SURAU.CO. Mufti Agung Mesir, Nazir Ayyad, mengeluarkan kecaman keras pada Kamis (10/7) lalu. Kecaman tersebut terkait dengan kunjungan sekelompok tokoh agama Eropa ke Israel. Sikap tegas ini menunjukkan posisi Dar al-Ifta sebagai lembaga keagamaan terkemuka di Mesir terkait kunjungan tersebut yang dinilai sebagai upaya politik yang tidak pantas.
Dalam pernyataan resminya, Nazir menyebut para ulama Eropa itu adalah kunjungan itu adalah “investasi politik murahan yang menggunakan jubah ulama palsu untuk memperindah citra entitas pendudukan (Palestina) berdarah”. Pernyataan ini muncul setelah Al-Azhar, lembaga keagamaan tertinggi Mesir, menyuarakan kecaman serupa. Hal ini menunjukkan kesatuan sikap dari lembaga-lembaga Islam utama di Mesir. Mereka menolak segala bentuk normalisasi yang dianggap merugikan perjuangan Palestina.
Sikap Tegas
Kunjungan tersebut pertama kali diumumkan oleh kantor Presiden Israel, Isaac Herzog. Herzog menyatakan telah menerima “para imam dan pemimpin dari komunitas Muslim di Prancis, Belgia, Belanda, Italia, dan Inggris”. Adalah Hassen Chalghoumi yang menjadi pimpinan delegasi tersebut. Kantor kepresidenan Israel menyebut tujuan mereka adalah memperluas pesan perdamaian dan kemitraan.
Namun, Mufti Nazir Ayyad melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. Ia tidak segan menggunakan kata-kata tajam untuk menggambarkan kekecewaannya. “Saya telah mengikuti dengan penyesalan yang mendalam kunjungan tercela ini yang dilakukan oleh satu kelompok yang mempromosikan diri mereka sebagai tokoh agama—orang-orang yang telah menjual hati nurani mereka dengan murah, dan secara keliru membungkus diri mereka dengan jubah agama, hanya untuk berdiri di hadapan para pemimpin entitas Zionis dalam satu adegan yang mencerminkan,” tegas Ayyad.
Sikap tegas ini datang dari seorang ulama dengan rekam jejak akademis yang solid. Untuk memahami bobot pernyataannya, penting untuk mengetahui siapa sebenarnya Mufti Nazir Ayyad.
Mufti Agung
Prof Dr Nazir Mohammed Ayyad resmi menjabat Mufti Agung Mesir pada Agustus 2024. Penunjukannya mendapat rekomendasi langsung dari Grand Syekh Al-Azhar, Ahmed At-Tayyib. Ia menggantikan posisi Shawki Allam yang telah mengabdi selama lebih dari satu dekade.
Nazhir ‘Ayyad ini lahir pada tanggal 20 Januari 1974. Ia berasal dari Desa Ibsyan, Provinsi Kafr Asy-Syaikh, Mesir. Seperti ulama Al-Azhar pada umumnya, pendidikannya sangat kuat dari tradisi. Ia memulai perjalanan dengan fokus menghafal Al-Quran dan mempelajari dasar-dasar agama. Setelah itu, melanjutkan pendidikan formal di Ma’had Al-Azhar. Ia menamatkan kehebatan Ibtida’i di Ibsyan dan Tsanawi di Bila. Maka tidak salah dengan pondasi yang kuat inilah kemudian terbentuk karakter intelektualnya yang kokoh.
Akademisi yang Cemerlang
Pada tahun 1991, Nazhir ‘Ayyad muda melangkah ke jenjang universitas. Ia masuk Fakultas Ushuluddin di Universitas Al-Azhar Thantha. Ia memilih spesialisasi Akidah dan Filsafat, sebuah bidang yang menuntut pemikiran kritis. Ia lulus sarjana pada tahun 1995 dengan predikat Jayyid Jiddan(Sangat Baik).
Semangat belajarnya tidak berhenti yang menjadikannya menembus studi magister di Universitas Al-Azhar Al-Manshurah. Tesisnya selesai pada tahun 2000 dengan judul yang mendalam:An-Nafs Al-Insaniyyah wa Quwaha ‘inda Falasifah Al-Islam fi Al-Maghrib wa Mada At-Ta’atstur bi Al-Fikr Al-Yunani. Tesis ini mengkaji jiwa manusia menurut filsafat Islam di Maroko.
Kemudian NAzhir langsung melanjutkan ke jenjang doktoral di tempat yang sama. Disertasinya yang berjudulInkar Al-Ghaib wa Khatharuhu ‘ala Al-Fikr Al-Insaniselesai pada tahun 2003. Dalam karya ini Nazhir membahas bahaya pengingkaran hal gaib bagi pemikiran manusia. Ia lulus dengan predikat kehormatan kelas satu.
Karier akademisnya menanjak pesat, dari asisten pengajar hingga meraih gelar profesor pada tahun 2016. Sebelum menjadi Mufti, ia menjabat Sekretaris Jenderal Akademi Riset Islam Al-Azhar. Kontribusi intelektualnya mencakup lebih dari tiga puluh publikasi ilmiah. Beberapa karyanya antara lainMadkhal Naqdi li ‘Ilm Al-KalamdanSyubuhat Al-Mustasyriqin Haula Qadhaya Al-Mar’ah.
Sebagai Mufti Agung, Nazir Ayyad kini memimpin Dar al-Ifta. Lembaga ini berperan sentral dalam mengeluarkan fatwa dan pandangan hukum Islam. Sikap Wibawa dan ketegasannya, seperti dalam kasus kecaman ke Israel, tertanam dari kedalaman ilmu dan tradisi Al-Azhar yang ia emban.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
