Ibadah
Beranda » Berita » Kapan sih Batas Waktu Shalat Idul Fitri dan Idul Adha? 

Kapan sih Batas Waktu Shalat Idul Fitri dan Idul Adha? 

Jamaah Sholat Taraweh
Jamaah Sholat Taraweh

Kapan sih Batas Waktu Shalat Idul Fitri dan Idul Adha? 

SURAU.CO – Pagi hari raya selalu membawa suasana yang khas. Gema takbir berkumandang di mana-mana. Umat Muslim pun bergegas dengan pakaian terbaik. Mereka menuju masjid atau lapangan untuk satu tujuan mulia. Tujuan itu adalah menunaikan shalat Id. Baik itu shalat Idul Fitri maupun Idul Adha. Keduanya merupakan ibadah agung yang sangat dianjurkan. Pelaksanaannya menjadi simbol syukur dan kemenangan.

Akan tetapi, karena sifatnya yang hanya setahun sekali, sering kali muncul pertanyaan mendasar. Pertanyaan tersebut berkaitan dengan teknis pelaksanaannya. Salah satu yang paling sering membuat orang bertanya adalah perihal waktu. Sampai jam berapakah kita bisa melaksanakan shalat Ied? Memahami hal ini tentu sangat penting. Tujuannya agar ibadah kita menjadi sempurna dan sah. Oleh karena itu, mari kita bedah bersama panduan lengkapnya.

Memahami Makna di Balik Waktu Pelaksanaan Shalat Ied

Shalat Ied pada hakikatnya bukan sekadar ibadah ritual. Ia adalah sebuah syiar atau penanda kebesaran Islam. Pelaksanaannya yang bersifat kolektif menunjukkan persatuan umat. Momen ini menjadi sangat istimewa. Jutaan Muslim di seluruh dunia melakukannya serentak. Mereka merayakan kegembiraan di hari yang fitri.

Maka dari itu, penentuan waktunya tidak berlaku sembarangan. Para ulama telah menetapkan koridor waktu yang spesifik. Koridor ini berdasarkan pada dalil-dalil yang kuat. Pemahaman akan batasan waktu ini mencerminkan kedisiplinan seorang Muslim. Ia menunjukkan keseriusan dalam menjalankan perintah agamanya. Dengan demikian, mengetahui kapan waktu shalat Ied dimulai dan berakhir adalah sebuah keharusan.

Waktu Ideal Memulai Shalat Ied: Saat Matahari Naik Sepenggalah

Para ulama dari berbagai mazhab telah mencapai kata sepakat. Mereka setuju bahwa waktu awal shalat Idul Fitri dan Idul Adha dimulai sesaat setelah matahari terbit. Namun, bukan tepat pada saat matahari baru muncul di ufuk timur. Ada jeda waktu yang harus diperhatikan. Jeda ini dikenal dengan istilah qadr rumhin atau setinggi tombak.

Ziarah Makam Hari Jum’at, Apa Hukumnya?

Secara praktis, ini berarti ada waktu tunggu sekitar 15 hingga 20 menit setelah waktu syuruq (terbitnya matahari). Mengapa demikian? Hal ini bertujuan untuk menghindari waktu yang terlarang untuk shalat. Dalam ajaran Islam, terdapat larangan shalat tepat saat matahari terbit. Dengan memberikan jeda, kita memastikan shalat Ied dilaksanakan di luar waktu terlarang tersebut.

Untuk mempermudah pemahaman dalam zona waktu Indonesia, waktu mulainya shalat Ied biasanya berkisar antara pukul 06.15 hingga 06.45 pagi. Tentu saja, angka ini sangat bergantung pada lokasi geografis masing-masing daerah. Waktu terbit matahari di Jayapura jelas berbeda dengan di Banda Aceh. Oleh karena itu, langkah terbaik adalah selalu merujuk pada jadwal shalat yang dikeluarkan oleh lembaga keagamaan resmi di wilayah Anda.

Batas Akhir Waktu Shalat Ied: Sebelum Matahari Tergelincir

Selanjutnya, pertanyaan krusial lainnya adalah kapan waktu shalat Ied berakhir. Di sinilah letak batas toleransi pelaksanaannya. Para ulama kembali bersepakat dalam masalah ini. Batas akhir untuk melaksanakan shalat Ied adalah ketika waktu zawal.

Apa itu zawalZawal adalah momen ketika matahari telah melewati titik puncaknya (zenit) dan mulai condong ke arah barat. Momen inilah yang menjadi penanda masuknya waktu shalat Zuhur. Dengan kata lain, selama waktu Zuhur belum tiba, shalat Ied masih boleh dilaksanakan. Begitu azan Zuhur berkumandang, maka berakhirlah kesempatan untuk menunaikan shalat Ied pada hari itu.

Jika kita konversikan ke dalam jam, waktu zawal biasanya terjadi sekitar pukul 11.30 hingga 11.45 siang. Lagi-lagi, waktu ini dapat bervariasi di setiap daerah. Kesimpulannya sangat jelas. Shalat Ied adalah ibadah yang secara eksklusif dilakukan pada waktu pagi hingga menjelang tengah hari.

Kitab Taisirul Khallaq

Pandangan Ulama Klasik sebagai Landasan Utama

Ketetapan mengenai batas waktu shalat Ied ini bukanlah karangan baru. Ia bersumber dari pemahaman mendalam para ulama salaf terhadap dalil-dalil syar’i. Mereka telah membahasnya secara rinci dalam kitab-kitab fiqih mereka.

Salah satu ulama besar, Ibnu Qudamah rahimahullah, menegaskan dalam kitabnya yang monumental. Beliau berkata:

“Waktu shalat Id adalah ketika matahari telah naik setinggi tombak dan berakhir ketika matahari tergelincir.”
(Al-Mughni, 2/224)

Pernyataan ini sangat lugas dan tidak menyisakan keraguan. Imam Nawawi, seorang ahli fiqih dari mazhab Syafi’i, juga memberikan penjelasan senada. Beliau menyatakan:

“Waktu shalat Id dimulai setelah matahari terbit dan cukup tinggi, dan berakhir saat zawal (masuk waktu Zuhur).”
(Al-Majmu’, 5/5)

Tidak Shalat Jum’at Karena Hujan; Apa Hukumnya?

Kedua kutipan ini menunjukkan adanya konsensus ulama yang kuat. Mereka menjadi pegangan bagi umat Islam dari generasi ke generasi.

Hikmah di Balik Perbedaan Waktu Idul Fitri dan Idul Adha

Meskipun batas waktunya sama, terdapat sebuah anjuran (sunnah) yang menarik. Anjuran ini berkaitan dengan perbedaan waktu pelaksanaan antara shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Untuk shalat Idul Adha, dianjurkan untuk menyegerakannya. Artinya, dilaksanakan lebih pagi setelah syarat waktunya terpenuhi. Sebaliknya, untuk shalat Idul Fitri, dianjurkan untuk sedikit mengakhirkannya.

Tentu ada hikmah besar di balik anjuran ini. Pada hari raya Idul Adha, umat Islam disunnahkan untuk segera menyembelih hewan kurban setelah shalat. Dengan melaksanakan shalat lebih awal, mereka memiliki waktu yang lebih panjang untuk prosesi penyembelihan dan pembagian daging kurban.

Di sisi lain, pada hari raya Idul Fitri, ada kewajiban menunaikan Zakat Fitrah. Batas akhir pembayaran zakat ini adalah sebelum shalat Ied dilaksanakan. Dengan sedikit mengakhirkan waktu shalat, umat Islam diberikan kelonggaran waktu. Mereka bisa memastikan semua kewajiban Zakat Fitrah telah tuntas sebelum shalat dimulai.

Bagaimana Jika Terlewat? Bolehkah Mengqadha Shalat Ied?

Lalu, bagaimana jika seseorang memiliki udzur syar’i atau tidak sengaja terlewat hingga waktu zawal tiba? Apakah ia bisa menggantinya (qadha)? Dalam hal ini, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama.

Sebagian ulama berpendapat bahwa shalat Ied tidak perlu diqadha. Waktunya telah habis, sehingga ibadahnya pun gugur. Namun, pendapat yang lebih kuat, seperti yang dianut oleh Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, menyatakan bahwa shalat Ied boleh diqadha.

Akan tetapi, tata cara qadhanya berbeda. Seseorang yang terlewat melakukannya secara sendirian (munfarid). Ia shalat dua rakaat seperti biasa, namun tanpa perlu mendengarkan atau menyampaikan khotbah. Qadha ini bisa dilakukan kapan saja setelah waktu zawal hingga keesokan harinya.

 

Dari seluruh penjelasan teknis ini, saya pribadi melihat sebuah pelajaran yang mendalam. Batasan waktu yang sesuai syariat bukanlah untuk menyulitkan. Justru, ia mengajarkan kita tentang nilai sebuah kesempatan. Shalat Ied adalah hadiah istimewa dari Allah. Hadiah ini datang dengan bingkai waktu yang terbatas. Ini seolah menjadi cerminan dari hidup kita sendiri. Setiap kesempatan berharga dalam hidup pasti memiliki batasnya.

Ketika kita bersemangat bangun pagi dan bergegas untuk shalat Ied, kita sedang melatih diri. Kita melatih diri untuk menghargai waktu dan momentum. Kita belajar untuk tidak menunda-nunda kebaikan. Disiplin waktu dalam ibadah ini, jika kita hayati, akan membentuk karakter kita dalam urusan dunia. Kita menjadi pribadi yang proaktif dan tidak menyia-nyiakan peluang. Oleh karena itu, batas waktu shalat Ied adalah pengingat spiritual yang sangat kuat.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement