Berita
Beranda » Berita » KH. Imam Aziz Berpulang: Tokoh NU, Pengasuh Pesantren Bumi Cendekia Tutup Usia

KH. Imam Aziz Berpulang: Tokoh NU, Pengasuh Pesantren Bumi Cendekia Tutup Usia

KH. Imam Aziz, tokoh NU, pendiri LKiS, dan Pengasuh Pesantren Bumi Cendekia. Meninggalkan jejak moderat dan perjuangan sosial yang menginspirasi

SURAU.CO. KH. Imam Azis Berpulang ke Rahmatullah. Innalillahi wa Inna Ilaihi Raji’un. Umat Islam Indonesia berduka atas kepergian seorang kiai moderat, Mas Imam Aziz, begitu biasa dipanggil. Beliau adalah tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang sangat dihormati. Beliau juga merupakan pendiri Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) di Yogyakarta. Selain itu, beliau adalah Pengasuh Pondok Pesantren Bumi Cendekia Yogyakarta.

Kabar duka ini tersebar luas pada Sabtu dini hari, 12 Juli 2025, pukul 00.46 WIB. Beliau berpulang di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, pada usia 63 tahun.

KH. Imam Aziz dikenal luas sebagai sosok pemikir Islam yang moderat. Kiprahnya sangat besar dalam ranah sosial-keagamaan, menjadikannya salah satu tokoh penting dalam lanskap keislaman Indonesia. Sepanjang hidupnya, beliau telah menorehkan warisan yang amat berharga bagi umat, baik dalam bentuk gagasan, gerakan, maupun keteladanan hidup.

Sosok yang akrab disapa Mas Imam ini meninggalkan jejak yang begitu mendalam. Jejak itu tidak hanya tercatat dalam dunia keislaman, tetapi juga dalam medan sosial dan kebudayaan Indonesia secara luas. Melalui pemikiran, advokasi, dan pengabdian yang tak kenal lelah, Mas Imam hadir sebagai jembatan yang menghubungkan nilai-nilai keagamaan dengan realitas sosial masyarakat.

Kabar Duka yang Menyebar Luas

Kabar duka ini menyebar cepat di berbagai platform. Grup WhatsApp keluarga, sahabat, organisasi, dan pesantren, semua merasakan duka yang mendalam.

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Penulis mendapatkan informasi ini dari kakak yang juga merupakan sahabat Mas Imam, yaitu Ahmad Baidlowi. Dia sempat bertemu Mas Imam di Godean, Sleman dalam acara pengajian keluarga Pati-Yogyakarta. Minggu sebelumnya, tepatnya 6 Juli 2025, Mas Imam juga mengisi acara Haul KH. Mutamakin di Kajen, Margoyoso, Pati.

KH. Imam Aziz: Riwayat Hidup dan Keluarga 

Mas Imam Aziz lahir di Pati pada 29 Maret 1962. Ayahnya bernama KH. Abdul Aziz Yasin, dan ibunya Hj. Fathimah. Beliau adalah anak pertama dari lima bersaudara. Ayahnya adalah santri dari KH. Ali Maksum.

Pada saat itu, KH. Abdul Aziz Yasin dari Lasem ke Krapyak. Tujuannya adalah membantu mengembangkan pondok pesantren. Di Krapyak, ayah Mas Imam menjadi guru. Beliau sempat mengajar KH. Ashari Marzuqi (PP. Nurul Ummah Kotagede) dan KH. Mabarun (Krajan-Bantul). Keduanya adalah kyai yang sangat terkenal di Yogyakarta. Ayah Mas Imam juga bersahabat dengan KH. Abdullah Rifai, ayah dari pemikir muda NU, Ulil Abshor Abdalla.

Peran dalam Gerakan Kaum Muda NU

Penulis mengenal dan bertemu Mas Imam pada tahun 2004. Saat itu, Mas Imam menggandeng gerakan kaum muda (baca: mahasiswa) kultural NU. Mereka bersama-sama melakukan Musyawarah Besar (Mubes) Warga NU di Babakan, Ciwaringin, Cirebon dengan tujuan  mengawal Khittah NU. Acara tersebut adalah gagasan untuk mengkritik demoralisasi Khittah NU yang dilakukan oleh sebagian elit NU pada masa itu.

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

Pendidikan dan Perjalanan Intelektual

Pendidikan dasar Mas Imam ditempuh di Madrasah Ibtida’iyah (MI) dan beliau lulus pada tahun 1973. Selanjutnya, beliau melanjutkan pendidikan menengah di tingkat tsanawiyah dan menyelesaikannya pada tahun 1979. Seluruh jenjang pendidikan tersebut ditempuh di lembaga pendidikan Mathali’ul Falah, sebuah institusi yang berada di bawah naungan pesantren asuhan KH. MA. Sahal Mahfudh—tokoh ulama kharismatik yang kemudian menjadi Rais ‘Aam PBNU sejak tahun 1999.

Pada tahun 1979, setelah menyelesaikan pendidikan menengah, Mas Imam hijrah ke Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Di kota pelajar ini, beliau menempuh studi di Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, yang berada di bawah naungan Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga. Saat ini, IAIN tersebut telah bertransformasi menjadi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

KH. Imam Aziz Sebagai Aktivis Perjuangan Sosial

Mas Imam menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai aktivis. Sejak masa mudanya, beliau telah menunjukkan komitmen yang kuat terhadap perjuangan sosial. Secara konsisten, beliau selalu berpihak kepada masyarakat bawah (baca: kaum mustadh’afin), yang kerap menjadi korban ketimpangan sosial dan ketidakadilan struktural.

Tidak hanya itu, beliau juga aktif mengadvokasi hak-hak rakyat terhadap berbagai bentuk ketidakadilan. Di sisi lain, keterlibatannya dalam berbagai gerakan sosial menunjukkan bahwa perjuangannya bukan hanya dalam wacana, tetapi juga dalam tindakan nyata di tengah masyarakat.

Sebagai contoh, berikut adalah beberapa aktivitas sosial yang pernah beliau lakukan:

Menyelaraskan Minimalisme dan Konsep Zuhud: Relevansi Kitab Riyadhus Shalihin di Era Modern

  1. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Yogyakarta (1986-1987)

  2. Lembaga Pers Mahasiswa Arena-IAIN Sunan Kalijaga (1987-1988)

  3. Wakil Sekretaris PWNU DIY (1988-1992)

  4. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LKPSM) NU DIY

  5. Pendiri Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS)

  6. Pendiri Lembaga Masyarakat Santri untuk Advokasi Rakyat (Syarikat)

  7. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 2010–2021

  8. Staf Khusus Wakil Presiden KH Makruf Amin bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Otonomi Daerah

  9. Pengasuh Pesantren Bumi Cendekia Yogyakarta

Teladan KH. Imam Aziz

Mas Imam adalah bagian dari ahlul khair—orang-orang yang selalu menebar kebaikan dalam hidupnya. Kepergiannya meninggalkan ruang yang hening, seperti cahaya yang redup dari pelita yang biasa menerangi. Beliau merupakan sosok yang berpikiran kritis, tajam dalam menilai, namun tetap merunduk dalam ketawadhuan. Dalam keseharian, tak pernah ia mengangkat dirinya di hadapan orang lain. Justru, semakin dalam ilmunya, semakin dalam pula rasa rendah hatinya

Meskipun disibukkan oleh berbagai aktivitas dalam gerakan sosial masyarakat, dan harus hilir-mudik menjalankan tugasnya sebagai Pengurus PBNU di Jakarta—sementara domisili beliau berada di Yogyakarta—Mas Imam tetap istiqamah dalam membina para santri. Dengan semangat yang tak pernah padam, beliau mendirikan Pesantren Bumi Cendekia di Yogyakarta sebagai bentuk nyata dari komitmennya terhadap pendidikan.

Tidak hanya menjadi ruang belajar agama melalui kitab kuning, pesantren ini juga berkembang menjadi pusat pengembangan pemikiran dan gerakan sosial di kawasan Mlati, Sleman. Dengan demikian, Pesantren Bumi Cendekia menjadi cerminan dari visi Mas Imam dalam memadukan tradisi keilmuan pesantren dengan dinamika sosial masyarakat kontemporer.

Kehilangan Besar bagi Umat

Kepergian Mas Imam adalah sebuah kehilangan besar. Tidak hanya bagi keluarga besar Nahdlatul Ulama, tetapi juga bagi dunia intelektual Islam di Indonesia. Beliau bukan sosok biasa—Mas Imam adalah jembatan, penghubung antara nilai-nilai tradisional pesantren dengan pemikiran Islam modern yang progresif.

Dalam kehidupannya, beliau menghadirkan teladan yang nyata. Banyak nilai dan perjuangan yang diwariskan Mas Imam kepada kita semua. Salah satunya yang paling menonjol adalah keikhlasan—ikhlas dalam memperjuangkan kepentingan umat, khususnya mereka yang tertindas dan termarjinalkan, kaum mustadh’afin.

Kini, ketika beliau telah tiada, warisan nilai itulah yang semestinya kita lanjutkan. Perjuangannya belum selesai, tetapi semangatnya akan terus hidup dalam ingatan dan tindakan kita.

Selamat jalan, Mas Imam. Semoga Allah SWT menerima seluruh amal, ilmu, dan perjuanganmu sebagai amal jariyah yang tak terputus. Semoga Allah menempatkanmu di sisi-Nya yang paling mulia, di barisan para kekasih-Nya. Lahu Al-Fatihah.(kareemustofa)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement