SURAU.CO. Di tengah hiruk pikuk Kota Semarang, sebuah jejak sejarah Islam berdiri kokoh. Salah satunya adalah Masjid Sekayu. Bangunan suci ini menjadi bukti peradaban Islam yang sangat penting dalams ejarah Islam di Nusantara. Lokasinya berada di tengah pemukiman padat, masjid ini menyimpan kisah yang lebih tua dari Kerajaan Demak. Keberadaannya menjadi fondasi penting bagi syiar Islam di tanah Jawa.
Masjid Sekayu berdiri sekitar tahun 1413. Usianya lebih tua dari Masjid Agung Demak yang ikonik. Tak salah kalau sejarah mencatat Masjid Sekayu meminyai peran vital pengembangan Islam di Jawa. menengok sejarahnya lingkungan masjid dahulu menjadi tempat pusat pengumpulan kayu. Kayu-kayu pilihan tersebut menjadi bahan baku utama pembangunan Masjid Agung Demak. Saat itu, Kerajaan Demak baru saja berdiri di bawah pimpinan Raden Fatah.
Peran Kiai Kamal Utusan Sunan Gunung Jati
Di balik sejarah besar masjid ini, ada sosok ulama yang berjasa. mengutip dari laman pemprovjateng.go.id., salah satu dewan ketakmiran Masjid Sekayu, Achmad Arief, menjelaskan tokoh penting dalam pendirian masjid ini adalah Kiai Kamal. Kiai ini adalah murid kepercayaan Sunan Gunung Jati. “Tokohnya Mbah Kiai Kamal, murid dari Sunan Gunung Jati di Cirebon,” ujar Arief .
Kiai Kamal mendapat perintah langsung dari gurunya untuk mendirikan permukiman di Semarang. Permukiman itu sekaligus menjadi pusat dakwah dan tempat ibadah. Misi utamanya adalah mengumpulkan kayu-kayu jati terbaik. Kayu tersebut akan digunakan untuk membangun masjid agung di Demak. “Masjid Sekayu dulunya adalah tempat pengumpulan kayu yang disebut pekayuan, yang direncanakan untuk pembangunan masjid di Demak. Kemudian menjadi Sekayu,” tambah Arief.
Nama “Sekayu” sendiri berasal dari kata “sentra kayu”. Lokasi ini menjadi pusat logistik proyek besar tersebut. Para pekerja mengumpulkan kayu dari berbagai daerah di Jawa Tengah. Arief menambahkan, kayu-kayu itu berasal dari Kedungjati, Ungaran, dan Ambarawa. Kayu lain datang dari Purwodadi, Kendal, Wonogiri, hingga Surakarta.
Setelah terkumpul, proses pengiriman menjadi tantangan tersendiri. Para santri bekerja keras mengirim kayu-kayu tersebut. Mereka memanfaatkan aliran Kali Semarang yang saat itu masih besar. “Kayu itu kemudian dikirim ke Demak oleh para santri lewat laut, menuju Morodemak di Demak. Itu caranya didorong pakai gethek,” imbuhnya.
Arsitektur yang Bertahan Melintasi Zaman
Masjid Sekayu telah melalui banyak perubahan. Beberapa kali pemugaran dilakukan untuk menjaga bangunannya. Pemugaran total terakhir mengubahnya menjadi bangunan modern berlantai dua. Namun, pengurus masjid tetap mempertahankan beberapa ornamen asli. Bagian-bagian ini menjadi bukti otentik dari sejarah panjangnya.
“Tiangnya masih asli tapi dibungkus kayu lagi. Ada juga mustaka (kubah) yang di atas masjid,” papar Arief. Empat tiang utama atau soko guru masih berdiri tegak di tengah ruang salat. Tiang dari kayu jati asli itu kini dibungkus lapisan kayu baru. Tujuannya untuk melindungi struktur asli dari kerusakan. Selain tiang, mustaka atau kubah khas Jawa di puncak atap juga masih asli. Keduanya merupakan hadiah dari Raden Patah. Hadiah ini sebagai bentuk terima kasih atas jasa Kiai Kamal dan para santrinya.
Arsitektur awal masjid ini sangat sederhana. Bangunannya terbuat dari bahan-bahan alam. Atapnya dari anyaman daun rumbia. Dindingnya dari gebyok kayu, sedangkan lantainya masih berupa tanah. Kini, wujudnya telah modern namun tetap menjaga nuansa akulturasi Hindu-Islam.
Jejak Sejarah yang Menarik Peneliti Dunia
Dengan usianya yang mencapai enam abad, Masjid Sekayu menjadi magnet. Banyak peneliti dan akademisi datang berkunjung ke masjid ini. Mereka ingin menggali lebih dalam kisah di balik masjid kuno ini. Para peneliti tidak hanya berasal dari dalam negeri. Banyak juga yang datang dari mancanegara untuk studi.
“Ada yang datang ke sini membuat film dan penelitian. Ya ada yang dari Jepang, India, dan sebagainya,” tandas Arief. Kisah Masjid Sekayu adalah cerminan semangat gotong royong. Ia adalah saksi bisu perjuangan para ulama dalam menyebarkan Islam. Masjid ini bukan sekadar tempat ibadah. Ia adalah monumen hidup yang menceritakan fondasi peradaban Islam di Nusantara.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
