Khazanah
Beranda » Berita » Mengupas Tuntas Hukum Menepati Janji: Pilar Integritas Seorang Muslim

Mengupas Tuntas Hukum Menepati Janji: Pilar Integritas Seorang Muslim

Mengupas Tuntas Hukum Menepati Janji: Pilar Integritas Seorang Muslim

SURAU.CO – Dalam tatanan kehidupan sosial, kepercayaan merupakan fondasi utama. Tanpa adanya rasa saling percaya, interaksi antarmanusia akan menjadi rapuh. Salah satu pilar terpenting untuk membangun kepercayaan ini adalah dengan menepati janji. Ajaran Islam, sebagai pedoman hidup yang komprehensif, menempatkan isu ini pada posisi yang sangat tinggi. Oleh karena itu, memahami hukum menepati janji bukan hanya sekadar mengetahui aturan, melainkan menyelami esensi dari akhlak seorang Muslim sejati.

Janji yang terucap dari lisan seorang Muslim bukanlah sekadar rangkaian kata tanpa makna. Sebaliknya, ia adalah sebuah ikrar yang mengikat, sebuah komitmen yang harus terpenuhi. Ajaran Islam secara tegas dan berulang kali menekankan kewajiban ini. Perintah untuk setia pada janji datang langsung dari Allah SWT dan Rasulullah SAW mencontohkan secara sempurna. Dengan demikian, menepati janji bertransformasi dari sekadar etika sosial menjadi sebuah ibadah yang memiliki pertanggungjawaban langsung di hadapan Sang Pencipta.

Landasan Kokoh dari Al-Qur’an dan Hadis

Signifikansi menepati janji dalam Islam tidak main-main. Ia termaktub secara eksplisit dalam sumber hukum tertinggi, yakni Al-Qur’an dan hadis. Allah SWT memberikan peringatan yang sangat jelas mengenai hal ini.

1. Perintah Langsung dalam Al-Qur’an

Dalam firman-Nya, Allah SWT mengaitkan janji dengan sebuah pertanggungjawaban yang tidak bisa dihindari. Hal ini tertuang dalam Surah Al-Isra’ ayat 34:

“Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.”

Rahasia Ikhlas: Menyembunyikan Laut dalam Setetes Air

Ayat ini menggunakan kalimat perintah (fi’l amr) “penuhilah”, yang menunjukkan sebuah kewajiban. Lebih jauh lagi, frasa “pasti diminta pertanggungjawabannya” menjadi sebuah penegasan bahwa setiap janji yang dibuat akan dihisab di akhirat kelak. Ini menunjukkan bahwa menepati janji bukan hanya soal hubungan dengan manusia (hablun minannas), tetapi juga merupakan bagian integral dari hubungan vertikal dengan Allah (hablun minallah).

2. Ancaman Serius dalam Hadis Nabi SAW

Rasulullah SAW, sebagai teladan utama, memberikan sebuah peringatan yang sangat keras terkait pengingkaran janji. Beliau bahkan mengkategorikan perbuatan ini sebagai salah satu ciri utama kemunafikan. Dalam sebuah hadis yang sangat populer, beliau bersabda:

“Tanda orang munafik itu ada tiga: apabila berbicara dia berdusta, apabila berjanji dia mengingkari, dan apabila dipercaya dia berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menempatkan ingkar janji sejajar dengan berdusta dan berkhianat. Ketiganya merupakan sifat-sifat yang merusak fondasi kepercayaan. Seorang munafik adalah orang yang menampakkan keislaman di luar namun menyembunyikan kekufuran di dalam. Dengan mengaitkan ingkar janji dengan kemunafikan, Rasulullah SAW menunjukkan betapa tercelanya perbuatan tersebut dalam pandangan agama.

Penjabaran Hukum Menepati Janji Menurut Ulama

Berdasarkan dalil-dalil yang sangat kuat tersebut, para ulama Islam (fuqaha) telah merumuskan status hukum dari menepati janji. Secara umum, mereka bersepakat mengenai kewajibannya.

Ketika Dunia Menjadi Bayangan, Akhirat Menjadi Cahaya

Para ulama dari berbagai mazhab sepakat bahwa hukum menepati janji adalah wajib. Artinya, seseorang yang memenuhi janjinya akan mendapatkan pahala. Sebaliknya, ia akan menanggung dosa jika mengingkarinya tanpa ada alasan yang dibenarkan oleh syariat (uzur syar’i). Kewajiban ini berlaku untuk semua jenis janji, baik yang diucapkan kepada Allah (seperti nazar) maupun kepada sesama manusia.

Pengecualian dalam Kondisi Tertentu

Meskipun hukum asalnya adalah wajib, ada kondisi-kondisi tertentu yang bisa mengubah status hukum ini. Sebuah janji tidak wajib, bahkan haram untuk ditepati jika isi dari janji tersebut adalah untuk melakukan kemaksiatan atau melanggar syariat Allah. Misalnya, seseorang berjanji untuk membantu temannya dalam mencuri. Dalam kasus ini, menepati janji tersebut justru merupakan sebuah dosa. Kewajiban seorang Muslim adalah membatalkan janji tersebut dan tidak melaksanakannya.

Konsekuensi Buruk dari Mengingkari Janji

Menganggap remeh sebuah janji akan mendatangkan dampak negatif yang luas, tidak hanya di akhirat tetapi juga dalam kehidupan dunia. Seseorang yang terbiasa ingkar janji harus siap menghadapi berbagai konsekuensi berikut:

  • Mendulang Dosa dan Murka Allah: Konsekuensi pertama dan utama adalah mendapatkan dosa. Seperti yang telah dijelaskan, setiap janji akan dimintai pertanggungjawaban. Mengabaikannya berarti sengaja melanggar perintah Allah dan menempatkan diri dalam ancaman murka-Nya.

  • Tercorengnya Integritas dan Karakter: Mengingkari janji secara langsung merusak karakter dan integritas pelakunya. Ia akan dicap sebagai orang yang tidak dapat dipercaya. Lebih buruk lagi, ia terancam masuk dalam kategori orang munafik sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW.

    Awal Mula Berdirinya Kerajaan Islam Banten

  • Hancurnya Kepercayaan Sosial: Selanjutnya, perbuatan ini akan menghancurkan modal sosial yang paling berharga, yaitu kepercayaan. Hubungan pertemanan bisa retak, kemitraan bisnis bisa bubar, dan keharmonisan keluarga bisa terganggu hanya karena sebuah janji yang tidak ditepati.

  • Merusak Hubungan Bermasyarakat: Dalam skala yang lebih luas, jika budaya ingkar janji menyebar, maka tatanan masyarakat akan menjadi kacau. Tidak akan ada lagi kepastian dalam muamalah (interaksi sosial dan ekonomi). Akibatnya, akan timbul banyak perselisihan dan kerusakan.

Menjaga Janji Adalah Cerminan Iman

Pada akhirnya, memenuhi janji adalah gambaran sebenarnya dari iman dan integritas seorang Muslim. Islam sangat menghargai martabat sebuah ucapan. Apa yang telah diucapkan oleh mulut haruslah direalisasikan dalam tindakan. Oleh karena itu, hendaknya setiap Muslim berhati-hati dalam berjanji. Jangan mudah mengobral janji jika tidak yakin mampu menepatinya.

Setiap janji adalah utang, dan setiap utang wajib dilunasi. Dengan senantiasa berusaha menepati setiap komitmen, seorang Muslim tidak hanya sedang menjaga hubungannya dengan sesama manusia. Lebih dari itu, ia sedang membuktikan kualitas imannya dan membangun istana kemuliaannya di hadapan Allah SWT. Sebab, setiap janji yang terpenuhi adalah satu langkah mendekat kepada ridha-Nya.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement