Opinion
Beranda » Berita » Keindahan Alam, Menyentuh Kedalaman Jiwa

Keindahan Alam, Menyentuh Kedalaman Jiwa

Keindahan Alam, Menyentuh Kedalaman Jiwa.

Melihat Keindahan Alam, Menyentuh Kedalaman Jiwa.

Suasana pagi yang syahdu dengan kabut tipis menyelimuti perbukitan, rerumputan hijau yang basah oleh embun atau hujan semalam, serta pepohonan yang menjulang penuh kedamaian — semua ini mengajarkan kita tentang satu hal yang sering dilupakan: ketenangan yang hakiki datang dari alam dan kedekatan dengan Pencipta-Nya.

Gambar yang kita lihat bukan hanya sekadar potret keindahan alam, tetapi juga cermin kebesaran Allah ﷻ. Hamparan hijau yang terbentang, nyiur melambai, dan pegunungan di kejauhan yang menyelimuti desa kecil menjadi bukti nyata ayat-ayat kauniyah yang senantiasa mengingatkan kita akan keesaan dan kasih sayang Sang Pencipta.

> “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal.”
(QS. Ali Imran: 190)

Keheningan yang Menghidupkan Jiwa

Di zaman yang serba cepat dan penuh hiruk-pikuk, pemandangan seperti ini menjadi tempat pelarian bagi mereka yang rindu akan ketenangan. Keheningan yang tercipta dari suara hujan yang jatuh pelan ke atas dedaunan atau rerumputan tidak berarti sunyi. Justru dalam diam itu, ada dzikir alam yang menggetarkan jiwa.

Fenomena Flexing Sedekah di Medsos: Antara Riya dan Syiar Dakwah

Burung-burung bernyanyi lembut, angin bertiup pelan menyentuh wajah, dan aroma tanah yang basah mengingatkan kita pada fitrah: bahwa manusia berasal dari tanah, dan akan kembali kepadanya. Maka, merenungi alam adalah cara terbaik untuk menyadarkan diri, bahwa kita hanyalah hamba yang lemah di hadapan-Nya.

Alam adalah Madrasah Kehidupan

Rasulullah ﷺ sering mengambil pelajaran dari alam sekitar. Beliau mengibaratkan iman, amal, bahkan perumpamaan tentang surga dan neraka, dengan apa yang bisa dilihat oleh mata manusia dalam keseharian mereka. Dalam satu riwayat, Rasulullah bersabda:

> “Perumpamaan orang yang berzikir kepada Rabbnya dan orang yang tidak berzikir seperti orang hidup dan orang mati.”
(HR. Bukhari)

Maka ketika kita melihat pepohonan yang hidup dan rimbun di tengah hujan, kita tahu bahwa ia tumbuh karena air — sebagaimana hati kita hanya hidup bila disiram oleh zikir dan ilmu.

Alam mengajarkan kita tentang sabar — lihatlah pohon yang tegak meski diterpa angin dan hujan. Ia tidak tumbang, sebab akarnya menghujam kuat ke dalam tanah. Demikian pula orang-orang beriman: mereka tak goyah oleh ujian dunia, sebab hatinya berpegang pada tauhid dan keyakinan bahwa segala sesuatu sudah ditakar oleh Allah dengan sebaik-baik takdir.

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

Nikmatnya Sederhana: Kembali ke Desa

Di tengah gempuran urbanisasi dan gaya hidup glamor, pemandangan desa seperti dalam gambar ini adalah pengingat bahwa kehidupan yang sederhana bisa jauh lebih membahagiakan. Tak ada kemacetan, tak ada bising kendaraan, dan tak ada tekanan sosial tentang penampilan atau pencapaian. Yang ada hanyalah kedekatan antar manusia, interaksi dengan alam, dan waktu yang berjalan lebih lambat — memberi ruang untuk merenung, bersyukur, dan beribadah dengan khusyuk.

Desa menjadi tempat di mana nilai-nilai Islam bisa tumbuh dengan alami. Anak-anak bisa belajar mengaji di surau, orang tua bercocok tanam sambil melantunkan selawat, dan keluarga besar berkumpul tanpa gangguan gawai. Itulah kekuatan peradaban Islam — dimulai dari akar rumput, dari desa-desa yang diberkahi.

Hujan dan Rahmat: Simbol Kasih Sayang Allah

Gambar ini juga menunjukkan hujan yang tengah turun atau baru saja reda. Dalam Islam, hujan adalah rahmat, bukan sekadar fenomena alam biasa. Setiap tetesan air hujan membawa berkah dan menghidupkan bumi yang mati.

> “Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh berkah, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun dan biji-bijian yang dapat dipanen.”
(QS. Qaf: 9)

Saat hujan turun, Rasulullah ﷺ mengajarkan doa khusus, karena itu adalah waktu mustajabnya doa:

Riyadus Shalihin: Antidot Ampuh Mengobati Fenomena Sick Society di Era Modern

> “اللّهُمّ صَيِّبًا نَافِعًا”
“Ya Allah, turunkanlah hujan yang bermanfaat.”
(HR. Bukhari)

Dalam dunia yang kerap dirundung kekeringan spiritual, hujan adalah perumpamaan akan ilmu dan hidayah yang menyirami hati manusia. Maka, kita yang melihat hujan turun di atas tanah-tanah hijau ini seharusnya ikut berdoa: semoga hujan ini bukan hanya menyuburkan tanaman, tetapi juga menyuburkan iman dan amal kita.

Menghidupkan Tafakur dalam Kehidupan Modern

Pemandangan seperti ini juga mengingatkan kita akan pentingnya waktu untuk tafakur. Tafakur adalah merenungi ciptaan Allah, merenungi perjalanan hidup, dan mencari makna di balik setiap peristiwa.

Ulama salaf berkata: “Satu jam tafakur lebih baik daripada ibadah semalam suntuk tanpa pemahaman.”

Melihat gunung di kejauhan yang berselimut kabut, kita bisa bertanya pada diri sendiri: sejauh mana hati ini tetap teguh dalam iman di tengah kabut godaan dunia? Melihat pohon-pohon yang tetap tumbuh walau diterpa hujan, kita bisa bertanya: apakah amal kita tetap berjalan walau diuji kesulitan?

Inilah kekuatan tafakur yang sering kita tinggalkan — padahal ia adalah jalan menuju hikmah dan ketenangan hakiki.

Penutup: Kembali ke Alam, Kembali ke Allah

Gambar ini bukan hanya pemandangan, tapi juga pelajaran. Bahwa sesungguhnya kita butuh kembali — bukan hanya kembali ke kampung halaman, tapi juga kembali kepada fitrah. Kembali kepada tauhid, kepada kesederhanaan, kepada kehidupan yang selaras dengan alam dan ajaran Islam.

Jika suatu hari hati terasa sempit, pikiran terasa buntu, dan hidup terasa berat, maka pergilah ke tempat seperti ini. Duduklah dalam diam, pandangilah bukit dan pohon, dan biarkan jiwa Anda tersambung kembali dengan Rabb yang menciptakan semuanya. Di sanalah ketenangan itu lahir, bukan dari dunia, tapi dari kesadaran akan Allah.

> “Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Dia menghidupkan bumi yang telah mati. Sesungguhnya (Allah) yang menghidupkan itu benar-benar Dzat yang menghidupkan yang mati, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ar-Rum: 50)

(Tengku)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement