SURAU.CO – Pernahkah kamu melihat foto keluarga kakek-nenek? Seringkali kita melihat barisan anak yang banyak di dalamnya. Fenomena ini tentu saja memunculkan pertanyaan sederhana. Kenapa orang zaman dulu banyak anak? Meskipun terlihat simpel, jawabannya ternyata sangat kompleks. Berbagai faktor, mulai dari ekonomi, sosial, hingga keyakinan agama, terbukti membentuk keputusan tersebut. Oleh karena itu, mari kita bedah alasannya dari perspektif zaman dahulu, Islam, dan dunia modern.
Kondisi Zaman Dahulu: Anak adalah Aset dan Harapan
Pada masa lalu, paradigma masyarakat sangat berbeda dengan sekarang. Akibatnya, beberapa faktor utama mendorong keluarga untuk memiliki banyak keturunan.
1. Faktor Ekonomi dan Tenaga Kerja
Dulu, mayoritas masyarakat bekerja di sektor agraris. Akibatnya, mereka sangat mengandalkan tenaga manusia untuk menggarap sawah atau ladang. Dalam konteks inilah, orang tua menganggap anak sebagai aset berharga. Selain itu, setiap anak yang lahir berarti tambahan tenaga kerja. Mereka secara langsung membantu meringankan beban pekerjaan keluarga. Pada akhirnya, semakin banyak anak, maka semakin produktif pula keluarga tersebut.
2. Tingkat Kematian Bayi yang Tinggi
Fasilitas kesehatan pada era tersebut belum secanggih sekarang. Konsekuensinya, angka kematian bayi dan anak-anak sangat tinggi. Penyakit yang kini mudah diobati dahulu bisa menjadi fatal. Karena itulah, memiliki banyak anak menjadi semacam “asuransi” emosional. Dengan demikian, orang tua berharap setidaknya beberapa anak akan bertahan hidup hingga dewasa. Nantinya, mereka akan menjadi penerus keluarga sekaligus merawat orang tua di masa senja.
3. Keterbatasan Akses Kontrasepsi
Program Keluarga Berencana (KB) juga belum dikenal luas. Alat kontrasepsi modern pun tidak mudah diakses oleh masyarakat umum. Sebagai hasilnya, kehamilan terjadi secara alami tanpa banyak intervensi. Oleh sebab itu, pasangan menikah dan cenderung menerima setiap anak yang Allah berikan sebagai bagian dari takdir kehidupan mereka.
Perspektif Islam: Anjuran Memperbanyak Umat
Dalam ajaran Islam, memiliki keturunan sangat dianjurkan. Sebab, anak dipandang bukan sebagai beban, melainkan sebagai rezeki dan amanah dari Allah SWT. Tentu saja, perspektif ini didasari oleh beberapa dalil serta pemahaman mendalam.
1. Kebanggaan Rasulullah SAW
Salah satu landasan utamanya adalah anjuran Nabi Muhammad SAW. Beliau secara eksplisit mendorong umatnya untuk memiliki banyak keturunan agar menjadi umat yang besar dan kuat. Hal ini tertuang dalam sebuah hadis yang sangat terkenal:
“Nikahilah wanita yang penyayang dan subur, karena aku akan berbangga dengan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat lain pada hari kiamat.” (HR. An-Nasa’i, Abu Daud, dan Ahmad).
Kutipan ini kemudian menjadi motivasi spiritual bagi banyak keluarga Muslim. Bagi mereka, memiliki banyak anak adalah cara mengikuti sunah dan menyenangkan Rasulullah.
2. Anak Sebagai Rezeki dan Amanah
Islam mengajarkan bahwa setiap anak lahir dengan rezekinya masing-masing. Karenanya, kekhawatiran akan kemiskinan tidak seharusnya menghalangi niat memiliki anak. Allah SWT menjamin rezeki setiap makhluk-Nya. Jadi, anak adalah amanah yang harus dididik dengan baik agar menjadi generasi saleh yang mendoakan orang tuanya kelak.
Perspektif Modern: Pergeseran Paradigma Menuju Kualitas
Zaman telah berubah secara drastis. Akibatnya, alasan orang zaman dulu banyak anak kini terasa kurang relevan. Masyarakat modern memiliki pandangan yang berbeda, yang sangat dipengaruhi oleh kemajuan dan tantangan baru.
1. Biaya Hidup dan Pendidikan yang Tinggi
Paradigma ekonomi telah bergeser total. Anak tidak lagi dilihat sebagai aset tenaga kerja. Sebaliknya, anak adalah “investasi” masa depan yang membutuhkan biaya sangat besar. Terlebih lagi, biaya pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan hidup lainnya terus melambung. Oleh karena itu, orang tua modern lebih fokus pada kualitas pengasuhan. Pada akhirnya, mereka memilih memiliki lebih sedikit anak agar dapat memberikan fasilitas terbaik.
2. Peran Perempuan dan Karier
Selain faktor ekonomi, peran perempuan dalam masyarakat juga telah berubah. Perempuan modern kini memiliki akses yang setara dalam pendidikan dan karier. Akibatnya, banyak wanita memilih untuk menunda pernikahan atau kehamilan demi mengejar cita-cita. Secara tidak langsung, keterlibatan perempuan di ranah publik ini memengaruhi keputusan tentang jumlah anak dalam keluarga.
3. Program Keluarga Berencana (KB) yang Sukses
Faktor penting lainnya adalah keberhasilan program KB. Pemerintah secara masif menggalakkan program ini. Hasilnya, kesadaran masyarakat akan kesehatan reproduksi meningkat pesat. Pasangan kini memiliki kontrol lebih besar untuk merencanakan jumlah anak dan jarak kelahiran. Fokus utamanya adalah menciptakan keluarga kecil yang sehat dan sejahtera.
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, keputusan memiliki banyak anak di masa lalu adalah langkah yang logis pada zamannya. Hal itu, tentu saja, didorong oleh kebutuhan ekonomi, kondisi sosial, dan keyakinan agama yang kuat. Akan tetapi, dunia modern membawa tantangan baru yang berbeda. Dengan demikian, pergeseran fokus dari kuantitas ke kualitas, tingginya biaya hidup, dan perubahan peran sosial membuat keluarga modern cenderung memilih jumlah anak yang lebih sedikit. Pada dasarnya, kedua pilihan ini memiliki alasan kuatnya masing-masing, yang terbentuk oleh konteks zaman yang berbeda.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
