Fiqih
Beranda » Berita » Bolehkah Muslimah Membuka Hijab di Hadapan Wanita Lain?

Bolehkah Muslimah Membuka Hijab di Hadapan Wanita Lain?

Hukum Membuka Aurat Sesama Wanita

SURAU.CO – Hijab bukan sekadar selembar kain penutup kepala. Ia adalah sebuah identitas, simbol ketaatan, dan perisai kemuliaan bagi seorang wanita Muslimah. Perintah mengenakannya datang langsung dari Allah SWT. Tujuannya adalah untuk menjaga kehormatan wanita dari pandangan yang tidak berhak. Namun, muncul pertanyaan praktis dalam interaksi sehari-hari. Bagaimana hukum membuka hijab di hadapan sesama wanita Muslimah?

Pertanyaan ini sangat relevan dalam berbagai situasi. Misalnya saat berkumpul di acara arisan, menginap di rumah teman, atau berada di salon khusus wanita. Banyak yang masih merasa ragu mengenai batasan aurat yang boleh terlihat. Oleh karena itu, mari kita bedah masalah ini berdasarkan dalil Al-Quran dan penjelasan para ulama agar tidak ada lagi keraguan.

Dalil Utama dari Al-Quran

Landasan utama mengenai aurat wanita ada dalam Al-Quran. Allah SWT berfirman secara rinci dalam Surah An-Nur ayat 31. Ayat ini menjelaskan kepada siapa saja seorang wanita boleh menampakkan perhiasannya. Perhiasan di sini ditafsirkan oleh para ulama sebagai anggota tubuh yang menjadi letak perhiasan, termasuk rambut, leher, dan lengan.

Allah berfirman, “…dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, … atau perempuan-perempuan (Islam) mereka…” (QS. An-Nur: 31).

Frasa kunci dalam ayat ini adalah “atau perempuan-perempuan (Islam) mereka”. Bagian inilah yang menjadi dalil kuat bahwa seorang wanita memiliki batasan aurat yang lebih longgar ketika bersama wanita Muslimah lainnya.

Ziarah Makam Hari Jum’at, Apa Hukumnya?

Batasan Aurat Sesama Wanita Muslimah

Berdasarkan ayat di atas, para ulama dari berbagai mazhab merumuskan batasan aurat wanita di hadapan wanita lain. Mayoritas ulama (jumhur) sepakat bahwa aurat seorang wanita di hadapan wanita Muslimah lainnya adalah area di antara pusar dan lutut.

Ini berarti, seorang Muslimah boleh menampakkan bagian tubuh selain area tersebut. Ia boleh memperlihatkan rambut, wajah, leher, lengan, hingga betisnya. Batasan ini serupa dengan aurat seorang pria di hadapan pria lain. Para ulama mengibaratkan bagian yang boleh terlihat ini sebagai ma yabdzu minhu fis syughli, yaitu bagian tubuh yang biasa tampak saat seorang wanita bekerja atau beraktivitas di dalam rumahnya.

Jadi, secara hukum fiqih, membuka hijab, memakai baju lengan pendek, atau pakaian rumahan lainnya di hadapan sesama Muslimah adalah hal yang diperbolehkan.

Menjaga Adab dan Sifat Malu (Haya’)

Meskipun hukumnya boleh, Islam selalu menekankan pentingnya adab dan rasa malu (haya’). Sifat malu adalah bagian dari iman. Kebolehan membuka hijab bukan berarti seorang wanita bisa berbusana serba terbuka tanpa batasan. Ia tetap harus menjaga kesopanan dan kehormatan dirinya.

Hindari mengenakan pakaian yang terlalu ketat atau transparan. Jauhi pula sikap tabarruj, yaitu berhias secara berlebihan dengan niat pamer atau menarik perhatian. Ingatlah, tujuan utama dari aturan ini adalah untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan, bukan untuk menghilangkan rasa malu. Menjaga adab akan melindungi kita dari potensi fitnah, seperti timbulnya rasa iri, dengki, atau pergunjingan (ghibah) di antara sesama wanita.

Tidak Shalat Jum’at Karena Hujan; Apa Hukumnya?

Bagaimana dengan Wanita Non-Muslim?

Para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai hal ini. Perbedaan ini muncul dari penafsiran frasa “perempuan-perempuan (Islam) mereka”.

  • Pendapat Pertama: Sebagian ulama menafsirkan ayat ini secara harfiah. Mereka berpendapat bahwa kelonggaran ini hanya berlaku untuk wanita Muslimah. Di hadapan wanita non-muslim, seorang Muslimah sebaiknya tetap mengenakan hijabnya. Alasannya adalah untuk kehati-hatian (ihtiyath). Ada kekhawatiran wanita non-muslim tersebut akan menceritakan ciri fisik si Muslimah kepada laki-laki yang bukan mahramnya.

  • Pendapat Kedua: Sebagian ulama lain memiliki pandangan yang lebih luas. Mereka berpendapat bahwa frasa tersebut mencakup semua wanita yang biasa berinteraksi dengannya, selama wanita tersebut dapat dipercaya dan tidak ada potensi fitnah. Pendapat ini banyak dipegang oleh ulama kontemporer.

Sebagai jalan tengah, seorang Muslimah bisa bijak dalam menyikapi situasi. Jika ia berada di lingkungan yang aman dan bersama wanita non-muslim yang ia kenal baik serta percaya, maka membuka hijab insya Allah tidak mengapa.

Kesimpulan

Pada dasarnya, hukum membuka hijab di hadapan sesama wanita Muslimah adalah boleh. Batasan auratnya adalah area antara pusar dan lutut. Namun, kebolehan ini harus diiringi dengan adab kesopanan dan rasa malu yang merupakan mahkota seorang Muslimah. Dengan memahami aturannya, kita bisa berinteraksi dengan nyaman tanpa melanggar syariat.

Bencana Alam Dari Perspektif Islam: Ujian atau Peringatan Allah?


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement