BERBAKTI KEPADA ORANG TUA: KUNCI KEBERKAHAN HIDUP
Mukadimah: Kewajiban Mulia yang Sering Terlupakan
Setiap Muslim tentu mengenal dan menghafal ayat berikut:
> “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapak…” (QS. Al-Isra’: 23)
Perintah untuk berbakti kepada orang tua datang langsung setelah perintah tauhid. Ini menunjukkan betapa agung dan mulianya kedudukan orang tua dalam Islam. Namun sayangnya, di zaman ini, banyak yang lalai. Ucapan kasar, nada tinggi, bahkan perbuatan menyakiti sering ditujukan kepada mereka yang telah mengorbankan segalanya demi kita.
Berbakti bukan sekadar mencium tangan saat lebaran. Ia adalah jihad seumur hidup—ibadah yang tidak ada batas usianya, selama orang tua masih hidup, bahkan sesudah wafat mereka.
Mengapa Harus Berbakti kepada Orang Tua?
a. Mereka adalah sebab keberadaan kita
Allah menciptakan manusia melalui perantara kedua orang tua. Ibulah yang mengandung dengan susah payah, dan ayahlah yang bekerja keras memenuhi kebutuhan hidup. Kita tidak akan bisa membalas jasa mereka, bahkan andai kita hidup seribu tahun.
> Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidaklah seorang anak mampu membalas jasa orang tuanya, kecuali jika ia mendapati orang tuanya sebagai budak, lalu ia beli dan memerdekakannya.” (HR. Muslim)
b. Doa dan ridha mereka menentukan hidup kita
Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua. Jika orang tua murka, maka jangan harap hidup kita tenang. Banyak orang gagal dalam hidup bukan karena kurang pintar, tetapi karena menyakiti orang tuanya—secara sadar maupun tidak sadar.
> Rasulullah ﷺ bersabda:
“Keridhaan Allah tergantung pada keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah tergantung pada kemurkaan orang tua.” (HR. At-Tirmidzi)
Bentuk-Bentuk Berbakti kepada Orang Tua
a. Berbicara dengan lembut dan sopan
> “…maka janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
(QS. Al-Isra’: 23)
Kata “ah” saja dilarang, apalagi membentak, membantah, atau mencaci.
b. Melayani kebutuhan mereka
Menyuapi mereka, mengantarkan ke rumah sakit, menyisihkan waktu untuk menemani, dan mendoakan mereka setiap waktu. Ini lebih utama dari sekadar memberi uang bulanan.
c. Mendahulukan mereka dalam ketaatan
Jika orang tua meminta sesuatu yang tidak bertentangan dengan syariat, maka penuhi segera. Jangan menunda. Bahkan dalam amalan sunnah seperti jihad atau umrah, jika orang tua tidak ridha, maka utamakan mereka.
> Seorang sahabat meminta izin jihad, Rasulullah ﷺ bertanya:
“Apakah kedua orang tuamu masih hidup?”
Ia menjawab, “Ya.”
Rasulullah bersabda: “Kalau begitu, berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
d. Menyambung hubungan dengan kerabat mereka
Termasuk bentuk birrul walidain adalah menjaga hubungan dengan saudara orang tua, sahabat-sahabat mereka, bahkan tetangga lama. Ini termasuk dalam “melanjutkan bakti”.
> Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya termasuk bentuk berbakti yang paling tinggi adalah menyambung hubungan dengan orang-orang yang dicintai ayahnya setelah ia meninggal.” (HR. Muslim)
Berbakti Setelah Mereka Wafat
Jangan kira bakti berhenti saat orang tua wafat. Bahkan setelah mereka tiada, kita masih bisa menunjukkan cinta:
Mendoakan mereka setiap hari:
> “Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku…”
(QS. Nuh: 28)
Melunasi utang mereka
Melanjutkan cita-cita baik mereka
Beramal atas nama mereka (wakaf, sedekah jariyah, dll.)
Ziarah ke makam mereka dan memintakan ampunan kepada
Kisah-Kisah Teladan Berbakti kepada Orang Tua
a. Uwais al-Qarni
Ia bukan sahabat Rasulullah secara langsung, tapi Rasulullah ﷺ memuji namanya kepada para sahabat. Ia mengabdikan hidupnya merawat ibunya yang lumpuh, bahkan menggendongnya pergi haji dari Yaman ke Makkah.
> Rasulullah ﷺ bersabda:
“Jika kalian bertemu dengan Uwais al-Qarni, mintalah doa darinya, karena ia termasuk penghuni langit.”
(HR. Muslim)
b. Imam Abu Hanifah
Setiap malam, ia tidak tidur sebelum memastikan ibunya sudah istirahat dan tenang. Bahkan jika ibunya meminta sesuatu, ia akan mencarinya walau di malam gelap. Suatu ketika ibunya meminta fatwa dari seorang ustaz lain, dan Abu Hanifah dengan rendah hati ikut mengantarkan ibunya menemui ustaz tersebut—meskipun ia sendiri lebih alim dari ustaz itu.
Ancaman Bagi Durhaka kepada Orang-orang Tua
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Maukah aku beritahukan kalian tentang dosa terbesar?”
Para sahabat menjawab, “Tentu wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah dan durhaka kepada orang tua.”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Durhaka kepada orang tua termasuk dosa besar, bahkan bisa menghalangi seseorang masuk surga. Dalam hadis lain, disebutkan bahwa tiga golongan yang tidak akan masuk surga di antaranya adalah anak yang durhaka kepada orang tuanya (HR. An-Nasa’i)
Penutup: Jalan Menuju Surga
Berbakti kepada orang tua bukan sekadar kewajiban, tapi juga jalan pintas menuju surga. Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Celaka, celaka, celaka!” Lalu para sahabat bertanya, “Siapa yang celaka, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Orang yang mendapati kedua orang tuanya atau salah satunya di masa tua, namun ia tidak masuk surga (karena tidak berbakti).” (HR. Muslim)
Maka selama mereka masih hidup, rawat mereka seperti mereka merawat kita saat kecil. Dan jika telah wafat, teruskan bakti kita lewat doa dan amal. Jangan tunggu nanti, jangan tunggu waktu senggang. Karena ridha orang tua adalah ridha Allah, dan murka mereka adalah murka Allah. Penyuluh Agama Islam – Dai Muhammadiyah – Pemerhati Pendidikan Akhlak Keluarga “Berbaktilah, sebelum kesempatan itu hanya tinggal kenangan” (Tengku Iskandar, M.Pd)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
