Kisah
Beranda » Berita » Pelajaran dari Kisah Nabi Musa, Taurat, dan Patung Anak Sapi

Pelajaran dari Kisah Nabi Musa, Taurat, dan Patung Anak Sapi

Ilustrasi Patung Anak Sapi

SURAU.CO – Kisah Nabi Musa ‘Alaihissallam merupakan salah satu narasi paling kuat dalam Al-Quran. Allah SWT memanggilnya untuk sebuah tugas agung. Tugas itu adalah menerima kitab suci Taurat. Kitab ini akan menjadi petunjuk bagi kaumnya, Bani Israil. Namun, di balik janji agung ini, tersembunyi sebuah ujian iman yang dahsyat. Ujian ini akan menimpa kaumnya saat sang nabi pergi. Kisah ini mengajarkan kita pelajaran abadi tentang iman, kesesatan, dan taubat.

Perjalanan Suci Menuju Bukit Sinai

Semua bermula ketika Allah SWT menyempurnakan nikmat-Nya. Dia menyelamatkan Bani Israil dari kekejaman Fir’aun. Allah kemudian hendak melengkapi nikmat itu dengan sebuah kitab suci. Dia menjanjikan pertemuan dengan Nabi Musa selama tiga puluh malam. Kemudian, Allah menggenapkannya menjadi empat puluh malam. Waktu ini bertujuan agar Nabi Musa mempersiapkan dirinya. Kepergiannya juga membangun kerinduan kaumnya terhadap wahyu ilahi.

Sebelum berangkat, Nabi Musa menunjuk saudaranya, Nabi Harun. Ia meminta Harun untuk memimpin dan menjaga Bani Israil. Nabi Musa berpesan dengan tegas agar Harun memperbaiki kaumnya. Ia juga melarang Harun mengikuti jalan para perusak.

Allah SWT berfirman:

وَوَٰعَدۡنَا مُوسَىٰ ثَلَٰثِينَ لَيۡلَةٗ وَأَتۡمَمۡنَٰهَا بِعَشۡرٖ فَتَمَّ مِيقَٰتُ رَبِّهِۦٓ أَرۡبَعِينَ لَيۡلَةٗۚ وَقَالَ مُوسَىٰ لِأَخِيهِ هَٰرُونَ ٱخۡلُفۡنِي فِي قَوۡمِي وَأَصۡلِحۡ وَلَا تَتَّبِعۡ سَبِيلَ ٱلۡمُفۡسِدِينَ

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

“Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), lalu sempurnalah waktu yang telah ditentukan Rabbnya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya, yaitu Harun, ‘Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan’.” [al-A’raf/7: 142].[1]

Ujian Besar dan Tipu Daya Samiri

Sepeninggal Nabi Musa, kesabaran Bani Israil mulai menipis. Hari-hari berlalu tanpa kembalinya sang pemimpin. Kegelisahan pun merasuki hati mereka. Momen keraguan ini dimanfaatkan oleh seorang tokoh licik bernama Samiri. Ia melihat sebuah peluang untuk menyesatkan banyak orang.

Samiri menyuruh Bani Israil mengumpulkan semua perhiasan emas mereka. Dengan keahliannya, ia melebur emas tersebut. Dari leburan itu, ia membentuk patung berbentuk anak sapi. Lebih hebatnya lagi, patung itu bisa mengeluarkan suara. Melihat karya sesatnya, Samiri pun memulai tipu dayanya. Ia berkata kepada Bani Israil, “Inilah Tuhan kalian dan juga Tuhan Musa, tetapi dia telah lupa.”

Banyak orang terkecoh oleh muslihat ini. Mereka lupa pada semua mukjizat yang Allah tunjukkan. Mereka lupa bagaimana Allah menyelamatkan mereka dari Fir’aun. Dengan cepat, mereka mulai menyembah patung anak sapi itu. Mereka menari dan bersuka cita di sekeliling berhala buatan tangan mereka sendiri.

