Fiqih
Beranda » Berita » Panduan Praktis Shalat Jamak dan Qashar: Kemudahan bagi Musafir

Panduan Praktis Shalat Jamak dan Qashar: Kemudahan bagi Musafir

Shalat Jamak bagi Musafir

SURAU.CO – Islam adalah agama yang menawarkan kemudahan dan sangat memahami setiap kondisi umatnya. Salah satu bukti paling nyata dari kasih sayang Allah ini adalah adanya rukhsah. Secara sederhana, rukhsah adalah sebuah keringanan hukum yang Allah berikan dalam situasi tertentu. Di antara berbagai rukhsah, kemudahan dalam melaksanakan shalat bagi seorang musafir (orang dalam perjalanan jauh) menjadi yang paling sering kita butuhkan.

Kemudahan ini terwujud dalam dua praktik utama, yaitu shalat jamak dan shalat qashar. Keduanya merupakan hadiah istimewa dari Allah. Tujuannya agar setiap hamba-Nya tetap mampu menjalankan kewajiban shalat fardhu tanpa merasa terbebani. Oleh karena itu, memahami tata cara pelaksanaannya dengan benar adalah bekal penting bagi setiap Muslim yang sering bepergian.

1. Memahami Konsep Shalat Jamak

Pertama, mari kita bahas tentang shalat jamak. Kata jamak sendiri berarti ‘mengumpulkan’ atau ‘menggabungkan’. Dalam konteks fiqih, shalat jamak artinya kita menggabungkan dua shalat fardhu. Kemudian, kita mengerjakannya dalam satu waktu pengerjaan. Namun, tidak semua shalat bisa digabungkan. Pasangan shalat yang bisa kita jamak adalah Shalat Dzuhur dengan Ashar, serta Shalat Maghrib dengan Isya. Perlu diingat, Shalat Subuh berdiri sendiri dan tidak bisa dijamak dengan shalat apa pun.

Selanjutnya, shalat jamak terbagi lagi menjadi dua jenis berdasarkan waktu pelaksanaannya:

  • Jamak Taqdim (Menggabungkan di Waktu Awal)
    Jamak taqdim berarti kita menarik shalat kedua untuk dikerjakan pada waktu shalat yang pertama. Contohnya, kita melaksanakan Shalat Dzuhur dan Shalat Ashar pada waktu Dzuhur. Setelah kita menyelesaikan shalat Dzuhur, kita langsung berdiri lagi untuk menunaikan shalat Ashar tanpa jeda yang lama.

    Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

  • Jamak Takhir (Menggabungkan di Waktu Akhir)
    Sebaliknya, jamak takhir berarti kita mengundurkan shalat pertama untuk dikerjakan pada waktu shalat yang kedua. Sebagai contoh, kita melaksanakan Shalat Maghrib dan Shalat Isya pada waktu Isya. Syarat pentingnya, kita harus sudah berniat di dalam hati untuk melakukan jamak takhir ini ketika waktu shalat pertama (Maghrib) tiba.

2. Mengenal Praktik Shalat Qashar

Berikutnya adalah shalat qashar. Kata qashar memiliki arti ‘meringkas’ atau ‘memendekkan’. Dengan demikian, shalat qashar adalah keringanan untuk meringkas jumlah rakaat pada shalat fardhu. Rukhsah ini secara spesifik hanya berlaku untuk shalat yang aslinya berjumlah empat rakaat, yaitu Dzuhur, Ashar, dan Isya. Kita meringkas ketiganya menjadi hanya dua rakaat. Sementara itu, Shalat Maghrib (tiga rakaat) dan Shalat Subuh (dua rakaat) tidak bisa kita qashar.

3. Menggabungkan Keduanya untuk Kemudahan Maksimal

Selain menjalankannya secara terpisah, seorang musafir juga bisa menggabungkan kedua kemudahan ini. Inilah bentuk keringanan yang paling maksimal dan sering dipraktikkan. Caranya, kita meringkas sekaligus menggabungkan shalat.

Sebagai gambaran, kita bisa mengerjakan shalat Dzuhur dua rakaat. Setelah salam, kita langsung mengerjakan shalat Ashar dua rakaat. Semua itu kita lakukan pada waktu Dzuhur (jamak taqdim) atau kita kerjakan pada waktu Ashar (jamak takhir). Praktik ini tentu sangat membantu menghemat waktu dan tenaga selama dalam perjalanan.

Syarat Penting agar Jamak dan Qashar Sah

Namun, kemudahan ini tidak datang tanpa aturan. Para ulama menetapkan beberapa syarat yang harus kita penuhi agar jamak dan qashar kita menjadi sah.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

  1. Jarak Perjalanan Jauh. Perjalanan yang kita lakukan harus mencapai jarak minimal yang dianggap sebagai safar. Mayoritas ulama, termasuk di Indonesia, menetapkan jarak ini sekitar 89 kilometer.

  2. Tujuan Perjalanan yang Baik. Rukhsah adalah hadiah untuk ketaatan. Karena itu, ia tidak berlaku bagi orang yang bepergian untuk tujuan maksiat, seperti perjalanan untuk menipu atau merampok.

  3. Adanya Niat. Kita harus menghadirkan niat di dalam hati untuk menjamak atau mengqashar shalat. Niat ini kita lakukan pada saat takbiratul ihram di shalat yang pertama.

  4. Bukan untuk Menetap Lama. Keringanan ini berlaku jika kita tidak berniat menetap di kota tujuan lebih dari empat hari. Jika sejak awal sudah berniat tinggal lebih lama, maka kita wajib shalat secara sempurna (itmam).

  5. Masih dalam Status Musafir. Selama kita masih dalam perjalanan, rukhsah ini berlaku. Ketika kita sudah sampai kembali di batas kota tempat tinggal, maka kita wajib shalat seperti biasa.

    Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Landasan Hukum dan Hikmah di Baliknya

Tentu saja, semua aturan ini memiliki landasan hukum yang kuat dalam Al-Quran dan Sunnah. Allah SWT berfirman:

“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu)…” (QS. An-Nisa: 101).

Rasulullah SAW juga secara rutin mempraktikkannya. Banyak hadis, termasuk dari Anas bin Malik RA, meriwayatkan bagaimana Nabi SAW menjamak dan mengqashar shalat dalam berbagai perjalanannya.

Pada akhirnya, hikmah terbesar dari shalat jamak dan qashar adalah bukti nyata betapa Islam agama yang fleksibel dan penuh rahmat. Keringanan ini membantu kita untuk tetap istiqamah dalam menjaga tiang agama, sesibuk dan sesulit apa pun kondisi kita di perjalanan.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement