“Menapaki Jejak Muallaf” adalah sebuah perjalanan batin yang penuh makna, sarat pelajaran tentang hidayah, ujian, dan keteguhan iman. Setiap muallaf memiliki kisah unik tentang bagaimana cahaya Islam menuntun mereka dari kegelapan menuju kebenaran.
Muallaf: Tamu Istimewa Hidayah
Muallaf adalah mereka yang baru saja menerima Islam sebagai jalan hidupnya. Proses ini bukanlah sekadar pindah agama, tetapi perubahan paradigma hidup secara total. Dari keyakinan lama menuju cahaya tauhid, dari kebiasaan lama menuju ajaran yang penuh kesucian. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Islam menghapus dosa-dosa sebelumnya.”
(HR. Muslim)
Ini berarti setiap langkah awal seorang muallaf adalah halaman baru kehidupan yang bersih dari masa lalu, seakan dilahirkan kembali untuk mengarungi hidup dengan panduan wahyu.
Jalan Terjal Hidayah
Menjadi muallaf bukan hanya tentang pengucapan dua kalimat syahadat. Ia adalah perjalanan panjang yang kerap penuh ujian. Banyak muallaf harus menghadapi:
Tekanan keluarga: Ada yang ditolak, diasingkan, bahkan dimusuhi keluarganya.
Perubahan budaya dan gaya hidup: Mereka harus meninggalkan kebiasaan lama, belajar dari nol tentang ibadah, dan menyesuaikan diri dengan komunitas Muslim.
Keterbatasan pengetahuan agama: Muallaf sering kali tidak memiliki akses pembelajaran yang memadai.
Namun, semua ujian ini justru menjadi ladang pahala besar. Allah berfirman:
“Barang siapa yang Allah kehendaki untuk mendapat hidayah, maka Dia lapangkan dadanya untuk menerima Islam.”
(QS. Al-An’am: 125)
Jejak Inspiratif Muallaf
Kisah-kisah muallaf sering menggugah iman kaum Muslimin sendiri. Misalnya:
Mereka yang menemukan kebenaran setelah meneliti Al-Qur’an dan sains modern.
Mereka yang merasakan kekosongan batin hingga menemukan ketenangan dalam Islam.
Mereka yang rela meninggalkan kenyamanan hidup demi mencari ridha Allah.
Setiap kisah menjadi pengingat bagi kita yang lahir dalam keluarga Muslim: Apakah kita sudah benar-benar mensyukuri nikmat iman?
Peran Umat Islam untuk Muallaf
Umat Islam memiliki tanggung jawab untuk memeluk muallaf dengan kasih sayang dan bimbingan. Di antaranya:
Memberi pendidikan agama dasar seperti cara shalat, membaca Al-Qur’an, dan memahami tauhid.
Memberi dukungan sosial agar mereka tidak merasa terasing.
Menjadi teladan akhlak agar mereka melihat indahnya Islam melalui perilaku nyata.
Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
“Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya.”
(HR. Muslim)
Menapaki Jejak Itu Sendiri
Kita semua sejatinya adalah “muallaf” dalam arti terus belajar, terus memperbaharui iman. Setiap hari kita harus mengucap syahadat bukan hanya dengan lisan, tetapi juga dengan amal. Menapaki jejak muallaf berarti:
Memulai kembali dengan hati yang bersih.
Memperkuat iman seolah-olah baru mengenal Islam.
Tidak lelah menuntut ilmu dan memperbaiki diri.
Ribat (رباط) adalah istilah dalam tradisi Islam yang memiliki beberapa makna penting, baik secara bahasa maupun istilah syar’i.
Makna Bahasa: Secara bahasa, ribat berasal dari kata “رَبَطَ” (rabata) yang berarti “mengikat”, “menambat”, atau “menjaga dengan kuat.” Dalam konteks peperangan, ribat bermakna kesiagaan di garis depan.
Makna Syariat: Dalam istilah syar’i, ribat mengandung dua pengertian utama:
1. Menjaga perbatasan umat Islam (frontier defense).
Ini adalah makna klasik ribat pada masa Rasulullah ﷺ, yakni berjaga di perbatasan wilayah Islam untuk melindungi kaum Muslimin dari serangan musuh. Amalan ini sangat mulia dan memiliki keutamaan yang besar.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Berjaga di jalan Allah (ribat) sehari semalam lebih baik daripada puasa dan shalat malam selama sebulan. Jika ia meninggal, amal yang ia kerjakan akan terus mengalir, rezekinya akan terus diberikan kepadanya, dan ia akan dilindungi dari fitnah kubur.”
(HR. Muslim)
2. Kesiagaan spiritual (ribat hati).
Dalam makna kontemporer, ribat juga diartikan sebagai menjaga hati, niat, dan amal untuk selalu terikat dengan Allah, serta bersiaga melawan hawa nafsu dan godaan syaitan.
Hal ini merujuk pada firman Allah:
وَاصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Bersabarlah, kuatkan kesabaranmu, dan tetaplah bersiap siaga (ribat), serta bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”
(QS. Ali Imran: 200)
Ribat dalam Kehidupan Modern: Walaupun makna fisiknya sebagai penjaga perbatasan mungkin tidak banyak dilakukan oleh individu saat ini, semangat ribat dapat diwujudkan dalam bentuk:
Menjaga akidah dan moral di tengah tantangan zaman.
Menjadi benteng dakwah untuk membela nilai-nilai Islam.
Kesiagaan menghadapi fitnah akhir zaman melalui ilmu, iman, dan amal. (Tengku Iskandar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