Suara Kebenaran dari Nabi Harun

Nabi Harun tidak tinggal diam melihat kesesatan kaumnya. Dengan penuh kasih sayang, ia berusaha menyadarkan mereka. Ia mengingatkan mereka bahwa Tuhan mereka adalah Ar-Rahman, Yang Maha Pengasih. Patung anak sapi itu hanyalah fitnah atau ujian berat. Ia mengajak mereka kembali ke jalan yang lurus dan mengikutinya.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Namun, nasihat kebenaran itu tidak mereka hiraukan. Hati mereka telah dibutakan oleh patung emas tersebut. Mereka justru menolak ajakan Nabi Harun dengan keras. Bahkan, mereka hampir saja membunuhnya karena ia menentang kepercayaan baru mereka. Mereka dengan tegas menyatakan pendiriannya.

قَالُواْ لَن نَّبۡرَحَ عَلَيۡهِ عَٰكِفِينَ حَتَّىٰ يَرۡجِعَ إِلَيۡنَا مُوسَىٰ

“Mereka menjawab, ‘Kami akan tetap menyembah patung anak lembu ini, hingga Musa kembali kepada kami’.” [Thaha/20: 91].[1]

Kembalinya Sang Nabi dengan Amarah Suci

Sementara itu, di Bukit Sinai, Allah SWT memberitahu Nabi Musa tentang apa yang terjadi. Allah mengabarkan bahwa kaumnya telah tersesat. Mereka telah jatuh ke dalam lembah syirik. Nabi Musa segera kembali dengan hati yang dipenuhi amarah dan kesedihan mendalam. Kemarahannya bukanlah karena urusan pribadi. Itu adalah amarah suci karena kaumnya telah mengkhianati perjanjian dengan Allah.

Setibanya di tengah-tengah kaumnya, ia melihat mereka menyembah patung anak sapi. Pemandangan itu begitu menyakitkan hatinya. Saking marahnya, ia melempar lauh-lauh (lembaran) suci berisi Taurat yang baru diterimanya. Ia lalu menghampiri saudaranya, Harun, dan menarik kepalanya. Ia meminta pertanggungjawaban atas bencana iman ini. Nabi Harun pun menjelaskan bahwa ia sudah berusaha. Namun, kaumnya terlalu lemah dan hampir membunuhnya.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Pelajaran Berharga untuk Seluruh Generasi

Kisah dramatis ini bukan sekadar catatan sejarah. Ia mengandung banyak pelajaran (ibrah) penting yang relevan sepanjang masa.

  1. Bahaya Syirik Adalah Dosa Terbesar. Pelajaran utama adalah betapa berbahayanya perbuatan syirik. Bani Israil baru saja menyaksikan kebesaran Allah. Namun, mereka begitu mudah berpaling kepada berhala. Ini menunjukkan bahwa syirik adalah godaan terbesar bagi manusia.

  2. Peran Krusial Kepemimpinan. Ketiadaan pemimpin yang kuat seperti Nabi Musa membuka celah bagi kesesatan. Ini mengajarkan kita pentingnya kehadiran pemimpin yang saleh, tegas, dan mampu menjaga akidah umatnya.

  3. Waspada Terhadap Provokator. Sosok Samiri adalah simbol provokator. Ia memanfaatkan momen keraguan untuk menyebar fitnah. Kita harus selalu waspada terhadap individu yang menanamkan keraguan dan memecah belah persatuan.

  4. Pintu Taubat Selalu Terbuka. Meskipun dosanya sangat besar, Allah tidak langsung membinasakan mereka. Dia membuka pintu taubat bagi Bani Israil yang tulus menyesal. Ini menunjukkan betapa luasnya rahmat dan ampunan Allah bagi hamba-Nya.

  5. Memuliakan Wahyu Allah. Kemarahan Nabi Musa menunjukkan betapa mulianya wahyu Allah. Rasa sakit hatinya adalah cerminan dari betapa agungnya kitab suci yang telah dikhianati oleh kaumnya.

Kesimpulan

Kisah Nabi Musa, Taurat, dan patung anak sapi adalah cerminan perjalanan iman manusia. Ia penuh dengan lika-liku, ujian, dan kesempatan untuk kembali. Narasi ini mengajarkan kita untuk selalu menjaga tauhid. Kita harus waspada terhadap tipu daya dan mengikuti pemimpin yang lurus. Yang terpenting, kita belajar bahwa seberat apa pun dosa kita, pintu taubat Allah selalu terbuka bagi mereka yang tulus kembali kepada-Nya.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement