Dalam hidup banyak beranggapan bahagia bila seseorang banyak uang atau banyak emas itulah bahagia menurut mereka tapi kami sebgai penulis ingin mengambarkan bahagia itu sederhana.
Landasan Al-Quran dan Sunnah — Qana’ah sebagai kunci bahagia
Hadis Shahih Muslim:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup, dan Allah menjadikan dia merasa cukup (qana’ah) dengan apa yang diberikan-Nya.”
Hadis dari Al‑Bukhari dan Muslim:
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرْضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kekayaan yang sesungguhnya bukan banyaknya harta, tetapi kekayaan hati.”
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Kekayaan terbesar adalah kekayaan jiwa, dan kemiskinan terbesar adalah kemiskinan hati.”
Ini mempertegas bahwa kebahagiaan erat kaitannya dengan rasa cukup batin (qana’ah), bukan akumulasi materi.
Kajian ulama dan konsep qana’ah
Imam Al‑Ghazali mendefinisikan qana’ah sebagai:
“Ridha dengan sedikit pemberian dan merasa cukup meski banyak.”
Dalam konteks kehidupan Nabi Muhammad ﷺ yang hidup sederhana, beliau hanya mewariskan ilmu, bukan harta. Beliau ajarkan pentingnya bersikap qana’ah dan tidak berlebih-lebihan.
QS. Al-Hasyr: 9 menggambarkan sahabat yang utamakan orang lain meski mereka sendiri butuh—ini teladan qana’ah dalam tindakan riil.
Logika refleksi diri & psikologi
Nabi Muhammad ﷺ menganjurkan:
“Lihatlah kepada orang yang di bawah kalian, dana jangan melihat yang di atas kalian, agar tidak meremehkan nikmat Allah atas kalian.” — HR. Muslim
Sebuah hadits lainnya menjelaskan bahwa jika seseorang merasa aman di rumah, sehat, dan cukup makanan hariannya, maka seakan dunia telah dikumpulkan untuknya.
Penelitian psikologi modern pun mendukung: budaya syukur dan menghargai hal sederhana—seperti berolahraga ringan, waktu bersama keluarga, atau berkarya—sering meningkatkan kebahagiaan lebih daripada pencapaian besar.
Manfaat praktis qana’ah dalam kehidupan sehari-hari
Manfaat Penjelasan
Ketenangan Batin Mengurangi kecemasan karena tidak selalu membandingkan apa yang dimiliki dengan orang lain.
Menghindari iri dan rakus Hati yang merasa cukup tidak terjerumus ke sifat hasad atau serakah.
Syukur dan ridha Memperkuat hubungan spiritual dengan Allah—menjadikan hati lapang menerima ketetapan-Nya.
Rasa berkecukupan batin Perasaan bahagia muncul ketika kebutuhan dan keinginan terkontrol — bukan karena harta berlimpah tapi ambisi tak terpuaskan.
Dalam konteks ini, kekayaan bukan soal materi, melainkan relatif kepada batin yang merasa cukup.
Kesimpulan: Menguatkan makna “Bahagia itu sederhana”
Dalam Islam, qana’ah adalah lahan subur bagi kebahagiaan sejati: rasa cukup, ridha, dan syukur.
Rasulullah ﷺ memberi contoh nyata: hidup sederhana, penuh makna, tanpa keinginan berlebih, dan tetap bahagia.
Praktik psikologi modern pun memperkuat ide bahwa kebahagiaan lebih mudah dirasakan melalui hal-hal sederhana, bukan pencapaian muluk-muluk. Contoh bentuk ringkasan argumen singkat: “Karena Allah mengajarkan bahwa kebahagiaan bukan diukur oleh banyaknya harta, tetapi oleh kenyamanan hati (qana’ah). Nabi ﷺ bersabda bahwa yang paling bahagia adalah orang yang merasa cukup dengan pemberian Allah, dan kekayaan sejati adalah kekayaan jiwa bukan harta. Dengan melihat yang di bawah kita dan bersyukur, kita terhindar dari iri, dan kebahagiaan hadir lewat kesederhanaan. Inilah hakikat: bahagia itu sederhana.”
Program Kementerian Agama Moderasi Beragama, Ekoteologi, dan Kurikulum Cinta
Moderasi Beragama
Moderasi beragama menekankan pentingnya kerukunan antarumat beragama tanpa merasa paling benar dan tanpa merendahkan keyakinan orang lain. Pendekatan ini bertujuan membentuk masyarakat yang inklusif, menolak eksklusivitas ekstrem, dan menjunjung tinggi martabat manusia. Prinsip “hablum minannas” (hubungan antar manusia) menjadi pijakan utama dalam memupuk toleransi dan harmoni sosial yang kokoh.
Ekoteologi
Ekoteologi adalah paradigma pendidikan dan keagamaan yang selaras dengan kepedulian terhadap lingkungan. Dalam perspektif Islam, manusia sebagai “khalīfah” (pengelola bumi) memiliki tanggung jawab moral dan spiritual untuk menjaga alam. Upaya penerapan ekoteologi terlihat nyata di program “masjid ramah lingkungan” dan “pesantren hijau”, yang mengintegrasikan perilaku ramah lingkungan sebagai bagian dari ibadah dan keimanan.
Kurikulum Cinta
Kurikulum Cinta adalah inovasi pendidikan agama yang menanamkan nilai kasih sayang, empati, dan penghargaan terhadap perbedaan. Kurikulum ini dirancang untuk menekan penyebaran teologi kebencian yang dapat muncul dari pemahaman agama yang diklaim paling benar. Dengan semangat “Humanity is only one, there is no other”, Kurikulum Cinta mengajak peserta didik untuk hidup dalam harmoni, menghormati keberagaman, dan menolak fanatisme ekstrem .
Sinergi Menuju Pendidikan Berkelanjutan
Ketiga pilar ini disatukan dalam strategi nasional Kementerian Agama untuk mendukung pendidikan karakter dan keagamaan:
Moderasi Beragama membangun fondasi toleransi dalam masyarakat majemuk.
Ekoteologi menanamkan kepedulian ekologis sebagai bagian dari spiritualitas dan tindakan ibadah.
Kurikulum Cinta memperkuat nilai kasih sayang, menjauhkan diri dari sikap kebencian, dan mempromosikan kolaborasi lintas keyakinan.
Dorongan ini diwujudkan melalui berbagai kebijakan dan kurikulum, termasuk Surat Edaran Dirjen Pendis Kemenag tentang pengelolaan lingkungan di madrasah, serta program eco-friendly di lembaga-lembaga pendidikan keagamaan.
CTA untuk Pendidikan dan Komunitas
Bagi pendidik: mulailah menyusun modul pelajaran yang memasukkan elemen cinta, lingkungan, dan toleransi.
Bagi pengelola lembaga keagamaan: adakan kegiatan seperti gotong-royong, penghijauan, dan dialog lintas iman.
Bagi masyarakat umum: dukung keberlanjutan lingkungan dan kerukunan melalui tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. (Tengku Iskandar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
