk meludah ringan ke kiri tiga kali seraya mengucapkan: “A’udzu billahi minasy-syaithanir rajiim.” (Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaithan yang terkutuk).

  2. Persiapan Sebelum Shalat. Kekhusyukan dimulai bahkan sebelum takbir. Berwudhulah dengan sempurna sambil merenung. Kemudian, kosongkan pikiran dari urusan duniawi sejenak sebelum memulai shalat.

  3. Pahami Bacaan Shalat. Mengetahui arti dari setiap ayat dan doa yang kita ucapkan akan membantu pikiran untuk tetap fokus dan tidak melayang ke mana-mana.

  4. Gunakan Sutrah (Pembatas). Shalat di belakang dinding, tiang, atau meletakkan tas di depan dapat membantu membatasi area pandang dan mengurangi gangguan visual.

Bagi Lingkungan Sekitar:

  1. Mode Hening adalah Adab. Jadikan kebiasaan untuk selalu mengubah mode gawai menjadi hening saat memasuki masjid atau mushala. Sebuah dering telepon dapat menghancurkan fokus puluhan orang sekaligus.

  2. Kontrol Suara. Bicaralah dengan suara pelan dan lirih. Hindari tertawa keras atau bercanda di area yang dekat dengan tempat orang shalat.

  3. Awasi Anak-Anak. Mengajak anak ke masjid adalah hal yang baik untuk pendidikan mereka. Namun, orang tua memiliki tanggung jawab untuk memastikan anak-anak mereka tidak berlarian atau berteriak sehingga mengganggu jamaah lain.

  4. Saling Mengingatkan. Jika melihat ada yang berpotensi menimbulkan gangguan, ingatkan dengan cara yang baik dan penuh hikmah. Ini adalah bagian dari tolong-menolong dalam kebaikan.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement