Khazanah
Beranda » Berita » Mengapa Tidak Ada Benda Keramat di dalam Islam?

Mengapa Tidak Ada Benda Keramat di dalam Islam?

Gambar Hanya Ilustrasi Benda Keramat

SURAU.CO – Banyak budaya di dunia mengenal konsep benda keramat. Mereka meyakini benda-benda tertentu memiliki kekuatan gaib. Benda itu bisa mendatangkan manfaat atau menolak bahaya. Konsep ini meresap ke dalam banyak praktik keagamaan. Namun, Islam datang dengan sebuah prinsip yang fundamental. Prinsip itu adalah tauhid murni. Ajaran tauhid secara tegas menolak adanya benda keramat. Semua kekuatan, keberkahan, dan kesucian hanya bersumber dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Mengkeramatkan sebuah benda adalah jalan menuju kesyirikan. Syirik merupakan dosa yang paling besar dalam Islam. Ia menodai kemurnian iman kepada Allah Yang Maha Esa. Oleh karena itu, memahami persoalan ini sangat penting. Ia menjaga kita agar tidak terjerumus dalam keyakinan yang batil. Islam tidak memberikan ruang bagi pengkultusan terhadap benda mati. Sekalipun benda itu memiliki nilai sejarah yang tinggi.

Landasan Tauhid: Semua Kekuatan Milik Allah

Dasar akidah Islam sangatlah jelas. Hanya Allah yang memiliki kekuatan absolut. Hanya Allah yang bisa memberi manfaat dan mudarat. Keyakinan ini harus tertanam kuat dalam hati setiap Muslim. Allah berfirman di dalam Al-Qur’an:

“Katakanlah, ‘Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allâh. Jika Allâh menghendaki kemudharatan terhadapku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu? Atau jika Allâh menghendaki untuk memberikan rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?’” [az-Zumar/39:38]

Ayat ini secara logis meruntuhkan keyakinan pada selain Allah. Tidak ada satupun makhluk atau benda yang berdaya. Semua tunduk di bawah kehendak dan kekuasaan-Nya. Menganggap sebuah batu, keris, atau jimat memiliki kekuatan adalah bentuk kesyirikan. Itu sama saja dengan menyamakan makhluk dengan Sang Pencipta.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Hajar Aswad: Batu yang Dihormati, Bukan Disembah

Beberapa orang mungkin keliru memahami posisi Hajar Aswad. Mereka melihat kaum Muslimin menciumnya saat thawaf. Padahal, tindakan itu murni karena meneladani Rasulullah. Bukan karena keyakinan bahwa batu itu memiliki kekuatan. Sayyidina ‘Umar bin al-Khatthab Radhiyallahu anhu memberikan pelajaran abadi. Beliau berkata di hadapan Hajar Aswad:

“Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau hanyalah sebuah batu. Engkau tidak bisa mendatangkan bahaya maupun manfaat. Seandainya aku tidak melihat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu.” [HR. al-Bukhâri dan Muslim]

Pernyataan tegas ini menjadi pondasi yang kokoh. Kita mengikuti sunnah Nabi, bukan mengkeramatkan batu itu. Rasa hormat kita pada Hajar Aswad muncul karena perintah syariat. Bukan karena zat dari batu itu sendiri.

Ka’bah dan Maqam Ibrahim: Simbol Ketaatan

Hal yang sama berlaku untuk Ka’bah dan Maqam Ibrahim. Allah memuliakan Ka’bah sebagai kiblat shalat. Allah memerintahkan kita untuk thawaf mengelilinginya. Namun, Ka’bah tetaplah sebuah bangunan dari batu. Ia tidak memiliki kekuatan ilahiah sedikit pun. Kita menyembah Allah, bukan menyembah bangunan Ka’bah.

Begitu pula dengan Maqam Ibrahim. Itu adalah batu tempat Nabi Ibrahim berpijak. Allah memuliakannya dengan memerintahkan kita shalat di belakangnya. Allah berfirman:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

“…dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrâhîm tempat shalat…” [al-Baqarah/2:125]

Perintah ini adalah bentuk penghormatan syariat. Kita tidak pernah berdoa atau meminta kepada batu tersebut. Kita hanya mengikuti petunjuk dari Allah Yang Maha Bijaksana.

Sikap Tegas Sahabat dalam Mencegah Syirik

Para sahabat Nabi sangat memahami bahaya pengkultusan. Mereka bersikap sangat tegas untuk menutup celah kesyirikan. Salah satu contoh terbaik adalah tindakan ‘Umar bin al-Khatthab. Beliau memerintahkan penebangan sebuah pohon. Pohon itu adalah tempat para sahabat melakukan Bai’at ar-Ridhwan.

Beliau melihat sebagian orang mulai sering mendatangi pohon itu. Mereka shalat dan berdoa di sana. ‘Umar khawatir pohon itu akan menjadi berhala baru. Maka, beliau mengambil tindakan preventif yang tegas. Beliau menebang pohon itu agar tidak ada lagi orang yang mengkeramatkannya. Ini menunjukkan betapa seriusnya Islam dalam menjaga kemurnian tauhid.

Islam Membebaskan Manusia dari Khurafat

Islam datang untuk membebaskan akal manusia. Ia membebaskan kita dari belenggu khurafat dan takhayul. Konsep benda keramat hanya akan memperbudak manusia. Manusia menjadi takut dan bergantung pada benda mati. Padahal, seharusnya ia hanya takut dan bergantung kepada Allah.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Setiap tempat atau benda menjadi mulia karena dimuliakan oleh syariat. Kesuciannya datang dari perintah Allah, bukan dari esensinya. Air zamzam menjadi berkah karena Nabi memberitahukannya. Hari Arafah menjadi mulia karena Allah menetapkannya. Semua kembali kepada dalil dan wahyu. Bukan berdasarkan perasaan atau anggapan manusia


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement