SURAU.CO – Sejarah Islam mencatat nama-nama pahlawan agung yang gagah berani. Namun, di antara para ksatria itu, ada satu nama wanita yang bersinar sangat terang. Ia adalah Nusaibah binti Ka’ab, yang juga kita kenal dengan julukan mulia, Ummu Umarah. Ia bukan sekadar wanita biasa dari kaum Anshar di Madinah. Nusaibah adalah seorang pejuang sejati yang tangguh. Kisah kepahlawanannya di medan perang menjadi bukti nyata bahwa semangat jihad dan pembelaan terhadap kebenaran bukanlah monopoli kaum laki-laki.
Komitmen Nusaibah terhadap Islam telah ia tunjukkan sejak masa-masa awal. Ia menjadi salah satu dari hanya dua wanita yang ikut serta dalam peristiwa Baiat Aqabah II. Ini bukanlah peristiwa sembarangan. Baiat Aqabah II merupakan sumpah setia rahasia yang diikrarkan oleh para pemuka Yatsrib (Madinah) kepada Nabi Muhammad SAW. Kehadirannya di momen krusial ini menunjukkan betapa besar peran dan kepercayaan yang ia emban. Sejak awal, ia telah mendedikasikan seluruh jiwa dan raganya untuk membela agama Allah dan Rasul-Nya.
Momen Puncak Keberanian di Kancah Perang Uhud
Kisah kepahlawanan Nusaibah mencapai puncaknya dalam peristiwa Perang Uhud. Awalnya, ia menjalankan peran pendukung bersama para wanita lainnya. Ia bergerak di garis belakang pasukan Muslim. Tugasnya adalah menyediakan air minum bagi para prajurit yang kehausan. Ia juga dengan sigap merawat mereka yang terluka akibat pertempuran. Ia menjalankan tugas penting ini dengan penuh tanggung jawab.
Namun, situasi perang tiba-tiba berbalik menjadi mimpi buruk. Pasukan pemanah Muslim yang menjaga titik strategis di atas bukit, melanggar perintah tegas Rasulullah. Mereka tergiur melihat harta rampasan perang yang ditinggalkan musuh. Akibatnya, mereka turun dari posisi mereka. Kekosongan ini dimanfaatkan dengan cepat oleh pasukan Quraisy. Pasukan musuh yang dipimpin Khalid bin Walid (saat itu belum masuk Islam) menyerang balik dari arah yang tak terduga.
Serangan mendadak itu membuat barisan kaum Muslimin menjadi kacau balau. Banyak prajurit yang panik dan lari untuk menyelamatkan diri. Dalam situasi genting itulah, Nusaibah melihat pemandangan yang mengerikan. Rasulullah SAW berada dalam bahaya besar, hampir tanpa perlindungan. Tanpa berpikir dua kali, ia langsung menjatuhkan wadah airnya. Ia menyambar pedang dan perisai yang tergeletak di tanah.
Transformasi Menjadi Perisai Hidup Rasulullah
Seketika, Nusaibah berubah dari seorang perawat menjadi seorang pejuang garis depan. Ia berlari maju menerjang badai pertempuran. Ia memasang badan menjadi perisai hidup di sekeliling Rasulullah SAW. Luar biasanya, suami dan kedua putranya juga bertarung hebat di sisinya. Mereka sekeluarga membentuk benteng pertahanan terakhir yang melindungi Sang Nabi dari serangan musuh.
Nusaibah bertarung dengan keberanian yang menggetarkan. Ia mengayunkan pedangnya dengan kuat. Ia menangkis setiap sabetan pedang dan anak panah yang melesat ke arah Rasulullah. Setiap kali ada musuh yang mencoba mendekat, ia menghalaunya dengan gagah berani. Akibatnya, tubuhnya menerima banyak sekali luka. Para sejarawan mencatat ia menderita setidaknya dua belas luka parah di sekujur tubuhnya. Luka yang paling parah ia dapatkan di bagian leher, sebuah bukti betapa dekatnya ia dengan marabahaya.
Rasulullah SAW sendiri menyaksikan langsung keberaniannya yang luar biasa. Setelah perang usai, Beliau memberikan testimoni agung. Beliau bersabda, “Aku tidak menoleh ke kanan atau ke kiri dalam Perang Uhud, kecuali aku melihat Nusaibah binti Ka’ab berperang membelaku.” Pengakuan ini adalah sebuah medali kehormatan tertinggi. Bahkan, Rasulullah berdoa agar Nusaibah dan keluarganya menjadi tetangganya kelak di surga.
Semangat Jihad yang Tak Pernah Padam
Api semangat jihad dalam diri Nusaibah tidak pernah padam. Usia dan bekas luka tidak sedikit pun menyurutkan langkahnya. Setelah Perang Uhud, ia terus berpartisipasi dalam berbagai pertempuran penting. Salah satu yang paling terkenal adalah Perang Yamamah pada masa kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Perang ini bertujuan untuk menumpas gerakan nabi palsu, Musailamah al-Kadzab.
Dalam pertempuran sengit itu, Nusaibah bertarung dengan semangat membara hingga salah satu tangannya putus. Namun, ia menolak untuk mundur. Ia terus maju hingga pasukan Muslim meraih kemenangan mutlak. Kisah hidupnya adalah inspirasi abadi. Nusaibah membuktikan bahwa seorang wanita bisa menjadi istri, ibu, sekaligus pejuang yang paling tangguh. Ia mengajarkan kita arti pengorbanan dan cinta sejati kepada Allah dan Rasul-Nya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
