Sejarah
Beranda » Berita » Sejarah Berdirinya KOKAM : Respon Tegas Terhadap Krisis Nasional

Sejarah Berdirinya KOKAM : Respon Tegas Terhadap Krisis Nasional

Kokam ( Foto : suara muhammadiyah.id)

SURAU.CO – Pada hari Minggu (20/7/2025) kemarin,  telah terselenggara Apel Akbar Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam) Tahun 2025 di Stadion Tridadi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tercatat sebanyak 23.450 anggota Kokam dari seluruh penjuru Indonesia mengikuti acara tersebut.

Apel akbar ini bertujuan untuk mengonsolidasikan kekuatan dan menegaskan kesiapan moral, mental, dan fisik kader Kokam dalam menghadapi berbagai tantangan zaman, serta memperkuat peran Kokam sebagai garda depan dalam menjaga nilai-nilai luhur bangsa. Apel ini juga menjadi ajang silaturahmi nasional dan mempererat tali persaudaraan antar anggota Kokam dari berbagai daerah.

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo memipin langsung apel akbar. Apel akbar ini menjadi momen penting dalam memperkuat sinergi antara Polri dan organisasi kepemudaan berbasis keagamaan, khususnya Pemuda Muhammadiyah. Dalam kesempatan itu, terjadi penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Polri dan Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah.

“Alhamdulillah, baru saja dilakukan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Polri dan Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah terkait Sinergisitas Usaha Pertanian dalam rangka Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional,” ujar Kapolri seperti dilansir media JawaPos.com (21/7/2025)

Apel Akbar Kokam menjadi bukti eksistensi dan kekuatan salah satu garda depan Persyarikatan Muhammadiyah. Acara ini menegaskan sinergi Kokam dengan berbagai elemen bangsa. Namun, di balik gagahnya barisan Kokam hari ini, tersimpan sejarah panjang yang lahir dari rahim krisis nasional. Lantas, bagaimana sebenarnya sejarah berdirinya KOKAM Pemuda Muhammadiyah di tanah air?

Mustafa Kemal Ataturk: Modernisasi dan Perkembangan Islam Modern

Kelahiran Kokam merupakan jawaban atas situasi genting yang melanda Indonesia pada tahun 1965. Sejarah mencatat, Kokam lahir sebagai bentuk peran konkret bela negara dari Muhammadiyah untuk memberi dukungan fisik dalam menghadapi berbagai ancaman terhadap kedaulatan negara.

Lahir dari Rahim Krisis Politik

Menjelang peristiwa Gerakan 30 September (G30S), kaum komunis yang tergabung dalam Partai Komunis Indonesia (PKI) semakin agresif. Mereka terus meningkatkan ofensif revolusioner dan melancarkan berbagai aksi sepihak. Salah satu insiden besar terjadi pada 15 November 1961. Saat itu, sekitar 3.000 anggota Barisan Tani Indonesia (BTI), yang berafiliasi dengan PKI, secara liar menggarap tanah milik Perusahaan Perkebunan Negara.

Aksi provokatif terus berlanjut di berbagai daerah untuk menciptakan situasi revolusioner. Peristiwa Bandar Betsi di Sumatra Utara menjadi salah satu pemicu kemarahan publik. Dalam insiden tersebut, seorang letnan angkatan darat tewas oleh anggota BTI. Tak hanya itu, upaya menggerogoti ideologi negara juga masif terjadi. Muncul gagasan untuk memeras Pancasila menjadi Trisila, lalu menjadi Ekasila yang bermakna Gotong Royong dalam kerangka Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis).

Dalam konstelasi politik yang semakin memanas ini, Pemuda Muhammadiyah justru terpinggirkan. Mereka tidak mendapat tempat di Front Nasional, yang saat itu hanya terdiri dari organisasi pemuda yang terafiliasi dengan partai politik.

Inisiatif Kursus Kader Muhammadiyah

Sebagai respons atas kondisi tersebut, umat Islam berinisiatif menggelar Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) untuk mengimbangi kegiatan internasional yang mulai condong ke kiri. Dalam persiapan acara ini, tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti H.S. Prodjokusumo memainkan peran penting di kesekretariatan dan pengerahan massa.

