Opinion
Beranda » Berita » Pilihan Berbakti: Antara Suami Dan Orang Tua

Pilihan Berbakti: Antara Suami Dan Orang Tua

Berbakti

PILIHAN BERBAKTI: SUAMI ATAU ORANG TUA?

 

Mukadimah: Ketika Cinta Bertemu Kewajiban

Pertanyaan ini sering kali mengusik hati seorang Muslimah:
“Saya mencintai orang tua, tapi suami juga adalah amanah. Jika keduanya bertabrakan, kepada siapa saya harus berbakti?”

Ini bukan sekadar persoalan relasi, tapi soal timbangan syariat—mana yang lebih didahulukan saat dua ketaatan bertemu. Islam sebagai agama sempurna tentu telah memberi petunjuk yang adil dan penuh hikmah dalam hal ini.

Kedudukan Orang Tua dalam Islam

Tak diragukan lagi, berbakti kepada orang tua adalah kewajiban besar dalam Islam. Allah ﷻ memerintahkan:

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

> “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya…” (QS. Luqman: 14)

Nabi ﷺ juga bersabda:

> “Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua, dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (HR. Tirmidzi)

Namun, bagi seorang wanita yang telah menikah, ada tambahan tanggung jawab: ketaatan kepada suami.

Kedudukan Suami Setelah Menikah

Dalam Islam, saat seorang wanita menikah, posisi ketaatannya berpindah dari orang tua kepada suaminya. Ini bukan bentuk pengingkaran terhadap jasa orang tua, tapi bagian dari tanggung jawab baru dalam rumah tangga yang sah.

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

> Rasulullah ﷺ bersabda:
“Jika aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, niscaya aku akan perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya, karena besarnya hak suami atas istrinya.” (HR. Abu Dawud)

Dalam hadis lain, beliau bersabda:

> “Seorang wanita tidak boleh berpuasa sunnah tanpa izin suaminya, dan tidak boleh membiarkan seorang pun masuk ke rumahnya tanpa izin suaminya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya, setelah menikah, izin suami menjadi syarat utama bagi wanita dalam bertindak—bahkan termasuk dalam hal berbakti kepada orang tua.

Ketika Kewajiban Bertabrakan: Siapa yang Didahulukan?

Jika muncul situasi di mana suami tidak mengizinkan seorang istri untuk mengunjungi atau membantu orang tuanya, maka dalam kondisi normal, hak suami lebih utama untuk dipatuhi.

Menyelaraskan Minimalisme dan Konsep Zuhud: Relevansi Kitab Riyadhus Shalihin di Era Modern

Namun, hal ini disertai catatan penting:
Jika orang tua tidak dalam keadaan darurat atau sangat membutuhkan, maka suami berhak mengatur aktivitas istrinya.
Jika orang tua sakit keras, sekarat, atau membutuhkan bantuan mendesak, maka suami seharusnya tidak menghalangi istri untuk berbakti. Dalam kasus ini, seorang suami yang beriman justru mendorong istrinya untuk menunaikan baktinya kepada orang tua.

Bagaimana Menyikapi Suami yang Tidak Mengizinkan?

Jika seorang suami melarang istri untuk menjenguk, membantu, atau menyambung silaturrahim dengan orang tuanya, padahal tidak ada sebab syar’i yang kuat (misalnya konflik akidah atau ancaman bahaya), maka ini adalah bentuk kezaliman.

Namun, sang istri tetap harus menghadapi hal ini dengan kelembutan dan hikmah, bukan perlawanan frontal. Strategi berikut bisa digunakan:

Komunikasi lembut: Ajak suami berdiskusi di waktu tenang, dengan kata-kata lembut dan penuh kasih.
Sampaikan perasaan sebagai anak: Bukan sebagai pembantah, tapi sebagai anak yang ingin berbuat baik tanpa mengurangi ketaatan sebagai istri.
Mintakan bantuan tokoh yang dihormati suami: Seperti ustaz, mertua, atau teman dekat, agar bisa memberikan nasihat secara bijak.
Berdoa kepada Allah: Doa istri yang dizalimi mustajab. Namun tetaplah berdoa dengan cinta, bukan amarah.

Batas Ketaatan kepada Suami dan Orang Tua

> Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak ada ketaatan dalam maksiat kepada Allah. Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yang ma’ruf.”
(HR. Bukhari & Muslim)

Jadi, baik orang tua maupun suami tidak boleh ditaati jika perintahnya bertentangan dengan syariat, misalnya:

Melarang shalat.
Menyuruh membuka aurat.
Menyuruh memutus silaturahim tanpa sebab syar’i.
Melarang hubungan dengan keluarga hanya karena ego.

Dalam hal ini, ketaatan kepada Allah lebih utama.

Solusi Islami: Menggabungkan Dua Bakti

Islam tidak mengajarkan untuk memilih dengan cara memutuskan salah satu. Justru yang diajarkan adalah bagaimana menyeimbangkan keduanya dengan bijak.

Beberapa langkah berikut bisa diterapkan:

Minta izin dengan lembut setiap kali ingin berbakti pada orang tua.
Libatkan suami dalam kegiatan berbakti, seperti bersama mengantar ke rumah orang tua.
Jelaskan bahwa baktimu kepada orang tua adalah amal yang membawa keberkahan untuk keluarga.
Prioritaskan waktu dan kondisi: jika sedang sibuk atau banyak urusan rumah, tangguhkan dulu. Tapi tetap beri perhatian melalui telepon atau kiriman bantuan.

Penutup: Berbakti dengan Adil dan Bijak

Wanita yang beriman adalah wanita yang berbakti kepada orang tua dengan penuh cinta, namun juga taat kepada suami dengan penuh kesabaran. Ia tidak menjadikan keduanya sebagai kutub yang bertabrakan, melainkan dua ladang amal yang harus dirawat dengan cerdas.

Kepada suami:
Jadilah jalan bagi istrimu untuk berbakti kepada orang tuanya.
Dan kepada wanita:
Jangan abaikan hak suamimu hanya karena terlalu larut dalam nostalgia anak perempuan.

Jika kita jujur, tulus, dan mengedepankan akhlak mulia, maka tak perlu memilih—karena Islam telah menyediakan jalan untuk menjalankan keduanya dalam harmoni. Penyuluh Agama Islam – Dai Keluarga Sakinah – Aktivis Pendidikan Akhlak “Berbaktilah kepada orang tua dengan restu suami, dan taatilah suami dengan restu Allah.” (Tengku Iskandar, M.Pd)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement