Kisah
Beranda » Berita » Dzulkifli: Kisah Nabi yang Menjadi Pemimpin Karena Tiga Janji Agung

Dzulkifli: Kisah Nabi yang Menjadi Pemimpin Karena Tiga Janji Agung

Gambar Hanya Ilustrasi

SURAU.CO – Dalam jajaran para nabi, banyak yang terkenal karena mukjizatnya yang dahsyat. Namun, ada seorang nabi yang namanya terukir dalam sejarah bukan karena ia membelah lautan. Ia dikenal karena kekuatan karakternya yang luar biasa. Namanya adalah Dzulkifli ‘alaihissalam. Kisahnya mengajarkan kita tentang integritas, kesabaran, dan makna sejati dari sebuah kesanggupan.

Namanya sendiri, Dzulkifli, bukanlah nama lahir. Itu adalah sebuah gelar kehormatan. “Dzu” berarti “pemilik” atau “yang mempunyai”. Sedangkan “Kifli” berarti “kesanggupan” atau “jaminan”. Maka, Dzulkifli berarti “Orang yang memiliki kesanggupan”. Gelar ini ia dapatkan karena sebuah kisah yang menggetarkan. Ia sanggup memegang sebuah janji yang sangat berat.

Kisah ini diriwayatkan terjadi di negeri Syam. Saat itu, hiduplah seorang nabi sekaligus raja yang sudah sangat tua. Ia adalah Nabi Ilyasa ‘alaihissalam. Merasa usianya tak lama lagi, ia ingin mencari pengganti. Ia ingin mewariskan kepemimpinannya kepada orang terbaik.

Sebuah Sayembara untuk Takhta

Nabi Ilyasa tidak menunjuk pengganti begitu saja. Ia membuat sebuah sayembara di hadapan rakyatnya. Ia berkata, “Siapakah yang sanggup memenuhi tiga syarat dariku? Ia akan menjadi penggantiku.”

Tiga syarat itu terdengar sederhana, namun sangat berat untuk diamalkan secara konsisten. Syarat-syarat tersebut adalah:

Kisah Nama Abu Hurairah: Dari Pecinta Kucing Menjadi Penjaga Hadis

  1. Selalu berpuasa pada siang hari.

  2. Selalu shalat pada malam hari.

  3. Tidak pernah marah.

Suasana menjadi hening. Tak ada seorang pun yang berani mengangkat tangan. Sebab, mereka tahu betapa sulitnya menjaga tiga amalan itu setiap hari tanpa putus. Tiba-tiba, seorang pemuda dari barisan belakang berdiri. Pemuda itu bernama Basyar. Dengan yakin, ia berkata, “Aku sanggup.”

Raja yang tua itu mengulangi tawarannya sekali lagi. Mungkin ada orang lain yang lebih tua dan berpengalaman. Namun, tetap hanya Basyar yang berdiri dan menyatakan kesanggupannya. Karena keteguhan hatinya, Basyar pun terpilih menjadi pemimpin. Sejak saat itulah ia mendapatkan gelar Dzulkifli.

Pasca Wafatnya Rasulullah: Sikap Abu Bakar Menghadapi Kemurtadan

Ujian Kesabaran dari Iblis

Iblis tidak pernah suka melihat manusia yang saleh. Ia mendengar tentang kehebatan Dzulkifli. Terutama tentang janjinya untuk tidak pernah marah. Oleh karena itu, iblis pun menyusun rencana. Ia ingin memancing amarah Dzulkifli dan membuatnya gagal memenuhi janji.

Nabi Dzulkifli memiliki kebiasaan untuk tidak tidur di malam hari karena ia beribadah. Ia hanya tidur sebentar pada tengah hari. Iblis pun memilih waktu istirahat singkat ini untuk melancarkan aksinya. Ia datang dalam wujud seorang lelaki tua yang tampak lemah.

Ia mengetuk pintu istana dengan keras. “Aku adalah seorang musafir yang dizalimi,” katanya kepada penjaga. Nabi Dzulkifli pun menyuruhnya datang ke pengadilan pada sore hari. Namun, lelaki tua itu (iblis) menolak. Ia terus merengek dan membuat keributan.

Dengan sabar, Nabi Dzulkifli menemuinya. Ia bahkan memegang tangan lelaki tua itu dan berkata, “Datanglah nanti sore. Aku akan menyelesaikan masalahmu.” Lelaki itu pun pergi. Sore harinya, Nabi Dzulkifli menunggunya di pengadilan, tetapi lelaki itu tidak pernah datang.

Keesokan harinya, kejadian yang sama terulang. Iblis kembali mengganggu waktu istirahatnya. Sekali lagi, Nabi Dzulkifli menanganinya dengan sabar. Ia tetap tidak menunjukkan sedikit pun kemarahan. Iblis pun kembali gagal.

Penaklukan Thabaristan (Bagian 2): Kemenangan di Era Umayyah

Puncak Keteladanan

Nabi Dzulkifli adalah bukti nyata bahwa kepemimpinan sejati lahir dari pengendalian diri. Ia membuktikan bahwa kekuatan terbesar bukanlah kekuatan fisik. Kekuatan terbesar adalah kemampuan untuk menguasai amarah dan menepati janji.

Allah SWT pun mengabadikan namanya di dalam Al-Qur’an karena kesabarannya. Ia disandingkan dengan nabi-nabi mulia lainnya.

Allah berfirman:
Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar. (QS. Al-Anbiya: 85).

Dalam ayat lain, Allah juga memujinya:
Dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa’ dan Dzulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik. (QS. Shad: 48).

Kisah Nabi Dzulkifli mengajarkan kita sebuah pelajaran abadi. Kebesaran seseorang tidak diukur dari apa yang ia miliki. Kebesaran diukur dari apa yang sanggup ia tunaikan. Ia adalah teladan sempurna tentang bagaimana menjaga integritas di hadapan ujian terberat sekalipun.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement