Fiqih
Beranda » Berita » Menjaga Batas Suci: Apakah Shalat Berjamaah Dua Orang Bukan Mahram Boleh?

Menjaga Batas Suci: Apakah Shalat Berjamaah Dua Orang Bukan Mahram Boleh?

Menjaga Batas Suci: Apakah Shalat Berjamaah Dua Orang Bukan Mahram Boleh?

SURAU.COShalat merupakan tiang agama dan puncak interaksi seorang hamba dengan Tuhannya. Islam sangat menganjurkan agar ibadah agung ini dilaksanakan secara berjamaah. Keutamaannya tidak main-main. Rasulullah ﷺ memberikan motivasi yang sangat kuat bagi umatnya untuk meraih pahala kolektif ini. Beliau bersabda:

“Shalat berjamaah lebih utama dibanding shalat sendirian dengan 27 derajat.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini mendorong setiap Muslim untuk mencari kebersamaan dalam ibadah. Namun, semangat untuk meraih keutamaan ini harus selaras dengan koridor syariat yang lain. Muncul sebuah pertanyaan praktis yang sering dihadapi di berbagai situasi, seperti di kantor, kampus, atau tempat umum lainnya. Bagaimana hukumnya jika shalat berjamaah hanya dilakukan oleh dua orang, yaitu seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang tidak memiliki ikatan mahram? Apakah niat baik untuk berjamaah bisa menabrak batasan interaksi lawan jenis?

Untuk menjawabnya, kita perlu mengurai beberapa prinsip dasar dalam fikih Islam, terutama mengenai konsep mahram dan larangan khalwat.

Memahami Konsep Mahram

Sebelum melangkah lebih jauh, kita harus memahami terlebih dahulu siapa yang dimaksud dengan mahram. Dalam istilah syariat, mahram adalah seseorang yang haram untuk dinikahi selamanya. Penyebabnya ada tiga, yaitu hubungan nasab (keturunan), hubungan persusuan, dan hubungan pernikahan. Contoh mahram bagi seorang laki-laki adalah ibunya, saudara perempuannya, bibinya, dan neneknya.

Hukum Seputar Nadzar

Sebaliknya, ghairu mahram atau yang sering disebut bukan mahram, adalah siapa pun yang halal untuk ia nikahi. Ini mencakup rekan kerja wanita, teman kuliah, sepupu (anak dari paman/bibi), dan perempuan lain yang tidak terikat oleh tiga sebab di atas. Syariat Islam mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dengan sangat ketat. Tujuannya satu: untuk menjaga kehormatan, menutup pintu fitnah, dan memelihara kesucian hati kedua belah pihak.

Menelisik Hukum Inti: Antara Sahnya Shalat dan Larangan Khalwat

Ketika membahas hukum shalat berjamaah antara dua orang bukan mahram, para ulama membedah persoalan ini dari dua sudut pandang yang berbeda, namun saling berkaitan.

1. Dari Sudut Pandang Sahnya Shalat

Secara teknis fikih, shalat berjamaah tersebut pada dasarnya tetap sah. Selama semua syarat dan rukun shalat terpenuhi—seperti suci dari hadas, menutup aurat, menghadap kiblat, dan gerakan shalat yang benar—maka ibadah shalatnya tidak batal. Keabsahan ini murni tinjauan dari aspek ritual shalat itu sendiri. Akan tetapi, persoalannya tidak berhenti sampai di situ.

2. Terbentur Dinding Larangan Khalwat

Masalah utama muncul ketika shalat berjamaah tersebut menciptakan situasi khalwat. Khalwat adalah kondisi di mana seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahram berduaan di suatu tempat yang tertutup atau sepi. Tempat tersebut membuat mereka aman dari pandangan orang lain yang dapat mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Inilah titik krusial yang dilarang keras dalam Islam. Rasulullah ﷺ telah memberikan peringatan yang sangat tegas:

“Tidaklah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali yang ketiganya adalah syaitan.”
(HR. Tirmidzi, shahih)

Ziarah Makam Hari Jum’at, Apa Hukumnya?

Hadits ini bukanlah kiasan semata. Ia mengandung makna psikologis dan spiritual yang dalam. Kehadiran setan sebagai “pihak ketiga” berarti ia akan aktif meniupkan waswas, membisikkan godaan, dan menghias-hiasi pandangan untuk menjerumuskan keduanya ke dalam perbuatan dosa, dimulai dari pandangan, pikiran, hingga perbuatan yang lebih jauh. Larangan khalwat ini adalah bentuk tindakan preventif (sadd adz-dzari’ah). Islam tidak menunggu sampai terjadi maksiat, tetapi menutup rapat-rapat gerbang yang menuju ke sana.

Oleh karena itu, jika shalat berjamaah tersebut dilakukan di ruang kantor yang terkunci, di mushala yang sepi dan terpencil, atau di dalam rumah tanpa ada orang lain, maka perbuatan tersebut jatuh ke dalam jurang keharaman karena telah melanggar larangan khalwat, meskipun niat awalnya adalah untuk ibadah.

Memisahkan Validitas Ibadah dan Dosa Perbuatan

Di sinilah letak nuansa hukumnya. Shalatnya sebagai ritual mungkin sah, namun perbuatan yang mengiringinya, yaitu berkhalwat, adalah dosa. Para ulama menganalogikannya seperti seseorang yang shalat mengenakan pakaian hasil curian. Shalatnya bisa jadi sah jika syarat rukunnya terpenuhi, tetapi ia tetap menanggung dosa karena mencuri. Demikian pula dalam kasus ini, pahala shalat tidak serta-merta menghapus dosa akibat melanggar batas pergaulan yang telah ditetapkan syariat.

Adab dan Posisi Jika Kondisi Memungkinkan

Lalu, bagaimana jika situasinya tidak terkategori khalwat? Misalnya, shalat di mushala kantor yang terbuka, di mana orang lain bisa dengan mudah melihat atau lalu-lalang. Dalam kondisi seperti ini, para ulama memperbolehkannya, meskipun tetap tidak terlalu menganjurkan jika ada pilihan lain. Namun, jika harus melakukannya, ada adab dan aturan posisi yang wajib ikut:

  • Posisi Imam dan Makmum: Laki-laki wajib berdiri di depan sebagai imam. Perempuan harus berdiri di shaf (barisan) persis di belakangnya, bukan di sampingnya. Aturan ini berdasarkan pada praktik yang langsung Nabi Muhammad ﷺ contohkan ketika beliau shalat bersama para sahabat wanita atau istrinya. Tujuannya sangat jelas, yaitu untuk meminimalisir segala bentuk potensi gangguan dan menjaga kekhusyukan masing-masing.

    Tidak Shalat Jum’at Karena Hujan; Apa Hukumnya?

  • Menjaga Jarak: Posisi perempuan di belakang menciptakan jarak fisik dan visual yang signifikan. Hal ini membantu imam agar tidak terdistraksi dan membantu makmum perempuan agar merasa lebih nyaman dan terjaga.

Aturan yang detail ini sejatinya bukanlah untuk mengekang, melainkan untuk memuliakan. Ia memuliakan ibadah shalat itu sendiri, menjaganya dari konteks yang dapat menodai kesuciannya. Ia juga memuliakan laki-laki dan perempuan dengan membangun benteng kehormatan di antara mereka. Syariat mengajarkan kita bahwa niat baik saja tidak cukup. Niat yang tulus untuk beribadah harus menyesuaikan dengan cara yang benar sesuai tuntunan.

Larangan khalwat adalah bentuk kasih sayang Allah yang luar biasa. Allah, sebagai Sang Pencipta, tahu betul kelemahan hamba-Nya. Ia tahu betapa liciknya setan dalam menggelincirkan manusia. Oleh karena itu, Allah tidak hanya memerintahkan kita untuk menjauhi zina, tetapi juga melarang kita untuk mendekatinya (wa la taqrabuz zina). Larangan khalwat adalah salah satu implementasi paling nyata dari perintah tersebut. Ia adalah sebuah pelajaran bahwa pencegahan jauh lebih baik daripada pengobatan.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.