Peran Pemikiran Al-Farabi; Pencerahan Filsafat Yunani dan Barat

Melihat kekuatan massa umat Islam yang luar biasa, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jakarta Raya mengambil langkah strategis. Bersama Pemuda Muhammadiyah Jakarta, mereka merancang sebuah kursus kader. Tokoh-tokoh seperti Letnan Kolonel S. Prodjokusumo, Drs. Lukman Harun, dan Muhammad Suwardi, BA, menjadi motor penggeraknya.

Kursus ini dinamakan Kader Takari dan dibuka pada 1 September 1965. Tujuannya adalah untuk meningkatkan mental dan daya juang keluarga besar Muhammadiyah dalam menghadapi segala kemungkinan. Sebanyak 250 peserta mengikuti kursus angkatan pertama ini, yang terdiri dari kalangan tua bersemangat muda serta pemuda-pemudi utusan cabang.

Materi kursus sangat relevan dengan kondisi zaman, mulai dari Tauhid, Kemuhammadiyahan, hingga materi tentang keamanan, pertahanan, dan gerakan revolusioner. Para pemateri berasal dari tokoh Muhammadiyah dan juga tokoh nasional seperti Jenderal Abdul Haris Nasution dan Jenderal Polisi Sutjipto Judodiharjo.

Detik-Detik Proklamasi KOKAM

Pada malam tanggal 30 September 1965, Jenderal A.H. Nasution memberikan ceramah di kursus kader hingga pukul 23.30. Dalam ceramahnya, beliau dengan tegas menentang gagasan Angkatan ke-5, yaitu barisan rakyat yang dipersenjatai. Keesokan harinya, 1 Oktober 1965, RRI menyiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September yang menuding adanya Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta.

Siang harinya, situasi semakin jelas dengan pengumuman dekrit pembentukan Dewan Revolusi oleh Letnan Kolonel Untung Syamsuri. Negara dalam keadaan bahaya. Malam itu, para peserta kursus tetap datang ke Universitas Muhammadiyah Jakarta. Namun, pemateri tidak bisa hadir.

Kitab Taisirul Kholaq: Terobosan Pembelajaran Akhlak Metode Salafiyah

Pimpinan kursus segera menggelar sidang darurat di ruang rektor yang gelap karena listrik padam. Drs. Lukman Harun menyampaikan informasi bahwa G30S adalah upaya perebutan kekuasaan yang didalangi oleh PKI. Atas usul Letkol S. Prodjokusumo, forum sepakat untuk membentuk sebuah komando kesiapsiagaan.

Tepat pada pukul 21.30, tanggal 1 Oktober 1965, di hadapan seluruh peserta kursus, diproklamasikanlah berdirinya Komando Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Muhammadiyah, yang kemudian disingkat KOKAM. Letkol S. Prodjokusumo diangkat menjadi komandannya, dengan markas di Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Konsolidasi Kekuatan di Berbagai Daerah

Komandan KOKAM, S. Prodjokusumo, segera mengeluarkan instruksi harian. Ia memerintahkan pembentukan KOKAM di setiap cabang Muhammadiyah dan meminta seluruh angkatan muda bertanggung jawab atas keselamatan keluarga Muhammadiyah di wilayahnya. Instruksi tersebut juga menekankan pentingnya kerja sama dengan kekuatan anti-G30S.

Seluruh penjuru negeri menyambut dengan cepat instruksi ini. Laporan pembentukan KOKAM mengalir dari berbagai daerah. Di Yogyakarta, anggota KOKAM mendapatkan latihan langsung dari Pasukan Baret Merah (RPKAD) dan menjadi anak emas Sarwo Edhi. Di Jawa Tengah, kekuatan KOKAM berpusat di Pekalongan dan Surakarta, di mana mereka bahu-membahu dengan ABRI.

Pembentukan KOKAM di Jawa Timur juga tak kalah unik. Fatchurrahman, yang kebetulan berada di Jakarta saat KOKAM diproklamasikan, diangkat langsung oleh S. Prodjokusumo menjadi Komandan KOKAM Jawa Timur. Ia kemudian kembali dan menyusun pasukannya dengan bantuan pelatihan dari unsur TNI AD dan AL. Di luar Jawa, KOKAM juga berdiri kokoh di Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, hingga berbagai provinsi di Sumatra.

Demikianlah sejarah berdirinya KOKAM. Ia tidak lahir di ruang hampa, melainkan dari sebuah kesadaran mendalam untuk membela agama, negara, dan bangsa dari ancaman perpecahan. (Tri/dari berbagai sumber)

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement