SURAU.CO – Dalam dunia pendidikan, kita sering mendengar sebuah nasihat bijak. Nasihat tersebut berbunyi, “Dahulukan adab sebelum ilmu.” Kalimat ini bukan sekadar slogan kosong. Sebaliknya, ini adalah prinsip fundamental dalam tradisi keilmuan Islam. Banyak orang mungkin bertanya, mengapa adab menjadi begitu penting? Bukankah ilmu yang membuat seseorang lebih maju dan berpengetahuan?
Jawabannya terletak pada fungsi dan tujuan ilmu itu sendiri. Islam memandang ilmu sebagai cahaya. Cahaya ini berfungsi untuk menerangi jalan kebenaran. Namun, cahaya tersebut memerlukan wadah yang bersih dan kuat. Wadah itulah yang disebut dengan adab. Tanpa adab, ilmu yang luas justru bisa menjadi bumerang. Ia bisa melahirkan kesombongan, merendahkan orang lain, bahkan merusak.
Oleh karena itu, para ulama terdahulu sangat menekankan pentingnya adab. Mereka melihatnya sebagai pondasi utama sebelum membangun gedung pengetahuan yang megah.
Adab Adalah Kunci Keberkahan Ilmu
Seseorang yang memiliki adab akan senantiasa merasa rendah hati. Ia sadar bahwa ilmunya adalah karunia dari Allah SWT. Perasaan ini mendorongnya untuk terus belajar. Selain itu, ia juga akan menghormati gurunya. Ia mendengarkan dengan saksama dan bertanya dengan sopan. Sikap inilah yang membuka pintu keberkahan.
Sebaliknya, seorang penuntut ilmu tanpa adab cenderung merasa sombong. Ia mudah meremehkan penjelasan guru. Akibatnya, ia sulit menerima pengetahuan baru. Hatinya tertutup dari cahaya hikmah dan keberkahan. Ilmu yang ia dapatkan mungkin banyak. Akan tetapi, ilmu itu tidak memberinya manfaat batiniah.
Imam Malik bin Anas, seorang ulama besar, pernah memberikan nasihat emas kepada seorang pemuda Quraisy. Beliau berkata:
“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”
Nasihat ini sangat singkat namun mendalam. Imam Malik menyadari bahwa tanpa bekal adab, proses belajar tidak akan berjalan maksimal. Keberkahan ilmu akan sulit diraih.
Nasihat Para Ulama Salaf tentang Adab
Penekanan terhadap adab bukanlah hal baru. Para ulama salaf (generasi terdahulu) bahkan menghabiskan waktu lebih lama untuk belajar adab daripada ilmu. Mereka menganggap adab sebagai cermin dari kualitas diri seseorang. Abdullah bin Mubarak, seorang ulama terkemuka, menegaskan hal ini. Beliau berkata:
“Kami mempelajari adab selama 30 tahun, dan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.”
Pernyataan ini menunjukkan prioritas yang sangat jelas. Mereka percaya bahwa adab akan menjaga kemurnian niat dalam menuntut ilmu. Dengan adab, seorang pelajar mencari ilmu untuk diamalkan, bukan untuk dibanggakan.
Imam Yusuf bin Al-Husain juga memberikan pandangan serupa. Beliau berkata:
“Dengan adab, engkau akan memahami ilmu.”
Artinya, adab adalah jembatan untuk memahami hakikat ilmu. Tanpa melewati jembatan itu, seseorang hanya akan mendapatkan kulit luarnya saja. Ia mungkin hafal banyak teori. Namun, ia tidak mampu menangkap esensi dan hikmah di baliknya.
Ilmu Tanpa Adab Ibarat Api Tanpa Kontrol
Bayangkan sebuah api yang besar. Api tersebut sangat bermanfaat jika terkendali. Ia bisa memasak makanan dan menghangatkan tubuh. Namun, jika api itu dibiarkan liar, ia akan membakar semua yang ada di sekitarnya. Begitulah perumpamaan ilmu tanpa adab.
Seseorang yang berilmu namun tidak beradab bisa sangat berbahaya. Ia bisa menggunakan pengetahuannya untuk menipu orang lain. Ia bisa memutarbalikkan fakta demi kepentingan pribadi. Lisannya tajam dan menyakitkan. Ia tidak segan menjatuhkan martabat sesama. Pada akhirnya, ilmunya tidak membawa rahmat, melainkan fitnah dan kerusakan.
Sebaliknya, ilmu yang dihiasi adab akan melahirkan akhlak mulia. Pemiliknya akan menjadi pribadi yang santun, bijaksana, dan solutif. Ia menggunakan ilmunya untuk membantu sesama. Ia menjadi sumber inspirasi dan teladan bagi lingkungannya. Inilah tujuan sejati dari menuntut ilmu dalam Islam.
Kesimpulan: Membangun Karakter Sebelum Pengetahuan
Mengutamakan adab sebelum ilmu bukanlah tindakan meremehkan pengetahuan. Justru sebaliknya, ini adalah cara Islam memuliakan ilmu. Dengan membangun fondasi adab yang kokoh, setiap ilmu yang datang akan diterima dengan benar. Ia akan diproses dengan hati yang bersih, lalu diamalkan dalam bentuk akhlak yang terpuji.
Dengan demikian, marilah kita menyeimbangkan keduanya. Sembari giat mencari ilmu, jangan pernah lupakan untuk terus memupuk adab. Sebab, adab adalah ruh dari ilmu itu sendiri. Tanpa ruh, ilmu hanyalah jasad yang kaku dan tidak bernyawa.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
