Kepemimpinan adalah pilar utama dalam sebuah negara. Sosok pemimpin menentukan arah kebijakan dan nasib rakyatnya. Jauh sebelum teori politik modern dirumuskan, Islam telah meletakkan dasar-dasar kepemimpinan yang adil dan berintegritas. Salah satu teladan terbaiknya adalah Khalifah Umar bin Khattab. Nasihat beliau kepada para kepala daerah (gubernur) bukan sekadar catatan sejarah. Ia adalah panduan universal yang relevan hingga kini.
Artikel ini akan memperdalam nasihat Khalifah Umar dari perspektif politik dan Islam. Kita akan melihat bagaimana prinsip-prinsip ini menjadi fondasi tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Kepemimpinan Sebagai Amanah, Bukan Keistimewaan
Islam memandang kekuasaan sebagai amanah berat dari Allah SWT. Umar bin Khattab memahami konsep ini secara mendalam. Beliau tidak menganggap jabatannya sebagai Khalifah atau jabatan para gubernurnya sebagai sebuah kehormatan. Sebaliknya, beliau memandang jabatan itu sebagai tanggung jawab besar yang harus ia pertanggungjawabkan kelak di akhirat.
Perspektif ini secara fundamental berbeda dengan pandangan politik pragmatis. Politik modern sering kali memandang kekuasaan sebagai tujuan untuk meraih pengaruh dan kekayaan. Namun, nasihat Khalifah Umar mengingatkan bahwa esensi kepemimpinan adalah pelayanan. Seorang pemimpin adalah pelayan bagi rakyatnya, bukan penguasa yang harus dilayani.
Empat Larangan Kunci: Analisis Politik dan Islam
Dalam sebuah surat yang terkenal, Khalifah Umar memberikan empat instruksi tegas kepada para gubernurnya. Mari kita bedah satu per satu.
“Aku berpesan kepadamu dengan empat hal, yang jika engkau laksanakan maka urusan agamamu akan lurus. Pertama, jangan bersembunyi dari rakyatmu. Kedua, jangan berlaku sombong di hadapan mereka. Ketiga, jangan mengutamakan kerabatmu dalam jabatan. Keempat, jangan menelantarkan urusan mereka.”
1. Jangan Bersembunyi dari Rakyatmu
-
Perspektif Islam: Larangan ini menegaskan prinsip transparansi dan aksesibilitas. Seorang pemimpin tidak boleh membangun tembok birokrasi yang memisahkannya dari rakyat. Dalam Islam, musyawarah (syura) adalah pilar penting. Bagaimana pemimpin bisa bermusyawarah jika ia enggan bertemu dan mendengar langsung keluhan rakyatnya? Bersembunyi dari rakyat adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah.
-
Perspektif Politik: Ini adalah inti dari akuntabilitas publik. Pemimpin yang “bersembunyi” menciptakan pemerintahan yang elitis dan tidak responsif. Pemimpin yang ‘bersembunyi’ menciptakan pemerintahan yang elitis dan tidak responsif. Dampak buruknya sangat jelas: hal ini membuka celah korupsi karena tidak ada pengawasan langsung dari publik. Menghadapi maraknya korupsi, kesenjangan antara elite dan rakyat, serta praktik nepotisme, pesan Umar menawarkan solusi yang sangat relevan dan dibutuhkan
2. Jangan Berlaku Sombong di Hadapan Mereka
-
Perspektif Islam: Kesombongan (takabbur) adalah sifat yang sangat dibenci Allah. Seorang pemimpin Muslim harus memiliki sifat rendah hati (tawadhu). Rasulullah SAW adalah teladan utama dalam kerendahan hati. Umar melarang gubernurnya bersikap arogan karena kesombongan akan membuat pemimpin merasa lebih tinggi dari rakyat. Pada gilirannya, ia akan berhenti mendengar kritik dan merasa selalu benar
-
Perspektif Politik: Arogansi kekuasaan adalah penyakit politik yang mematikan. Pemimpin yang sombong cenderung menjadi otoriter. Ia mengabaikan masukan dari para ahli dan suara rakyat. Akibatnya, keputusan yang diambil sering kali salah dan merugikan kepentingan umum. Sikap rendah hati memungkinkan pemimpin untuk berempati dan memahami kondisi warganya.
3. Jangan Mengutamakan Kerabatmu dalam Jabatan
-
Perspektif Islam: Ini adalah larangan tegas terhadap nepotisme. Islam menjunjung tinggi keadilan (‘adl) dan profesionalisme. Jabatan publik harus diberikan kepada orang yang paling kompeten (kafa’ah) dan amanah, bukan berdasarkan hubungan darah atau pertemanan. Mengutamakan kerabat adalah bentuk kezaliman karena menyingkirkan orang yang lebih layak.
-
Perspektif Politik: Prinsip ini dikenal sebagai meritokrasi. Sistem pemerintahan yang sehat dibangun di atas kompetensi, bukan kronisme. Nepotisme merusak birokrasi, melahirkan pejabat yang tidak cakap, dan menyuburkan korupsi. Nasihat Khalifah Umar ini menjadi dasar sistem rekrutmen yang adil dan objektif, kunci untuk menciptakan pemerintahan yang efektif.
4. Jangan Menelantarkan Urusan Mereka
-
Perspektif Islam: Inilah puncak dari amanah kepemimpinan. Tugas utama seorang pemimpin adalah mengurus dan menyejahterakan rakyatnya. Khalifah Umar sangat terkenal dengan kebiasaannya berpatroli di malam hari. Beliau ingin memastikan tidak ada rakyatnya yang kelaparan atau menderita. Menelantarkan urusan rakyat adalah dosa besar yang akan dimintai pertanggungjawaban.
-
Perspektif Politik: Ini adalah tentang efektivitas pelayanan publik (public service delivery). Pemerintah ada untuk menyelesaikan masalah publik, seperti kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Pemimpin yang abai terhadap urusan rakyatnya telah gagal menjalankan fungsi dasarnya. Kinerjanya diukur dari sejauh mana ia mampu meningkatkan kualitas hidup warganya, bukan dari pencitraan semata.
Relevansi Abadi untuk Pemimpin Masa Kini
Nasihat Khalifah Umar bukanlah sekadar idealisme masa lalu. Prinsip-prinsip ini adalah solusi konkret untuk berbagai masalah kepemimpinan modern. Relevansi ini menjadi sangat nyata jika kita melihat tantangan zaman sekarang. Menghadapi maraknya korupsi, kesenjangan antara elite dan rakyat, serta praktik nepotisme, pesan Umar menawarkan solusi yang sangat relevan dan dibutuhkan.
Seorang kepala daerah atau pejabat negara modern dapat bercermin dari empat nasihat ini. Apakah pintu kantornya terbuka untuk rakyat? ia bersikap rendah hati dan mau mendengar? ia merekrut staf berdasarkan kemampuan atau kedekatan? Dan yang terpenting, apakah ia benar-benar fokus bekerja untuk kesejahteraan warganya?
Warisan Umar bin Khattab mengajarkan bahwa kepemimpinan sejati diukur oleh integritas, keadilan, dan pelayanan tanpa pamrih. Pada akhirnya, inilah standar emas yang seharusnya menjadi pegangan setiap individu yang memegang amanah kekuasaan.”
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
