SURAU.CO. Mengetahui arah kiblat yang benar adalah hal mendasar bagi umat Islam. Setiap kali melaksanakan shalat, seorang muslim wajib menghadap ke Ka’bah di Masjidil Haram. Saat ini ada momen yang baik untuk membetulkan arah kiblat dengan cara sederhana yang populer dengan nama istiwa a’zam.
Kabar baik, alam menyediakan momen istimewa untuk memastikan arah kibalt. Bahkan beberapa hari lalu, Kementerian Agama (Kemenag) RI mengajak seluruh umat Islam di Indonesia untuk memverifikasi ulang arah kiblat. Momen ini terjadi pada saat fenomena astronomi yang dikenal sebagai Rashdul Kiblat atau Istiwa A’zam.
Apa itu Istiwa A’zam
Kementerian Agama mengumumkan terjadinya fenomena ini. Umat Islam dapat dengan mudah memeriksa arah kiblat secara mandiri pada tanggal-tanggal tertentu. Fenomena ini terjadi dua kali dalam setahun. Jadwal pertama akan berlangsung pada27 hingga 28 Mei 2025. Fenomena puncak terjadi sekitar pukul16.16 WIB. Sementara itu, jadwal kedua akan terjadi pada15 dan 16 Juli 2025 kemarin.
Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kemenag, Arsad Hidayat, menjelaskan pentingnya momen ini. Ia mengatakan bahwa pada waktu tersebut, matahari akan melintas tepat di atas Ka’bah. “Ini menjadikannya momen yang ideal bagi siapa saja untuk memastikan arah kiblat sendiri, tanpa perlu memiliki keahlian atau perangkat teknologi tertentu,” kata Arsad di Jakarta, Sabtu (12/7). Momen ini bersifat konfirmatif. Jika arah kiblat yang selama ini Anda gunakan sudah tepat, fenomena ini akan semakin memperkuat keyakinan. Namun, jika ada keraguan, inilah waktu paling ideal untuk melakukan verifikasi.
Bagaimana dengan metodenya ? Arsad Hidayat membagikan metode sederhana namun akurat. Anda tidak memerlukan kompas atau aplikasi canggih. Cukup siapkan benda-benda sederhana di sekitar Anda. Arsad menjelaskan beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam pengecekan arah kiblat saat Istiwa A‘zam. Pertama, benda yang digunakan sebagai patokan harus benar-benar berdiri tegak lurus, bisa dengan bantuan lot atau bandul. Kedua, permukaan tempat pengecekan harus datar dan rata. Ketiga, waktu pengukuran harus disesuaikan dengan waktu resmi, seperti yang dikeluarkan BMKG, RRI, atau Telkom. “Ketepatan waktu sangat penting agar bayangan yang dihasilkan benar-benar mengarah sesuai posisi matahari yang sedang berada di atas Ka’bah,” jelasnya.
Penjelasan Ilmiah di Balik Istiwa A’zam
Istiwa A’zam atau Rashdul Kiblat adalah fenomena astronomi yang menarik. Istiwa’ a’zam juga ada juga yang menyebutnya dengan rashd al-kiblat. Kata rashd mempunyai arti pengawasan, pengintaian, dan jalan, sedangkan al Qiblat artinya adalah kiblat atau arah ke ka’bah. Sehingga rashdul kiblat secara umum dapat diartikan sebagai jalan atau arah kiblat. Definisi rashdul kiblat sendiri di dalam Ensiklopedi Hisab Rukyat adalah ketentuan waktu di mana bayangan benda yang terkena sinar matahari menunjuk ke arah Kiblat. Oleh karena itu, rashdul kiblat bisa juga mengartikannya dengan petunjuk arah kiblat.
Dari hasil penelusuran dari berbagai literatur menunjukkan adanya hubungan antara Ka’bah sebagai arah kiblat dalam shalat dengan pergerakan Matahari. Kita tahu, bahwa posisi lintang Ka’bah adalah 21 derajat 25 menit busur 21 detik busur Lintang Utara (LU) atau 21,42278 derajat. Sementara itu, deklinasi matahari sepanjang satu tahun berubah secara periodik, berkisar dari sekitar minus 23,5 derajat hingga 23,5 derajat. Ternyata, lintang Ka’bah berada di dalam rentang deklinasi matahari. Ada dua kali peristiwa dalam setahun, ketika deklinasi matahari sama atau mendekati nilai lintang Ka’bah tersebut. Maka, saat itu di siang hari, matahari akan tepat atau hampir tepat di atas Ka’bah. Dengan demikian, bayangan setiap benda pasti akan menuju ke Ka’bah. Oleh sebab itu arah kiblat dengan tepat dapat ditentukan saat matahari tepat di atas Ka’bah
( Dari berbagai sumber)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
